Bab 28 | 2

4.2K 415 13
                                    

Ayah masih menatapku sambil menahan senyumnya.

"Kenapa?" tanyaku menyelidik.

"Hanya sedang teringat bagaimana dulu ayah dan ibumu sering bertengkar lalu kembali berbaikan."

Kucubit pelan tangan Ayah.

"Hana nanti telepon Tante Sofi sekalian minta maaf,  karena kemarin tidak jadi menemuinya."

"Ya ... terserah kalau memang sedang tidak mau ke sana lagi." Ayah menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. "Tapi Hana harus ingat bahwa urusan jodoh dan usia itu ada di tangan Allah. Kita hanya bisa berikhtiar, hasilnya tetap dikembalikan kepada-Nya." Mata Ayah menerawang ke langit-langit rumah.

Aku mengetuk-ngetukkan jari ke meja makan sambil menekuri motif bunga labu dan sulurnya yang tersulam di taplak kuning pucat ini.

"Jadi, Ayah tidak akan keberatan kalau Hana jodohkan dengan Tante Sofi?"

"Ya, jika memang ternyata jodoh, kenapa tidak?"

Tawaku tidak bisa ditahan ketika melihat bagaimana tangan Ayah mengayun ke atas saat mengatakan 'mengapa tidak'.

"Ayah hanya mau menegaskan, mulai dari sekarang." Wajahnya kembali serius. "Hana tidak boleh merasa ragu lagi untuk menerima pinangan laki-laki manapun! Jangan jadikan Ayah sebagai alasan. Ayah pasti akan marah."

Aku hanya mengangguk dalam sambil merenung.

***

"Assalamu'alaikum, Tante."

Selepas makan siang dan pekerjaan rumah selesai, kuhubungi Tante Sofi sesuai janji pada Ayah.

"Wa'alaikumussalam warohmatullah. Hana? Bagaimana kabarnya? Baik-baik saja, kan? Kemarin Tante khawatir kamu kenapa-kenapa selama di jalan."

Ada sabit yang melengkung di bibirku, karena malu mengingat kejadian kemarin.

"Maaf kemarin Hana tidak jadi menemui Tante, karena ada sedikit salah paham dengan Kak Fathan?"

"Oh, salah paham?" Suara Tante Sofi seperti sedang mengulum senyum. "Kemarin kebetulan Fathan sedang di depan karena Tante suruh menunggu kiriman paket. Tahunya yang datang malah paket spesial."

Tanganku sontak menggaruk kepala yang tidak gatal. "Eh, Ayah bilang Tante berangkat malam ini?"

Terdengar embusan napas dalam dari seberang sambungan. "Iya, nanti malam rencananya berangkat. Sekitar jam delapan. Biar besoknya bisa istirahat dulu di sana. Ini juga masih packing sisanya. Kemarin Fathan tidak bilang, ya?"

"Tidak, Kak Fathan tidak bilang apa-apa."

Tante Sofi bergumam. "Hana ... jika-seandainya Tante tidak bisa kembali ke sini, maafkan Tante, ya. Tante minta maaf jika selama ini ada hal yang kurang berkenan."

Ada desiran aneh yang membuat mataku terasa panas.

"Ah, Tante, jangan bilang seperti itu. Tante pasti bisa kembali lagi ke sini dalam keadaan sehat. Hana akan tunggu," ucapku, sedikit terbawa perasaan. "Hana juga mohon maaf lahir batin, jika ada ucapan dan perbuatan yang pernah menyinggung."

"Nggak, nggak ada, kok. Hana baik anaknya, Tante suka. Tante senang bisa mengenal Hana."

"Hana juga senang bisa mengenal Tante."

Rasanya ingin kupeluk tubuhnya erat, sekarang juga. Mungkin benar kata Ayah, Tante Sofi butuh dukungan dari orang-orang di sekitarnya. Namun, ada ego setinggi gunung yang menghalangi langkahku untuk menemuinya.

Kami mengakhiri sambungan telepon dengan berjanji akan saling bertukar kabar.

Kuseka beberapa titik air mata yang sempat menggantung di pelupuk mata. Kini tanganku menekan nomor Caca.

"Kak Hana?" Suara riang Caca terdengar kaget mendapat telepon dariku.

"Caca, maaf kemarin kita tidak jadi ketemu, ya."

"Oh, iya. Nggak apa-apa." Seperti ada bunga-bunga di suaranya. Gadis berlesung pipit itu tampaknya sedang bahagia hari ini.

"Gimana, kemarin mau menyampaikan apa? Terus, gimana kemajuan skripsinya?"

"Hm," Caca diam sejenak. "Nanti aja kalau ketemu Kak Hana lagi, deh. Kalau skripsi, alhamdulillah masih lancar. Caca paling  pulang semingguan aja. Nanti langsung ke kosan di Depok lagi. Kalau ada yang mau ditanyakan, Caca bisa hubungi Kak Hana lagi, kan?"

"Tentu, Caca bisa tanya kapan aja selama Kak Hana bisa."

"Wah, syukurlah!" serunya girang.

Tidak lama kemudian, kami menutup panggilan dengan saling berpesan untuk menjaga diri dan kesehatan masing-masing.

--bersambung--



Jodoh Pasti Kembali [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang