Dua Puluh Enam

86 13 1
                                    

BAB VI

Seorang anak perempuan sekitar delapan tahun dituntun oleh seorang laki-laki dewasa yang sedang menggendong anak perempuan lain yang lebih muda, sekitar satu tahun usianya. Anak perempuan itu terlihat bahagia ketika laki-laki yang menuntunnya mengajaknya ke pusat permainan anak di sebuah mal. "Ayah, Kakak boleh naik itu?" tanyanya pada laki-laki dewasa yang menuntunnya. "Boleh, ayo kita beli koinnya!" jawab sang laki-laki yang rupanya adalah ayah anak perempuan itu.

Sang anak perempuan terlihat sangat bahagia ketika ayahnya membelikannya koin untuk bermain mobil-mobilan. "Adik mau ikut Kakak main?" tanya sang ayah kepada anak yang lebih kecil. "Kakak!" sahut sang adik seraya mengulurkan kedua tangannya, minta digendong. Sang kakak meraih adiknya dan mereka bersama-sama menaiki mobil mainan itu. Tawa lepas mereka terdengar hingga penjuru mal. Mereka bahagia.

***

Karin terbangun. Ia mimpi aneh lagi. Sudah tiga hari berturur-turut, mimpi aneh itu datang. Yang lebih aneh lagi, Karin merasa itu bukan sekadar mimpi. Karin merasa mimpinya nyata, seperti ia pernah mengalaminya sendiri.

Karin menggerakkan badannya, namun hanya sesak yang dirasa. Saat ia menoleh, ternyata Arjuna tidur di sisinya. Ah, Juna-ssi, bukankah aku menyuruhmu segera pulang? Batin Karin.

"Juna-ssi! Juna-ssi! Ayo bangun!" Karin mengguncag-guncangkan badan Arjuna, menyuruh kekasihnya bangun. Jam di dinding menunjukkan pukul dua pagi.

"Ergh," Arjuna menggeliat, masih mengantuk.

"Juna-ssi kenapa tidur di sini? Kubilang kan lekas pulang!" seru Karin setengah berbisik. Ia tak ingin ibunya mendengar suaranya.

"Aku lelah dan mengantuk," jawab Arjuna.

"Tapi Juna-ssi harus bangun dan pulang! Jangan sampai Eomma tahu Juna-ssi tidur di sini," kata Karin tak sabar.

"Baiklah, aku pulang," sahut Arjuna.

"Pakai baju dengan baik! Celana dan kaus kaki juga. Haish! Selalu begini," ujar Karin. Arjuna punya kebiasaan buruk, langsung tidur begitu saja tanpa kembali berpakaian rapi setelah memeluk Karin.

Karin membantu Arjuna berpakaian. Kemudian ia membuka pintu kamarnya perlahan. Berusaha agar tak menimbulkan suara. Arjuna menyusulnya dengan mata setengah tertutup.

"Kayo!" – pergilah, suruh Karin. Arjuna menurut dan berjalan menjauh dari kamar Karin.

Karin tak mengantar Arjuna dan kembali ke kamarnya untuk kembali tidur. Arjuna yang masih mengantuk bukannya keluar dari rumah Karin, malah menuju sofa di ruang keluarga dan tidur di sana.

Alarm di kamar Karin berbunyi pada pukul enam pagi. Karin segera bangkit dan merapikan tempat tidurnya, menyisir rambutnya, kemudian keluar dari kamar.

"Karin-a, bangunkan Juna-ssi! Ajak dia makan," suruh Eomma.

Karin terkejut, bagaimana Eomma tahu kalau Juna-ssi semalam tidur di kamarku? batinnya.

"Juna-ssi? Dia sudah pulang, Eomma," kata Karin dengan sikap seperti tak ada apa-apa.

"Pulang? Lalu itu siapa?" kata Eomma sambil menunjuk ke arah sofa di ruang keluarga.

"Omona!" – astaga, pekik Karin terkejut. Arjuna tidur di sana, tanpa bantal ataupun selimut. "Mianhaeyo, Juna-ssi," – maafkan aku, Juna, desisnya sebelum berlari ke arah Arjuna.

"Juna-ssi, ireonayo!" – Juna, bangunlah! Karin berbisik di telinga Arjuna sambil mengguncang-guncang pundaknya.

"Mwo?" – apa? jawab Arjuna masih mengantuk.

"Juna-ssi tidur di sofa ruang keluarga, masih di rumahku. Juna-ssi belum pulang ke rumah," bisik Karin.

"Hah?" Arjuna langsung terjaga dan siaga. "Jangmonimeun?" – bagaimana dengan ibu? Tanya Arjuna.

"Eomma sepertinya tidak tahu. Aku berkata Juna-ssi sudah pulang, tapi ternyata tidur di sini," jawab Karin.

"Baiklah," sahut Arjuna. Ia pun bangkit dan menuju ruang makan.

"Annyeonghaseyo, Jangmonim," – selamat pagi, ibu, sapa Arjuna pada Eomma. "Maafkan saya, sudah menginap di sini tanpa izin. Semalam saya tak sadar sudah tidur di sofa itu," ucap Arjuna menyesal.

"Gwaenchanha," – tidak masalah, jawab Eomma. "Hanya saja, lebih baik Juna-ssi tidur di kamar tamu saja, daripada di sofa," lanjut Eomma.

"Iya, tak terpikir oleh saya," kata Arjuna sambil tertawa.

"Jangan-jangan Juna-ssi malah mengira itu sofa di apateu-nya,"imbuh Karin. Eomma tertawamendengarnya, sementara Arjuna tersipu malu.

**Bersambung ke Dua Puluh Tujuh**

Panduan membaca bahasa Korea pada naskah:

huruf vokal di Korea seperti pengucapannya.

Ae dibaca E seperti pada 'ekor'

Eo dibaca O seperti pada 'ekor'

Eu dibaca E seperti pada 'elang'

O dibaca O seperi pada "o, p, q, r, s"

E dibaca E seperti pada 'a, b, c, d, e"

H setelah huruf N seringtidak dibaca/lesap

Rahasia Baek KarinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang