Part 06

74 33 161
                                    

Happy reading! Oh ya, njan lupa follow me and vote and coment, yak. Tengkyu.
Eh, happy reading :)

Setelah mengetahui hal tersebut dari Ayumi, Arata memasang raut serius dan berkata di dalam hati, "Sepertinya itu adalah mereka." Arata mengeram dan mengepalkan tangannya.

"Apa kau marah karena karena aku baru memberitahu hal ini padamu, Kak Arata?" Wajah Ayumi sedih dan memaklumi hal tersebut.

Sudah sewajarnya hal serius dan sepenting itu dikatakan secepatnya. Tapi, Ayumi malah menutupinya agar tidak diusir oleh Arata. Hal itu dilakukannya karena merasa tidak punya pilihan lain. Dia takut diusir dari rumah Arata sebelum sempat sampai ke kantor polisi ini.

Arata tersendak dan merasa bahwa dirinya telah membuat Ayumi salah paham. "Eh, nggak kok. Aku tidak apa-apa, Ayumi. Lalu, bagaimana dengan dua orang bodyguard yang mengalihkan perhatian mereka? Apa mereka selamat?"

"Aku nggak tahu. Saat itu aku cuma bisa berdiam sampai kamu datang di sana menolongku, Kak," jawab Ayumi.

"Bagaimana, Pak?" tanya Arata.

Terlihat polisi tersebut masih bimbang untuk mengambil sebuah keputusan.

"Maaf ya, Arata. Pihak polisi juga masih belum bisa menyentuh mereka. Untuk melapor ke kantor pusat, perlu bukti yang cukup kuat. Tapi, bukti selalu sulit didapat dan para saksi selalu ditemukan dalam keadaan meninggal sebelum ditanyai."

"Hah, bagaimana sih, Pak. Mereka sudah jelas menjadi biang keladi masalah di kota ini 'kan, Pak?! Sudah saatnya organisasi mereka ditindaklanjuti secara hukum."

Arata menjadi jengkel dengan kelembekan pergerakan kepolisian. Apalah daya, mereka cuma warga biasa yang tidak punya wewenang. Kemungkinan kekuatan tempur musuh sangat kuat dan bahkan polisi sekali pun tidak berani menyentuh mereka secara sembarangan.

"Maaf, Nak Arata, Nak Ayumi." Bapak polisi tersebut tidak dapat menolong dan berwajah lusuh. Dia terlihat juga kecewa dengan dirinya serta kepolisian yang tidak dapat menegakkan keadilan dengan baik.

"Baik, Pak. Terima kasih ya, Pak." Ayumi langsung murung dan pasrah. Dia tidak tahu lagi harus berbuat apa sekarang. Pikirannya benar-benar gelap seakan tidak ada harapan lagi untuk dirinya bisa selamat.

"Lah, kamu kenapa terima aja. Ini masih bisa dilanjutkan. Pak, saya mohon lakukan sesuatu untuk mereka--" Ketika Arata masih mencoba membujuk polisi untuk menindaklanjuti dan membantu Ayumi, tiba-tiba Ayumi memegang pundak Arata. Hal itu seakan mengisyaratkan cukup untuk Arata memaksakan keinginan kepada bapak polisi tersebut.

"Apa benar tidak ada yang dilakukan polisi untuk membantu gadis ini, Pak?" tanya Arata lagi.

"Untuk saat ini terlalu berbahaya bertindak gegabah, bahkan beberapa polisi sudah hilang tanpa jejak ketika menindaklanjuti soal mereka. Maaf, bukan menakuti kalian, sebaiknya kalian bersembunyi dan menunggu kondisi benar-benar membaik. Kami masih berusaha untuk melakukan hal yang terbaik," jelas polisi yang bertugas tersebut.

"Sebaiknya nanti aku tanyakan ke paman," batin Arata.

Oh iya, sebenarnya Arata kenal baik dengan seorang kepala polisi tersebut. Hal itu karena polisi tersebut merupakan teman baik almarhum ayahnya saat beliau masih hidup. Ayah Arata adalah seorang polisi yang cukup disegani di kota tersebut.

Ayumi dan Arata keluar beriringan menuju pintu kantor polisi tersebut. Saat Arata menoleh, tampak raut sedih dan pasrah dari wajah Ayumi yang menunduk, mengisyaratkan bahwa dia tidak tahu lagi harus bagaimana dan terpaksa menerima nasib yang akan menerpanya.

Setibanya di halaman depan kantor polisi, Ayumi malah melakukan hal anen. Bukannya ikut ke arah parkiran bersama Arata, dia malah lanjut keluar pagar sendirian.

The Cage Destroyer HeroWhere stories live. Discover now