Bab 26

4.2K 419 18
                                    

Salma: Di mana? Barusan ada yang nyari.

Hana: Di kelas. Sudah kuhubungi orangnya, suruh langsung ke sini.

Salma: Siapa? Kayaknya baru lihat.

Hana: Iya, bukan mahasiswa sini. Ada yang mau ditanyain katanya.

Salma: Oke.

Sebuah ucapan salam dan ketukan di pintu yang terbuka membuat kepalaku menengok ke arah suara. Caca sudah berdiri di samping pintu sambil menenteng 2 cup coffee latte.

"Masuk," kataku sambil merapikan meja. "Maaf, tidak apa-apa kalau di sini?"

Gadis dengan cardigan merah bata itu melangkah masuk sambil menyungging senyum. "Nggak apa-apa. Seharusnya aku yang minta maaf. Ganggu, ya?"

Aku menggelang. "Nggak. Nggak ganggu, kok. Kebetulan kelasku baru selesai. Tadi sudah izin dan kelasnya bisa dipakai dulu sebelum mulai kelas lagi."

Caca meletakkan segelas coffee latte di hadapanku. "Ini buat Kakak. Eh aku panggilnya Kakak apa Ibu, nih?"

"Apaan sih? Kakak aja nggak apa-apa. Kalau mau panggil Hana juga nggak masalah." Aku terkekeh.

Setelah duduk dan menyalakan laptop, Caca mengeluarkan catatannya. "Kalau gitu, langsung aja, ya."

Aku mengangguk lalu menggeser sedikit tempat duduk supaya bisa jelas melihat buku catatan yang ada di hadapannya.

Judul skripsi Caca sedikit mirip dengan judul skripsi yang kususun dulu, walau berbeda bidang studi dan pengaplikasiannya. Waktu bertemu di tempat makan beberapa hari lalu, Caca mengeluh jika ada kesulitan saat pengolahan data. Maka, dengan sukarela kutawarkan bantuan jika ingin mendiskusikannya.

Tanpa terasa, tiga puluh lima menit telah berlalu. Sepertinya Caca sudah menemukan letak kesalahannya di mana.

"Akhirnya!" serunya sambil merentangkan kedua belah tangan ke samping. "Dari kemarin dicari belum juga ketemu. Besok sudah mau bimbingan, jadinya malah tambah panik. Makasih, ya, aku jadi lebih paham sekarang." Caca kembali memamerkan senyum dengan lesung pipitnya.

Aku mengulum senyum, lalu menyeruput kopiku sampai tandas.

"Nanti Caca traktir Kak Hana ya, kalau sedang tidak sibuk. Sekarang masih ada kelas, kan?"

Aku mengiyakan. Sekitar lima belas menit lagi kelasku akan di mulai.

"Eh, kalau nggak keberatan, Caca boleh tanya?" Gadis itu membetulkan kerudungnya lalu menatapku.

"Ya?"

"Maaf kalau sedikit lancang. Caca cuma agak penasaran aja sama hubungan Kak Hana dan Kak Fathan. Kalian terlihat dekat, tapi Kak Fathan ngakunya nggak ada hubungan apa-apa."

Aku terkekeh. "Memang nggak ada hubungan apa-apa. Kenapa gitu?"

"Aneh, lho. Padahal Kak Fathan itu paling males kalau harus jemput Caca di mana, gitu. Palingan nyuruh nyari taksi."

"Terus?"

"Iya, kan sore itu Kak Fathan mau jemput Kak Hana. Padahal Kak Fathan kan siangnya ada meeting di Bogor, tapi masih mau jemput Kak Hana ke kampus dulu. Kalau dilihat rutenya sih jadi agak muter, sekalipun lewat jalan tol."

Aku mengernyit. "Ah, mungkin sekalian ada perlu ke mana dulu."

"Tapi aneh aja. Setahuku semenjak Kak Dinda meninggal, Kak Fathan hanya bisa dekat sama Tante dan aku. Itu juga akunya ngekos di Depok, jadi kami jarang ketemu." Caca mencangkolkan tasnya. "Mungkin sekarang Kak Fathan sudah berubah, ya?" Pertanyaannya lebih ditujukan pada dirinya sendiri.

"Ya, mungkin Kak Fathan-nya yang sudah berubah." Aku mengamini.

"Kalau gitu Caca pamit dulu. Terima kasih atas hari ini." Caca hendak mencium tanganku tapi kucegah dan langsung memberikannya pelukan.

"Hati-hati, ya. Bawa mobil?"

Caca mengangguk. "Pinjam mobil Tante," jawabnya sambil nyengir.

Setelah Caca keluar, beberapa mahasiswa masuk ke dalam ruangan. Mungkin karena tadi melihatku sedang serius membahas sesuatu, mereka jadi segan untuk memotong.

Aku masih punya waktu sekitar tujuh menit sebelum kelas di mulai untuk pergi ke toilet.

--bersambung--

Jodoh Pasti Kembali [Completed]Where stories live. Discover now