Bab 20 | 2

4.3K 455 36
                                    

"Tante, lama tidak bertemu." Seorang wanita muda dengan anak perempuan lucu di pangkuannya menyalami tante Sofi. Tampilannya sangat modis. Mengenakan brokat warna emas selutut tanpa lengan dengan sepatu slingback bertumit sekitar 9 cm. Pakaiannya kembar dengan sang putri.

Aku merasa takjub dengan kemampuannya menggendong anak sementara memakai sepatu berhak tinggi. Kalau aku yang berada di posisinya, mungkin kakiku akan pegal berlipat.

"Tasya makin cantik saja." Tante Sofi menjawil pipi tembem gadis kecil di pangkuan itu. "Mana Arby?"

"Masih di belakang, ngobrol sama Raka. Fathan mana, Tante?"

Tante Sofi menunjuk putranya dengan gerakan kepala.

"Oh, lagi pada ngumpul di situ rupanya." Senyumnya mengembang. "Eh, kalau ini, Tante?" Wanita itu tersenyum kepadaku, tapi ada ekspresi terkejut yang kutangkap secara halus saat mata kami bertemu.

"Kenalkan. Ini Hana, putrinya teman lama Tante. Hana, ini Tari, teman kuliahnya Fathan."

Kami berjabat tangan dan bertukar senyum.

"Sekilas mirip Dinda, ya. Cantik."

Dinda? Siapa? Sel abu-abu dalam kepalaku seperti menangkap sebuah sinyal. Mungkin bisa kutanyakan kemudian.

"Aku ke sana dulu deh, Tante." Telunjuknya mengarah pada Fathan beserta teman-temannya.

"Tante, Dinda itu ... siapa?" Aku bertanya setelah wanita bernama Tari itu pergi.

Alih-alih menjawab, tante Sofi memandangku lamat-lamat. "Seperti dugaan Tante, kalian memang mirip," desisnya yang membuat keningku berkerut. "Eh maksud Tante, Dinda itu teman kuliah Fathan yang meninggal dua tahun lalu. Wajah kalian memang terlihat mirip, walau tidak percis sama," lanjutnya lirih. Matanya berubah sendu.

Fathan tiba-tiba sudah berdiri di antara kami.

"Bun, nggak apa-apa kalau Fathan ikut foto bareng teman-teman angkatan dulu? Tapi nunggu yang lain ngumpul." Dia menatap bundanya bingung, lalu berganti menatapku. Bertanya dengan matanya.

Aku mengendikkan bahu.

Tante Sofi mengangguk sambil menghapus air mata di sudut matanya.

"Bunda ambil minum sebentar, ya." Ia beranjak, tapi Fathan masih diam di tempatnya. Seperti ingin mengatakan sesuatu.

"Hei, Bro!"

Kami dikejutkan dengan suara dari arah belakang.

"Nggak bilang-bilang, ya, kalau sudah punya calon baru." Tangan laki-laki bertubuh tegap dengan tinggi di atas rata-rata itu dengan cepat bertengger di bahu Fathan, kemudian terkekeh.

"Udah punya anak juga tetap nggak berubah kelakuan lu, By. Kayak anak kecil." Fathan mendorong lengan temannya sambil tertawa.

Laki-laki yang lain datang. Tampilannya tidak kalah klimis, ciri khas eksekutif muda.

"Kenalin dong, Than," godanya.

Fathan tidak menggubris. "Yuk, udah ditungguin teman-teman, tuh! Katanya mau foto bareng. Yang lain mana?"

Kedua temannya saling melempar pandang saat Fathan bergegas mengajak mereka bergabung dengan teman-teman lainnya di sisi kanan panggung.

"Hana. Rupanya di sini. Ayo kita pulang." Tak lama kemudian Ayah muncul dari balik tubuh tamu lain. Gedung resepsi semakin malam semakin penuh saja.

Beberapa detik kemudian tante Sofi kembali. "Hana, Tante-" Kalimatnya menggantung begitu melihat Ayah berdiri di sampingku.

"Sofi?" Ayah terlihat kaget karena tidak menyangka akan bertemu di tempat seramai ini.

"Ilham, apa kabar?" Tante Sofi mengulurkan tangan.

Dengan canggung mereka bersalaman.

"Baik," jawab Ayah pendek.

"Saya turut berduka atas meninggalnya Zahra." Tante Sofi terlihat prihatin. "Pasti tidak mudah kehilangan orang yang sangat berarti dalam hidup kita." Kalimat itu entah ditujukannya kepada siapa.

"Ya." Jawaban Ayah terdengar mengambang.

Diam-diam aku berjinjit mundur, tapi tiba-tiba ada sebuah tangan yang menahan punggungku dari belakang.

Oh! Aku menabrak orang?

"Bunda, mau pulang sekarang?"

Kepalaku mendongak untuk melihat siapa yang berbicara. Tubuhku sedikit terhunyung saat Fathan melepaskan tangannya.

"Foto bersamanya sudah?"

"Nanti saja. Tiba-tiba kepalaku agak pusing."

Fathan meraih tangan bundanya. "Kami pamit duluan, Om."

Tante Sofi ikut undur diri.

Ayah mengangguk dengan sedikit canggung. Aku langsung mengapit lengan Ayah dan mengajaknya pulang.

--bersambung--

Jodoh Pasti Kembali [Completed]Where stories live. Discover now