Bab 30

5.3K 623 29
                                    

"Hana, besok siang mau ada tamu istimewa. Tolong besok pagi kamu masak, ya. Ayah barusan belanja."

Kepalaku melongok ke arah pintu yang masih terbuka. Ayah membawa masuk dua kantong penuh belanjaan dan masih tergeletak satu kantong besar lainnya di teras.

"Tamu istimewa? Siapa?" Dahiku mengernyit, tapi tetap beranjak membawakan kantong yang tertinggal di luar.

Apel, jeruk, anggur, lemon, jahe, kunyit, brokoli, jagung, wortel, daun bawang, selada, jamur, dan ada beberapa sayuran lain yang tidak sempat kuintip di dalamnya kutenteng ke dalam.

"Ada acara apa besok?" tanyaku masih penasaran. Padahal pertanyaan tadi saja belum Ayah jawab.

"Silaturahim." Ayah menjawab pendek, tapi binar di matanya tidak dapat menyembunyikan perasaannya saat ini.

Apa orang itu benar-benar spesial buat Ayah?

"Buatkan saja yang istimewa sebisa Hana, ya. Itu bahan-bahannya bisa dilihat dulu mau dibuat jadi apa."

Kutepuk dahi sambil berjalan mengekorinya. "Jadi Ayah belanja sebanyak ini tidak tahu mau dimasak apa?"

"Tadi Ayah asal comot saja apa yang dilihat." Ayah terkekeh. 

Kukemasi belanjaan yang sudah Ayah keluarkan dari dalam kantong di atas meja makan. Aku memijit kepala saat melihat fillet ayam, iga sapi, daging sapi cincang, cumi, udang, dan ikan nila berjejalan di dalam freezer.

"Kenapa Ayah tadi nggak bilang dan ajak Hana kalau mau belanja?"

"Mendadak. Baru dikabari tadi sore. Kalau nunggu Hana dulu, bisa kemalaman pulangnya," jawab Ayah santai. "Jadi, malam ini mau buat kue apa?"

"Kue?" Belum reda dari keterkejutanku, Ayah sudah menambah jumlah bintang-bintang yang berputar dalam kepala. "Kuenya besok Hana pesan di toko langganan saja, ya?" Kupasang wajah memelas.

"Kalau pesan, jadinya nggak istimewa."

Aku hendak protes, tapi Ayah sudah beranjak menuju carpot.

Kuhela napas panjang dan mengeluarkannya secara perlahan, lalu mengulanginya selama beberapa detik, sampai merasa lebih tenang.

Tenang, Hana, rileks! Kamu pasti bisa! Cuma bikin kue dan masak, kan? Gampang! Lihat saja resepnya di internet!

Setelah lama mematung di depan ponsel pintar dan sibuk menggulir layarnya, akhirnya kuputuskan untuk membuat brownies, puding susu, dan tahu isi. Melihat bahan yang akan kugunakan tidak semuanya tersedia dalam belanjaan Ayah dan stok di rumah, aku segera pamit untuk membeli sisanya di mini marke depan kompleks perumahan.

Mulutku menguap sambil merentangkan belah kedua tangan saat kulihat jam yang tergantung di dinding menunjukkan pukul satu malam. Mataku menjadi kesat saat melihat tumpukan panci dan peralatan lainnya di atas bak cuci piring menunggu untuk dicuci setelah kugunakan untuk membuat brownies dan puding.

Kenapa tamu datang di saat Mak Sani besok libur?

***

Pertarunganku di dapur belum berakhir, karena menu makan siang yang sudah kususun baru akan dieksekusi pagi ini.

Rasanya ingin menangis, tapi sepertinya percuma. Sempat terlintas untuk meminta bantuan Salma, tapi wanita yang sudah bertunangan itu pasti telah memiliki rencana lain untuk dilakukannya di akhir pekan seperti ini.

Sambil menumis bumbu sop iga sapi, mataku bulak-balik mengecek resep capcay seafood di sebuah laman situs resep daring. Aku harus cepat menyelesaikan semuanya sendirian.

Masakan hampir terhidang semua di meja makan, saat bel pintu berbunyi. Ayah bergegas membuka pintu, sementara kulanjutkan menggoreng ayam fillet tepung di wajan penggorengan.

Kusambar kerudung kaos yang kusampirkan di sandaran kursi makan, takut-takut tamu yang datang berkeliling ke arah dapur tanpa kusadari.

Saat suara yang sepertinya kukenal masuk ke ruang tamu, kepalaku menengok ke arah sumbernya. Seketika itu juga kurasakan tubuhku mematung.

"Maaf jadi merepotkan, ya?"

Suara Tante Sofi membuat kesadaranku kembali perlahan. Tubuhku sedikit terhunyung dan menyadari bahwa baju daster yang kukenakan belum sempat kuganti. Aku bahkan masih memegang spatula dan mengenakan celemek, ketika tiba-tiba wajah Fathan ikut muncul di balik pintu dan mata kami bersirobok beberapa saat.

Mata cokelat dengan rongga mata yang dalam itu berhasil menghipnotisku. Sebuah senyum dilepaskannya.

Sontak kubetulkan kerudung yang ternyata miring beberapa senti ke kanan.

"Hana, apa ada yang gosong?" Pertanyaan Ayah mengingatkanku bahwa tugas memasak belum selesai.

Buru-buru kuhampiri penggorengan dan mendapati fillet ayam tepungku sudah berubah menjadi cokelat kehitaman. Segera kuangkat dan mematikan kompor.

Apakah tamu istimewa yang Ayah maksud itu adalah Tante Sofi?

--bersambung--

🌸🌸🌸

Dear Reader,

Terima kasih atas komentar di part sebelumnya. Saya sangat senang mendapat banyak apresiasi, bahkan dari beberapa akun yang sebelumnya belum pernah meninggalkan komentar. 😍

Baiklah, Bab 30 ini merupakan bab terakhir. Artinya, part berikutnya adalah part terakhir di work ini.

Untuk itu, supaya tahu siapa saja yang telah membaca JODOH PASTI KEMBALI, saya akan mengunggah part terakhir jika telah mendapat 100 vote lebih di part ini.

Cukup mudah kan, ya? 🤭

Jadi, yang biasanya hanya silent reader, khusus hari ini boleh memberikan vote (bintang) supaya ceritanya bisa segera update lagi.
😆😅😁

Terima kasih.







Jodoh Pasti Kembali [Completed]Where stories live. Discover now