Bab 3

5.3K 458 12
                                    

"Ayah masih menyimpan hair dryer? Punya Hana sepertinya rusak." Aku menggoyang-goyangkan sebuah alat pengering rambut yang dua hari lalu sempat terpelanting dari atas lemari, saat hendak mengambil berkas penting di sampingnya dengan terburu-buru. "Nanti mau dibenerin di toko depan, kayaknya masih bisa dipakai."

Ayah yang sedang duduk di depan meja makan menatapku dari balik kacamatanya, mengingat sesuatu. "Sepertinya masih ada, di bawah laci meja rias. Milik almarhumah ibumu."

Hari ini ayah mengenakan kemeja, rapi. Sepertinya sedang ada proyek baru dengan kawannya. Semenjak pensiun, ayah tidak bekerja kecuali jika diminta untuk membantu beberapa kawan yang membuka jasa konsultan di bidang pertambangan. Rupanya pengalaman berpuluh tahun bekerja di perusahaan BUMN yang bergerak di bidang pertambangan masih bisa dimanfaatkan untuk mengisi waktu di hari tua.

"Hana pinjam dulu ya?" Tanpa menunggu jawaban, aku bergegas menuju ke kamar ayah.

Setelah mencari di rak di bawah laci yang ayah maksud, aku segera menemukannya. Beberapa barang pribadi milik ibu memang tidak semua disumbangkan atau dibuang, tetapi tetap disimpan seperti sedia kala untuk kenang-kenangan. Salah satunya adalah hair dryer ini.

Saat hendak menariknya keluar, kabel pengering rambut itu tersangkut pada sebuah bungkusan yang terletak di dasar rak bagian belakang. Aku mengangkat beberapa barang di atasnya untuk melihat apa isinya. Rupanya ada sebuah majalah. Majalah cetakan lama.

Tanganku mengambil sebuah kertas catatan kecil yang tertempel di atas sampulnya. Tulisan tangan ibu.

Sudah lama aku ingin mengembalikan majalah ini padamu, Sofi.

Sofi? Apakah ibu memiliki teman lama yang bernama Sofi? Ibu tidak pernah membahas tentang tante Sofi ini di depan kami.

Demi menjawab rasa penasaran, kutarik keluar bungkusan berisi majalah itu.

Sebuah majalah lawas dengan model seorang wanita muda cantik--yang sama sekali tidak kukenali--memuat nama GADIS besar-besar di atasnya. Mungkin majalah ini pernah hits pada zamannya.

Kondisi majalahnya tidak bisa dikatakan dalam kondisi bagus, tapi juga tidak terlalu rusak. Beberapa kertas di bagian dalamnya sudah menguning. Walau ada beberapa bagian yang masih bisa dibaca dengan jelas.

Aku sejenak melupakan urusan pengering rambut, karena telah asik membolak-balik halaman demi halamannya.

Tibalah pada sebuah halaman di mana tersemat sebuah amplop--yang tak lagi putih--di dalamnya. Pelan-pelan kubuka isinya dan menemukan selembar foto yang sudah usang.

Ayah, ibu, dan ... seorang wanita yang berdiri di tengahnya!

Nafasku tercekat saat mendapati bahwa ayah melingkarkan tangan pada bahu wanita dalam foto itu. Senyum bahagia yang terpancar dari wajah ketiganya entah mengapa malah mengalirkan gelombang aneh yang menjalar ke tubuhku.

Dengan gemetar kubalik foto itu dan mengeja nama di belakangnya.

Ilham ❤ Sofi - Zahra

Mataku membulat.

Apakah tante Sofi ini mantan ayah yang pernah ibu kenal? Ataukah dulu ibu bersahabat dengan tante Sofi lalu menikah dengan ayah?

Teka-teki ini cukup membuatku pusing.

"Hana," terdengar suara ayah memanggil. "Sudah ketemu?"

Aku buru-buru merapikan kembali majalah itu ke tempatnya semula, lalu mengambil pengering rambut bersama foto itu keluar.

"Ayah," kataku hati-hati. Ayah sudah menghabiskan sarapannya dan bersiap bangkit. "Aku tadi menemukan ini di dalam."

Kutunjukkan foto itu dan melihat reaksi ayah.

Di luar dugaan, ayah hanya menjawab dengan, "Oh."

"Siapa tante Sofi? Ayah atau ibu tidak pernah membahasnya."

Ayah tampak kaget mendengar nama itu kusebut. Mungkin dikiranya aku tidak akan penasaran seperti ini.

"Teman di masa lalu," jawabnya singkat. Ada kristal bening yang kutangkap di sudut matanya.

"Ayah berangkat duluan, ya." Ayah berdiri lalu mencium keningku. 

Aku masih berdiri mematung saat ayah mengucap salam dan menekan tombol unlock di remote kunci mobilnya.

--bersambung--

Jodoh Pasti Kembali [Completed]Where stories live. Discover now