Bab 4 | 2

4.9K 400 5
                                    

Katanya, kita bisa mengetahui nilai suatu benda ketika sudah kehilangannya. Begitupun dengan seseorang, ia akan sangat berharga ketika sudah tidak ada lagi di dunia ini.

Seberapa besar rasa cinta yang ayah simpan untuk ibu, aku tak pernah tahu. Ayah bahkan tidak pernah mau memberitahukan perasaannya. Termasuk, kapan dan bagaimana pertama kali ayah jatuh cinta tehadap ibu.

"Bagaimana dulu ayah mengenal ibu?" Tanya teh Naura di suatu sore, saat usiaku masih sepuluh.

"Kami berteman waktu SMA," jawab ayah dengan kerlingan genitnya pada ibu. Ayah tengah duduk di sofa sambil memegang remote TV kala itu.

"Benarkah?" Teh Naura meminta kepastian sambil menggoyang-goyangkan lengan ibu yang tengah mengepang rambutku.

"Iya," jawab ibu singkat, dengan senyum penuh arti.

"Lalu?" Teh Naura belum merasa puas. "Kapan kalian mulai berpacaran, ayah?"

"Kapan, ya?"

Ayah lalu terbahak melihat mulut teh Naura mengerucut.

"Jadi, kapan kalian mulai berpacaran, Bu?" Teh Naura kembali kepada ibu, karena ayah tidak memberikan jawaban yang diinginkannya.

"Rasa-rasanya kami tidak pernah berpacaran, tapi langsung menikah."

"Jadi kalian ta'arufan?"

Ibu tergelak mendengar pertanyaan teh Naura. "Dari mana kamu dengar istilah itu?"

Yang ditanya hanya senyum-senyum sendiri. "Naura dengar waktu teh Putri ngobrol dengan teh Risna selepas salat magrib di masjid."

"Itu namanya menguping!" sahut ayah.

"Tapi 'kan Naura nggak sengaja dengarnya, Ayah. Mereka ngobrol di samping Naura yang sedang melipat mukena," kilahnya. "Terus, kapan ayah mulai jatuh cinta sama ibu?"

Ayah mengernyit. "Kalau itu, rahasia."

Teh Naura mulai jengkel bertanya pada ayah. "Ibu saja deh yang jawab."

Ternyata jawaban ibu juga sama, "Rahasia."

Teh Naura menghentakkan kakinya, lalu melengos pergi ke arah pintu keluar. "Naura main sama Shiroi aja deh di luar. Ayah sama ibu nggak asik!"

Tawa ayah dan ibu meledak.

"Dah, rambutnya sudah rapi. Sudah cantik." Ibu merapikan poni sedahiku. "Sana, temani tetehmu dulu main di luar!" ujarnya lembut.

"Jadi, ibu yang lebih dulu suka sama ayah, ya?" tebakku tiba-tiba.

Ibu terkejut mendengar komentarku. Di luar dugaannya, ia mungkin tidak memperhitungkan kehadiranku dalam pembicaraan mereka tadi.

"Kenapa Hana bilang begitu?"

"Karena Hana tahu ibu sangat sayang sama ayah. Sangat sayang sama Hana dan teh Naura juga."

Ibu hanya membalasku dengan senyuman dan sebuah kecupan di puncak kepala.

Air mataku jatuh mengenang kejadian sembilan belas tahun lalu itu. Semenjak saat itu, kami tak pernah lagi membahas kapan mereka berpacaran atau saling jatuh cinta. Karena di mata kami, mereka adalah orangtua sempurna yang saling menyayangi satu sama lain. Rasa sayang ibu terpancar lewat baktinya kepada ayah. Sedangkan rasa sayang ayah tergambar lewat tanggung jawabnya melindungi ibu.

Bukankah rasa sayang berada satu tingkat lebih tinggi di atas rasa cinta?

"Tante tahu kapan ayah dan ibu mulai saling jatuh cinta?" tanyaku tadi pagi, saat sedang menyiapkan sarapan.

"Hm, tante tidak ingat. Tapi setahu tante, mereka sudah dekat sejak SMA."

"Apa ibu sering menceritakan ayah waktu SMA dulu?"

"Ya, dulu rasanya tante sampai bosan mendengar cerita ibumu. Hampir setiap hari," kenang tante Puji. Matanya kembali berkaca. "Lama-lama ibumu mulai menulis di buku harian, semenjak itu dia tidak pernah lagi bercerita."

"Buku harian?" Aku seperti teringat dengan kebiasaan lama ibu, menulis buku harian. Di mana ia menyimpan semua buku-bukunya?

Sarapan yang kami persiapkan telah matang. Tepatnya, sarapan yang tante Puji buat. Ya, aku hanya membantunya sedikit.

Ayah sedang bersiap di kamar saat kupanggilkan untuk sarapan bersama. Aku kemudian masuk ke kamarnya untuk merapikan tempat tidur. Di atas nakas samping tempat tidurnya, tergeletak sebuah buku lama yang sepertinya baru kembali dibaca. Ketika kuangkat, sebuah foto terjatuh dari selanya.

Sedangkan barusan, aku melihat ayah sedang membuka bukunya. Memandangi foto itu dan menitikkan air mata.

--bersambung--

Jodoh Pasti Kembali [Completed]Where stories live. Discover now