Bab 24

4.2K 405 12
                                    

"Kok tuan putri kita jadi lebih pendiam semenjak diculik babang Driver Tampan, sih?"

Ini bukan kali pertama Salma menggodaku. Hampir setiap hari selama dua pekan terakhir ini, ada saja yang menjadi bahan ledekannya.

"Apa karena tuan putri sudah diabaikan?"

Salma mengaduh ketika lemparan pensilku mengenai sikutnya.

"Silent, please," ucapku sambil terus mengetik, tanpa sedikit pun menoleh ke arahnya.

"Eh, tapi beneran Driver Tampan itu sudah tidak menghubungi kamu?"

"Sudah kubilang, dia bukan driver yang waktu itu kumaksud." Akhirnya aku terpancing juga untuk menanggapi.

"Tapi dia yang nyetir waktu kalian keluar tempo hari, kan? Nggak salah dong kalau dipanggil driver."

Konsentrasiku buyar sudah. Aku menatapnya dengan gemas, sementara Salma malah menaik-naikkan alisnya sambil mengikik geli.

"Ibu Mutia Salma Nabila es-pe-de em-es-ce yang terhormat, apakah Anda sedang kekurangan kerjaan hari ini? Boleh bantu menginput data saja kalau tidak keberatan." Aku menepuk kertas yang masih menumpuk di samping laptop yang terbuka.

Wanita yang mengenakan batik mega mendung merah muda itu terkekeh. "Buru-buru amat mau diselesain lebih awal. Memangnya mau kemana, bu Raihanah es-pe-de em-pe-de yang terhormat?"

"Ada pertemuan penting," jawabku asal.

Sore ini Ayah memang mengajakku untuk makan bersama di luar, tapi bukan hanya berdua. Ajakan tante Sofi semenjak dua pekan lalu, akhirnya kami iyakan sore ini.

"Dengan pangeran berkemeja biru?"

Aku menggeleng. "Dia masih di luar, belum kembali."

"Oh, pantas saja."

"Pantas?"

"Pantas akhir-akhir ini tuan putri jadi sering melamun."

Salma mulai lagi. Mungkin karena jurnalnya yang belum mendapat persetujuan profesor Rifky untuk dipublikasikan, dia mencari pelampiasan. Dan sayangnya, orang terdekat yang berada dalam jangkauannya setiap hari adalah aku. Driver Tampan adalah tema terhangat yang bisa dijadikannya sebagai bahan untuk menyasarku.

Sejujurnya aku masih menebak apa saja yang akan dibahas dalam acara makan bersama nanti. Apa hanya makan malam biasa penyambung tali silaturahim, atau ada maksud lain di baliknya? Kalau ingin bertemu atau mengajakku makan, kenapa harus mengajak Ayah turut serta?

Semenjak pertemuan terakhir kami, Fathan tidak pernah lagi menghubungiku. Begitu pula dengan tante Sofi, hanya sesekali saja menghubungi Ayah.

Aku sebenarnya senang karena kedekatan kami sedikit merenggang akhir-akhir ini. Bukan karena tidak berempati dengan penyakit yang diderita tante Sofi, tapi ingin menghindari trauma yang sempat dialami oleh Ayah saat kehilangan Ibu dulu. Ayah bahkan sempat tidak mau berbicara selama satu pekan, saat dokter yang melakukan operasi mengabarkan jika nyawa Ibu tidak tertolong.

Tidak terbilang banyaknya obat dan panjangnya jadwal kemoterapi yang Ibu jalani, Ayah masih bisa bertahan dan berusaha terlihat kuat. Namun, saat Pemilik Nyawa mengambil Ibu dari kami, Ayah rapuh dan roboh.

"Sepulang dari Thailand nanti, saya akan mengajak Bunda berobat ke Singapura dan mungkin akan menetap di sana untuk beberapa waktu." Ucapan Fathan siang itu masih terekam jelas dalam kepala. "Saya ingin fokus dengan pengobatan dan pemulihan Bunda, jadi sementara itu saya tidak akan mengijinkan laki-laki lain dekat dengan Bunda."

Proses pengobatan yang tidak pendek tentu bisa menguras emosi, jika tidak diimbangi dengan rasa penerimaan dan kepasrahan akan hasilnya nanti. Sebaiknya Tante dan Fathan lebih memfokuskan diri untuk proses pengobatan nanti.

Apakah Tante dan Ayah ingin membahas soal perjodohan?

Aku buru-buru menghapus kemungkinan itu dari pikiran. Selama ini kami hanya berkomunikasi seperlunya saja. Lagipula, sikapnya yang selalu dingin setiap kali bertemu, terkecuali pertemuan terakhir yang sedikit mencair, membuatku berpikir bahwa Fathan tidak pernah memiliki perasaan spesial terhadapku.

Ayah juga tidak pernah memperlihatkan gejala yang aneh. Hanya sekali saja ia bertanya apakah aku sedang memiliki hubungan istimewa dengan seseorang, yang segera kubantah.

--bersambung--

Jodoh Pasti Kembali [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang