Chapter 50: Go?

68.5K 5.1K 690
                                    


Letta menghela nafasnya. Kalau begini, apa bedanya ia tinggal bersama Sean. Sama saja. Karena pada ujungnya, Letta sama sama dipasung. Lihatlah bagaimana kedua kakinya dirantai oleh Allarich.

Allarich yang sedang duduk disudut ruangan terus menatap Letta tajam. Pria itu sedang merajuk karena tadi dia tak sengaja melihat Letta tersenyum manis pada penjaga kebun. Dan berakhir dengan pria itu yang mengamuk dengan memasung Letta.

Allarich terus menukik senyum kebawah mengingat bagaimana senyuman yang Letta berikan pada si penjaga kebun itu sangat sangatlah manis mengalahkan madu dan gulali.

"Dasar centil." gumam Allarich yang bisa didengar oleh Letta. Letta langsung melirik Allarich. Melihatnya Allarich langsung membuang muka.

Letta menatap Allarich tak percaya "Apa hah apa? ulangi sekali lagi. Kau bilang aku centil?"

Melihat Letta yang marah padanya Allarich langsung menunduk dalam dalam "Kau memang centil. Bahkan sebelum kita bertemu kau memang sudah sangat centil." gumam Allarich lagi.

Letta bersedekap dada sambil menatap Allarich nyalang "Oh kau benar sekali tampan. Aku memang sangat centil. Kenapa tak sekalian saja kau bilang aku ini juga sangat jalang." Allarich langsung mendongak lalu menggeleng cepat.

"Memang, aku ini memang sangat centil dan jalang. Kau ingin melihat bagaimana jalangnya aku? baiklah lihat nanti, aku akan pergi ke klub malam dengan menggunakan lingerie." seru Letta sambil mengalihkan pandangannya ke arah luar kaca jendela.

Allarich tertawa mendengarnya "Kenapa jadi tertawa?" gumam Letta sambil mempoutkan bibirnya.

"Kau ingin ke klub dengan perutmu yang buncit itu? hahahaha." gelak tawa langsung memenuhi ruangan ini. Allarich tertawa sambil memegang perutnya. Didalam otak Allarich terus membayangkan bagaimana perut buncit Letta menari di bawah kemerlap lampu. Bagaimana perut bulat itu bergoyang "HAHAHAHAHAHAH."

Melihat Allarich tertawa dengan sangat manis. Dan tampak sangat bahagia. Membuat pipi Letta bersemu merah. "Kenapa dia jadi sangat tampan."

Letta ingin mendekati Allarich tuk memeluk dan mencubit pipi pria itu. Suara gemerincing rantai yang salin beradu pun terdengar. Melihat Letta yang mendekat padanya Allarich langsung merentangkan tangannya siap menerima pelukan dari istrinya yang cantik.

Tapi, Allarich langsung melebarkan matanya saat dilihatnya tubuh Letta tiba tiba merosot ke lantai. Dengan sigap Allarich langsung mendekati Letta.

"Le Letta kenapa? a apa kau ingin melahirkan? ya ampun sayang bukannya masih ada waktu sebulan lagi?" tanya Allarich dengan paniknya.

"Hiks hiks Alle sakit." Letta  memegang kuat dada kirinya.

Allarich langsung membuka kalung miliknya dengan tergesa gesa. Di kalung tersebut ada kunci yang merupakan kunci dari rantai kaki yang mengikat pergerakan bebas si Letta. Ia meletakkan kunci di kalungnya agar Letta tak bisa mengambil kunci tersebut.

"Bukan Alle bukan perutku yang sakit tapi tapi disini." Letta menunjuk pada dada kirinya "Sakit Alle sakit."

"A Apa?! maksudmu jantungmu yang sakit?" Letta mengangguk "Maafkan aku All. Aku merahasiakan ini, aku hanya tak ingin kau khawatir. Sejujurnya sejak kecil sakit ini memang sudah ada pada tubuhku. Ta tapi aku fikir ini tidak berbahaya. Dan akhh- hiks hiks sakit All sakit."

Allarich langsung menggendong Letta ala bridal style "Aku membencimu Letta. Aku sangat membencimu, kenapa kau tak bicarakan hal ini dari dulu."

Di dalam gendongan Allarich Letta tersenyum mendengar ucapan pria itu "Aku juga sangat mencintamu Baby Alle." Perlahan kelopak mata Letta tertutup, mungkin wanita itu sudah tak sanggup menahan rasa sakit yang dideritanya.

Allarich mengeraskan rahangnya. Pria itu semakin mempercepat langkahnya mendekati garasi mobil. Tuk pergi menuju rumah sakit.

***

Allarich menatap dokter didepannya dengan mata yang memerah marah. Tangan Allarich mencengkram dengan erat kerah baju dokter malang tersebut.

"Bagaimana keadaan istri dan anakku?" tanya Allarich dengan suara deepnya.

Dokter tersebut memegang dagunya sendiri memasang tampang berfikir "Begini Tuan, menurut diagnosis penyakit yang diderita Mrs.Hunter memberikan efek samping pada kesehatan jantungnya. Sedikit saja suhu tubuh nyonya Letta turun maka jantungnya akan terasa sangat perih bagai ditusuk seribu jarum. Sepertinya nyonya Letta memiliki kelainan gen."

"Ditambah lagi sistem imun dalam tubuh nyonya Letta sangat lemah dan tubuh nyonya Letta selalu menolak dengan perubahan-"

Prangg

Allarich memukul kaca jendela disampingnya menggunakan tangannya sendiri. Sehingga tangannya pun mengeluarkan banyak darah.

"Katakan intinya." ucap Allarich dengan volum suara yang sangat rendah.

"Ja janin dalam tubuh nyonya Letta harus segera dikeluarkan dan-" dokter tersebut menjeda kalimatnya "Dan nyonya Letta harus segera mendapatkan jantung baru atau tidak nyawanya hanya tinggal hitungan bulan saja."

Allarich langsung mendongakkan wajahnya menatap dokter tersebut. Dokter tersebut sempat tertegun melihat wajah pucat Allarich. Sungguh pemandangan yang langka.

Tangan Allarich bergetar hebat "Ka kalau begitu,"

"APA YANG KALIAN TUNGGU! SELAMATKAN NYAWA ISTRIKU!! AKU AKAN MEMBERIKAN 3 JANTUNG PADA KALIAN MALAM INI!"

Para staf dan dokter lainnya tampak kaget mendengar bentakan Allarich yang menggelegar.

"Tenang dulu tuan. Sebenarnya operasi yang akan dilakukan ini sangat sulit. Nyonya Letta sebelumnya pernah menerima catatan transplantasi ginjal dan sekarang dia akan melakukan transplantasi jantung. Apalagi dia sekarang sedang mengandung tentu dia tak akan melahirkan secara normal. Pembedahan yang akan dilakukan tentu sangatlah besar. Kasus ini sangat langka kami lakukan." seru dokter satu lagi.

Semua dokter disana membungkuk hormat pada Allarich "Jadi maafkan kami Tuan, jika akhirnya operasi ini gagal dan nyonya Letta tak bisa diselamatkan. Karena persentase keberhasilan operasi hanyalah 15%"

"Tuan bisa memilih dari sekarang. Apa tuan ingin operasi transplantasi ginjal nyonya Letta dilakukan atau tidak. Jika tidak, seperti yang saya jelaskan tadi. Nyawa nyonya Letta hanya tinggal hitungan bulan saja."

"Namun jika iya. Emm...kami hanya bisa melakukan yang ter-."

"Diam." gumam Allarich. Dokter itu pun langsung memberhentikan ucapannya. Dan menutup rapat rapat mulutnya. Rasanya Allarich benar benar tak sanggup mendengar kalimat selanjutnya yang akan keluar dari mulut si dokter.

Tatapan Allarich tertuju pada lantai yang dingin. Tatapan mata itu tampak begitu hampa dan kosong seperti tak ada kehidupan disana "Selamatkan bayiku. Keputusannya nanti."

Setelah itu Allarich berbalik dan pergi keluar dari rumah sakit. Ia berjalan dengan tertunduk ke lantai dan dengan bibir yang hanya berbentuk garis tipis.

Rasa kecewa di dalam hatinya sangat besar pada Letta. Namun rasa sesak juga bertumpang tindih dengan kekecewaan yang ia rasakan. Seandainya dulu Letta memberitahunya mengenai penyakit jantung ini.

Ya seandainya Letta memberitahukannya, pasti Letta akan baik baik saja juga mereka bisa terus tersenyum dan berbahagia sepanjang hari.

Dan pasti ia tak akan diberi pilihan yang ujung ujungnya kematianlah yang akan Letta dapatkan.

Allarich mendudukkan dirinya disebelah pohon rindang. Matanya masih menatap kosong lurus ke depan. Kepalanya dibiarkam bersandar pada batang pohon tersebut.

Semilir angin malam menyapu wajahnya. Semilir yang membawa rasa sakit dan sesak yang Allarich rasakan.

Allarich tiba tiba tersenyum sinis
"Mati saja Letta, setitikpun aku tak perduli." gumam Allarich dengan suara seraknya.

Crazy Without You Место, где живут истории. Откройте их для себя