Bab 26 | 2

4.1K 459 19
                                    

Kugigit apel sambil memeriksa surel yang masuk, setelah mendaratkan tubuh di atas sofa. Ada beberapa pesan penting yang segera kubalas. Belum selesai mengetik balasan, sebuah panggilan video masuk.

Sontak kutegakkan tubuh dengan mata yang mengerjap saat mengeja nama yang tertera di layar. Kak Fathan Tante Sofi.

Napasku seketika tersenggal, karena kunyahan apel yang belum sempat tertelan. Beruntung gelas air mineral bisa segera kuraih di atas meja.

Untuk apa malam-malam Fathan telepon sampai video call? Apa salah pijit, atau ... ada sesuatu yang penting?

Setelah menyambar kerudung sekenanya dari gantungan belakang pintu kamar, kugulir ikon berwarna hijau ke atas.

Telepon tersambung. Foto profil Fathan di layar pun segera berubah.

"Assalamu'alaikum. Maaf, Kak malam-malam. Halo? Kak Hana? Kak Hana baik-baik saja? Kok wajahnya pucat?"

Caca mendekatkan wajahnya ke kamera.

Duh, Caca! Bikin orang jantungan aja!

"Wa'alaikumussalam. Oh Iya, Caca. Gimana? Ada apa?" Aku berusaha menormalkan suara.

"Beneran Kak Hana sehat? Tadi wajahnya pucat banget, lho." Caca menahan senyum.

Awas saja. Kalau dekat, sudah kucubit kamu, Caca!

"Oh iya Caca lupa," ucapnya lagi. "Apa mungkin karena Caca pakai HP nya kak Fathan, ya? Jadinya Kak Hana kaget."

Kenapa masih dibahas, sih, Caca?

"HP Caca tadi mati. Sekarang lagi di charge di kamar. Jadinya pinjam HP Kak Fathan, mumpung orangnya lagi nganggur."

Mode kamera pun diubah menjadi kamera belakang yang digerakkannya hingga menangkap sosok Fathan yang sedang menyandarkan kepala di sandaran sofa dengan mata terpejam.

"Ini mau siaran live?"

Bukannya tersindir, Caca malah terbahak.

"Eh iya lupa. Tadi Caca mau nanya. Ini udah benar begini hasilnya?"

Caca mulai bisa mengontrol diri, lalu memperlihatkan sebuah tabel dan angka hasil hitung pada laptopnya.

Aku mengerutkan kening karena harus sedikit bekerja keras untuk bisa membacanya dengan jelas.

"Iya, kayaknya sudah batul."

"Kalau yang ini?"

Caca memperlihatkan halaman lainnya. Aku kembali membaca pelan-pelan sebelum menjawab.

"Redaksinya saja yang agak sedikit diperbaiki, karena takutnya jadi salah persepsi."

"Oh, oke," jawabnya. "Sebentar Caca ganti dulu, biar Kak Hana langsung koreksi."

Suara Caca kemudian menghilang, berganti suara ketikan pada keyboard. Aku menunggunya sambil meraih kembali apel yang tergeletak di meja.

Dua menit kemudian, Caca memperlihatkan hasilnya.

"Oke, sudah bagus. Langsung di-save saja. Ada lagi?"

"Sudah."

Mode kamera kembali diubah menjadi kamera depan. Namun, sekali lagi aku hampir tersedak ketika mendapati kepala Fathan sudah berada di belakang Caca.

Sejak kapan?

Caca meninju lengan Fathan supaya menjauh. Mungkin sedikit risih ketika tahu sepupunya menguping.

"Oke Kak Hana. Makasih banyak, ya. Maaf Caca udah gangguin lagi. Soalnya Caca bingung mau nanya sama siapa. Hehe."

"Iya, sama-sama. Lain kali kalau mau video call bilang-bilang dulu, ya," tegurku halus. Caca hanya mengangguk.

"Kalau gitu, Caca tutup dulu, ya. Eh mau ngobrol sama Kak Fathan dulu?"

Caca hendak mengarahkan kembali ponsel pada Fathan, tapi segera kucegah.

"Eh, nggak usah, Ca. Sudah malam! Assalamu'alaikum."

Segera kututup panggilan sebelum Caca kembali berulah.

--berambung--

Jodoh Pasti Kembali [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang