Bab 23

4.3K 440 17
                                    

Aku masih terduduk mematung di tempat saat pelayan menghidangkan menu yang kami pesan. Apa yang Fathan ceritakan barusan sudah menguapkan selera makanku, tanpa sisa.

"Maaf karena harus menceritakannya."
Mungkin reaksiku benar-benar di luar dugaannya, sehingga ada nada penyesalan dan permintaan maaf yang tulus dalam kalimat yang diucapkannya.

Jujur, aku memang sedikit terguncang. Tidak pernah menyangka jika hal itu yang melatarbelakangi alasan Fathan.

"Aku hanya tidak menyangka," jawabku dengan pandangan yang masih kosong.

"Sebaiknya cepat habiskan dulu makanannya. Masih ada kelas, bukan? Saya juga sedang tidak punya banyak waktu."

Kusuap kuah soto yang kental dengan tanpa selera. Hanya supaya bisa menegakkan tubuh kembali, jangan sampai ambruk saat mengajar di depan kelas nanti.

Selepas Fathan mengajakku--secara paksa--mencari tempat makan di luar lingkungan kampus, dia memarkir mobilnya di sebuah restoran yang bersebelahan dengan masjid jami. Dua puluh lima menit berkendara dari kampus, karena jalanan sedikit macet.

Usai melaksanakan salat berjamaah zuhur, kami segera memesan soto--lebih cepat saji dibanding menu lainnya--di resto sebelah masjid. Restoran yang lebih terkenal di kalangan menengah ke atas ini memang tidak terlalu ramai di jam makan siang. Mungkin itu alasan Fathan mengajakku ke mari.

Saat menunggu pesanan datanglah Fathan menceritakan semuanya.

"Maaf, ternyata aku tidak membawa dompet," ucapku panik ketika menyadari bahwa hanya ada ponsel di tangan.

Aku lupa berbalik ke ruangan untuk mengambil dompet atau tas sebelum mengekori Fathan turun tangga tadi, hanya ingat untuk mengabari Salma kalau akan keluar sebentar. "Nanti akan kutransfer tagihan billnya."

"Saya yang bayar, karena saya yang mengajak." Fathan berdiri dan mengambil bill untuk dibayar di kasir.

Aku mengikutinya keluar setelah transaksi selesai.

Selama perjalanan kembali ke kampus, tidak ada percakapan di antara kami, seperti biasanya. Fathan berkonsentrasi pada jalanan di depan, sementara aku sibuk dengan pikiranku sendiri. Bedanya, kali ini aku tidak menolak saat Fathan membukakan pintu depan mobilnya untukku.

"Apa kamu baik-baik saja?"

Mobil Fathan sudah memasuki kampus dan hendak berbelok ke arah fakultas.

Aku tidak menjawab.

"Saya baru 'terbang' nanti malam. Jangan khawatirkan Bunda, saya sudah meminta Caca untuk menemani Bunda selama saya di Bangkok."

Aku mengangguk sambil melepas sabuk pengaman begitu mobil menepi di depan lobby fakultas.

"Jadi, kamu mengajakku keluar hanya untuk menjelaskannya?" Sebelum turun, aku diam sejenak untuk memastikan.

Fathan mengangguk sambil pandangannya tetap lurus ke depan kaca mobil.

"Dengan demikian, kamu meralat tiga alasan yang kamu kirim kemarin?" Aku menoleh ke arahnya.

Fathan bergeming. Pandangannya tetap ke depan. Entah apa yang diperhatikannya di luar sana, yang kulihat hanya orang yang berlalu lalang.

"Ya, tapi tidak seluruhnya salah."

"Aku ... aku setuju untuk membatalkan rencana menjodohkan Ayah dengan Tante," ucapku sambil meyakinkan diri sendiri.

Fathan menoleh ke arahku.

"Terima kasih untuk makanannya hari ini." Kutarik tuas pintu dan membukanya, tapi menoleh sebentar untuk mengatakan "selamat tinggal" sebelum benar-benar meninggalkan mobil.

Fathan menurunkan jendela mobilnya, tapi aku tetap berjalan dan tidak lagi menoleh ke belakang sampai mencapai lantai lobby.

Beberapa mahasiswa menyapa, tapi pikiranku masih belum bisa fokus hingga menjawab dengan sekenanya.

Salma dan profesor Rifky tidak ada di tempat begitu aku tiba di ruangan. Mataku melirik jam yang tergantung di tembok. Masih ada waktu sepuluh menit sebelum kembali memulai kuliah. Setidaknya aku harus menyegarkan kembali pikiran sebelum bertemu dengan mahasiswa di kelas.

Sebuah kertas kecil menempel di atas meja. Tanganku mencabut kertas itu dan membacanya sambil mendengus. Aku tahu ini ulah siapa, karena mengenal tulisan tangan yang tertera di atasnya. Salma.

BAGAIMANA KENCANNYA DENGAN DRIVER TAMVAN?

Aku meremas dan membuangnya ke tempat sampah.

--bersambung--


Jodoh Pasti Kembali [Completed]Where stories live. Discover now