Bab 19

4.3K 392 3
                                    

Seperti biasa, jadwal hari jumatku akan berakhir sebelum asar, tapi karena memiliki janji temu dengan dua mahasiswa yang ingin mengkonsultasikan acara BEM fakultas, sepetang ini aku masih berada di kampus.

Salma sudah pulang satu jam yang lalu, ketika kami masih mendiskusikan rincian acara. Maklum, saat mahasiswa dulu sebagian besar waktu di luar jam kuliah kuhabiskan untuk berorganisasi, jadi berlama-lama mendiskusikan perihal kegiatan-kegiatan kemahasiswaan bersama para mahasiswa membuatku sedikit bernostalgia.

Sebuah panggilan dari teh Naura menjeda diskusi kami. Tidak lama kemudian, kedua mahasiswa itu pamit undur diri.

Selama tiga hari menginap di rumah, aku tidak bisa menemani kakak dan keponakanku untuk berjalan-jalan. Jadwal kuliah dan tugas yang harus diselesaikan sebelum memasuki jadwal UAS cukup menyita waktu. Hanya di malam terakhir sebelum keberangkatan ke rumah mertuanya saja, kami sempatkan untuk makan malam bersama di luar. Ayah tidak ketinggalan. Restoran yang kami pilih adalah restoran langganan semasa Ibu masih ada.

Sayup-sayup kudengar suara mahasiswa yang baru keluar pada jam mata kuliah terakhir. Mungkin dari ruang kelas di lantai bawah. Kelas reguler di kampus kami berakhir sebelum pukul enam sore. Gegas kurapikan laptop dan semua barang yang tercecer di meja ke dalam tas. Hari ini profesor Rifky tidak masuk, sedang mengisi seminar di luar kota, sehingga hanya aku penghuni yang tersisa di ruangan seluas 5x4 meter ini.

Sebuah telepon masuk dari nomor tante Sofi. Sepekan terakhir kami jarang berkomunikasi.

"Assalamu'alaikum, Tante. Apa kabar?"

"Wa'alaikumussalam warohmatullah. Alhamdulillah, kabar Tante baik. Hana, Tante baru ingat waktu itu Hana pernah bilang kalau Tante mau bikin swiss roll, kasih tau Hana, ya? Karena mau ikut belajar bikin. Tante lupa dan seharian tadi juga sibuk. Sekarang Tante mau bikin swiss roll cheese cake buat acara syukuran tetangga besok. Kalau Hana mau ke rumah sekarang, Tante tunggu. Tante juga cuma berdua sama Bi Suri di rumah. Fathan masih di luar kota."

Percakapan kami saat di kafe pun melintas dalam kepala. Waktu itu tante Sofi bilang suka membuat kue jika sedang senggang, lalu aku menimpali kalau aku juga tertarik untuk belajar membuat kue, tapi belum kesampaian.

"Oh iya, Tante. Kebetulan Hana juga masih di kampus, siap-siap mau pulang. Kalau begitu, Hana mampir dulu ke rumah Tante. Tidak merepotkan, kah?"

"Tidak, tentu saja tidak. Malah Tante senang ada teman ngobrol. Nanti Tante kirim alamatnya, ya."

Setelah sambungan berakhir, tante Sofi mengirimkan sebuah alamat rumah. Jika melihat lokasinya, jarak yang harus kutempuh dari kampus ke rumahnya sekitar 30 sampai 35 menit, saat jalanan tidak terlalu macet.

Di luar dugaan, aku baru sampai di rumah tante Sofi ketika menjelang isya. Kemacetan hampir kutemui di sepanjang jalan karena berbarengan dengan jam pulang kantor, sekalipun melewati jalan tikus.

Saat sampai di depan pagar rumah dua lantai dengan nomor 12A itu, kutelepon tante Sofi. Mengabarkan kalau aku baru sampai.

Tante Sofi mengajakku duduk di ruang tamu bernuansa putih dengan jendela tinggi di beberapa sisi dindingnya, tapi aku menolak dan langsung mengajaknya ke dapur karena tante Sofi pasti sudah menungguku terlalu lama. Lalu aku diajaknya melewati ruang keluarga dan ruang makan untuk sampai ke bagian dapur. Dua fondant icing sugar cake dan beberapa kue kecil tampak sudah berbaris cantik di atas meja makan.

"Ini semua Tante yang bikin?" Mataku berbinar.

"Nggak. Dibantuin Bi Suri," jawabnya sambil tersenyum.

Tante Sofi menjelaskan bahan-bahan yang telah disiapkannya di atas meja berlapis bahan granit itu sebelum menyalakan mixer, beserta tips-tips yang harus kuperhatikan sebelum memulainya. Aku segera mencatat sebelum lupa.

--bersambung--

Jodoh Pasti Kembali [Completed]Where stories live. Discover now