Bab 7 | 2

4.6K 385 5
                                    

Kudekap buku harian ibu dan segera membawanya menuju kamar, sebelum air mataku menganak sungai. Tanpa banyak berpikir lagi, kubuka buku agenda bersampul biru itu pada bagian terakhir saat membacanya.

Sabtu, 15 September 1984

Aku menarik napas panjang sebelum melanjutkan membaca.

Pagi ini aku dikejutkan oleh kedatangan Sofi. Dengan wajah berantakan dan kantung mata yang menghitam, dia langsung menghambur ke dalam pelukan saat kutemui di ruang tamu. Terus terang, aku sangat panik waktu itu. Memikirkan yang tidak-tidak.

"Ada apa? Apa kalian sedang bertengkar? Atau, ada yang terjadi dengan Ilham?"

Sofi hanya menggeleng di sela tangisnya. "Aku tidak bisa menerima lamaran Ilham!" Tangisnya kemudian semakin pecah.

Keterkejutan yang belum reda akibat kedatangannya yang tanpa diduga, bertambah-tambah. Apakah aku tidak salah dengar? Tapi, tak lama kemudian Sofi kembali mengonfirmasi bahwa ia tidak bisa menerima lamaran Ilham karena mendapat tentangan dari keluarga besar, terutama neneknya.

Bagaimana bisa keluarga besarnya menentang hubungan mereka, padahal Sofi dan Ilham sudah berpacaran semenjak SMA? Bukankah seharusnya mereka sudah saling memperkenalkan diri kepada keluarga masing-masing?

"Keluarga nenek masih memegang prinsip untuk tidak menikahkan putri atau keturunan mereka dengan laki-laki berdarah Sunda." Sofi menjelaskan dengan terbata.

Ah, aku memang pernah mendengar larangan itu ada, semenjak raja Majapahit--Hayam Wuruk--gagal mempersunting putri raja Padjajaran--Dyah Pitaloka. Kukira itu hanya mitos, ternyata ada yang mempercayai dan memegang prinsipnya sampai sekarang.

"Jadi, dari dulu keluarga nenek menentang hubungan kalian?"

Sofi mengangguk, menyesalinya.

Aku mengeratkan pelukan. Sofi sepertinya masih terguncang.

"Tolong aku, Zahra," bisiknya lirih kemudian.

Apa yang bisa kulakukan?

"Aku tidak tahu harus berkata apa pada Ilham. Hari ini keluarganya akan datang melamar pada keluargaku. Awalnya ayah tidak mempermasalahkan perbedaan suku itu, tapi nenek sangat menentang dan sekarang beliau sedang sakit keras. Ayah tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain menurut."

Aku mengusap-usap punggungnya. Bahunya masih berguncang, naik-turun.

"Dari awal aku tahu kalau nenek memang tidak akan setuju, tapi aku memaksakan diri dan mencoba untuk membujuknya secara perlahan." Sofi masih mencoba menjelaskan. "Tapi sepertinya sekarang aku harus menyerah, melihat kondisi nenek yang sudah mengkhawatirkan. Jika aku tetap berkeras, aku takut hal buruk akan terjadi. Sakit nenek bisa semakin parah, apalagi dengan darah tingginya."

Tanganku kembali mengusap-usap punggungnya.

Jadi, selama mereka berpacaran neneknya sudah tidak setuju dari awal. Setelah tangisnya reda, Sofi juga menjelaskan kalau selulus SMA dan tinggal bersama pakdenya di Jogja, neneknya menyangka kalau hubungannya dengan Ilham sudah berakhir.

"Bantu aku untuk menjelaskannya pada Ilham, Zahra. Aku tidak sanggup."

Aku menghela napas panjang sambil berpikir. "Maaf Sofi, tapi menurutku Ilham harus tahu sendiri dari mulutmu. Bagaimana perasaannya jika dia mengetahuinya dari mulutku?" Hanya itu yang bisa kusampaikan.

Sofi termenung lama. Setelah memperbaiki duduknya, akhirnya dia memutuskan untuk langsung menemui Ilham.

"Aku akan bantu meneleponnya jika kamu tidak mau menemuinya di rumah."

Aku segera menekan nomor rumah Ilham. Saat tersambung dengannya, aku bilang Sofi ingin bertemu, tapi tidak di rumah. Akhirnya Ilham menyebutkan lokasi sebuah tempat.

"Maaf, aku tidak bisa membantumu banyak. Tapi, nanti biar kuantar," kataku pada Sofi.

Tapi Sofi menggelang. "Tidak. Kamu benar, masalah ini harus kuselesaikan berdua, tidak seharusnya melibatkanmu. Aku akan pergi sendirian ke sana."

Sebenarnya aku begitu khawatir, tapi Sofi tetap melarangku.

"Aku tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini, tapi kuharap kamu bisa tetap ada di samping Ilham, untuk menguatkannya." Itulah pesan terakhir Sofi sebelum pamit.

Setelah itu, aku tidak tahu apa yang terjadi. Apakah mereka benar-benar bertemu dan apa saja yang mereka bicarakan. Yang pasti, selepas kedatangan Sofi ke rumah, aku belum bisa menghubungi Ilham lagi sampai malam ini.

--bersambung--

Jodoh Pasti Kembali [Completed]Where stories live. Discover now