Bab 29

4.5K 438 24
                                    

"Hari ini panas banget, ya, Na." Salma sengaja mengelap dahinya dengan tangan secara slow motion.

"Iya," jawabku sambil menaruh tas di atas meja. Mataku melirik sekilas ke arahnya.

Sepertinya ada yang aneh, deh!

"Lama-lama kulitku bisa makin eksotis, nih, kalau tiap hari pulang-pergi naik motor panas-panasan." Lengannya menyapu lengan lainnya--masih dengan gerakan slow motion seperti iklan sabun mandi--dengan melebarkan jemari.

Ada sesuatu yang baru dan berkilau tersemat di jarinya.

"Ya Allah! Kamu dilamar Aji?" Hampir saja aku melonjak kegirangan sambil berteriak histeris, kalau saja tidak ada mahasiswa yang melintas di depan ruangan.

Salma mengangguk dengan malu-malu kucing.

"Kok nggak ngabarin, sih? Eh, gimana ceritanya sampai dia mau nikah sama wanita nggak jelas macam kamu?" Aku tergelak saat melihat bibirnya mencucu.

"Cerita, dong!" Kutarik kursi mendekat ke arahnya dengan penuh antusias.

"Jadi ceritanya semalam kami tuh janjian mau nonton. Terus nggak biasanya Aji malah telat jemput. Aku manyun, dong!" Salma mereka ulang adegan. Tidak ketinggalan ekspresi manyunnya.

"Lalu?"

"Abis itu, kami jalan. Pas mau sampai di depan mal, dia minggirin mobil dan lihat jam. 'Kayaknya kita udah telat nih, filmnya udah mulai'. Aku tambah manyun, lah!"

Aku kembali tergelak melihat Salma menghayati ceritanya dengan kembali memajukan bibirnya beberapa senti.

"Mau lanjutin, nggak?"

Aku mengangguk sambil memegang perut menahan tawa, "Maaf."

"Terus, tiba-tiba Aji buka pintu dan keluar. Aku kaget, dong! Dikirain Aji mau kabur atau kemana."

Salma sengaja menjeda ceritanya.

"Lalu?"

"Dia ternyata turun buat ngeluarin buket bunga mawar dari jok belakang. Aji jalan muter dan bukain pintu sampingku. Dia berjongkok dengan menekuk satu kakinya ala-ala pangeran dalam film. Sambil memegang box cincin di tangan kanan dan buket bunga di tangan kiri, Aji bilang. 'Salma, kamu mau nikah sama aku?'."

Pipi Salma merona, lalu merambat ke pipiku. Adegan lamaran sederhana yang romantis itu terbayang nyata dalam kepala, seperti ikut hadir menyaksikan di tempat kejadian.

"Wah, so sweet banget!" Mataku melebar sambil memegang kedua pipi.

"Belum selesai ceritanya!"

"Eh ada lagi?" Mataku membulat, tidak percaya.

Salma mengangguk. "Terus dia tanya aku lapar, nggak. Sebenarnya aku nggak begitu lapar, tapi kuiyakan aja. Akhirnya kami pergi ke restoran yang dulu jadi tempat kami jadian. Tahu nggak ada siapa di sana?"

"Siapa?"

"Ternyata keluarga besarnya sama keluarga besarku udah pada ngumpul. Mereka sengaja merahasiakan ini."

"Ya Allah ... ternyata Aji tuh romantis banget! Nggak nyangka. Kamu beruntung dapat laki-laki sebaik Aji." Kurentangkan kedua tangannya sambil mengamati wajahnya yang bersemu merah jambu. "Selamat, ya!" Kupeluk tubuhnya dengan penuh haru yang membuat air mataku jatuh.

"Kamu juga semoga cepat nyusul, ya, Na."

Kulepas pelukannya perlahan sambil melangkah mundur. "Aamiin."

"Kok jadi nggak semangat?"

"Eh? Nggak apa-apa, kok."

"'Nggak apa-apa' gimana?"

Aku kembali duduk di kursiku.

"Suatu hari nanti, Allah akan mempertemukanmu dengan sang jodoh sejati. Makanya jangan terlalu pemilih!" Salma menjawil pipiku.

"Pemilih gimana?"

"Itu Pak Jaya kenapa kamu tolak mentah-mentah saat Prof Rifky promosiin dan bilang dia mau ta'aruf? Apa karena dia nggak sekeren Babang Driver Tamvan?" Giliran Salma yang cekikikan sekarang.

"Bukan. Pak Jaya itu orangnya 'alim banget. Aku nggak pede sama beliau."

"Bilang aja kalau sudah ada seseorang dalam hati yang tidak bisa tergantikan!"

"Apaan, sih?" Aku mengibas tangan dan menggeser kursi ke posisi semula.

"Jadi, kalian udah nggak saling komunikasi lagi?" Salma mulai terlihat serius.

"Sama siapa?"

"Ya siapa lagi? Driver Tamvan kamu, lah!"

"Fathan?" Ada desir aneh saat menyebut namanya. "Sudah dua bulan ini kami memang tidak saling berkomunikasi. Aku hanya sesekali menghubungi Bundanya untuk menanyakan kabar. Lagipula buat apa bertanya kabarnya? Toh, aku memang sengaja tidak ingin berurusan lagi dengannya." Aku mengulas sebuah senyum yang segera disadari oleh Salma jika ada sesuatu yang aneh.

"Hana, jangan bohongi diri kamu sendiri!" Salma menepuk-nepuk  bahuku.

--bersambung--

Jodoh Pasti Kembali [Completed]Where stories live. Discover now