19

15 10 4
                                    

Happy reading!

==============

Ichiro lagi-lagi mengantarkan Arata pulang dengan sepeda motor Arata. Berbeda dari sebelumnya, kini kesadaran Arata cukup bagus walau cuma letih berlebih yang ia rasakan.

Dan juga Ichiro mau mampir kembali ke rumah Arata. Mumpung Asami juga ada di dalam.

"Oh iya, Paman. Aku jadi teringat. Paman emang tinggal di hutan itu atau dekat hutan belakang ramen itu?"

"Bukan, Nak. Tempat tinggal di komplek yang berada di antara rumahmu dan sekolah. Lebih tepatnya di sebuah gang kecil di sana."

"Oh, gitu Paman. Paman pakai apa ke hutan itu?"

"Oh, tadi pagi berlari."

"Hm, lalu, apa Paman dijemput kemaren malam?"

"Tidak juga. Paman memakai motormu. Lalu, ketiksa pagi, pagi sekali, aku mengantar motormu ke sini, kemudian berlari ke hutan itu membuat pondok."

"Hm, baiklah, Paman."

Sesampainya di rumah, Arata melihat tiga alas kaki di depan pintu masuk. Ia menduga akan sulit menjelaskan situasi ini pada orang yang telah dianggap seperti kakaknya sendiri.

Dirinya memasuki rumahnya sendiri dengan perasaan sedikit bingung. Namun, Ichiro terus saja mendorongku untuk segera beristirahat ke kamar.

Di ruang tamu, sudah duduk tiga wanita yang tidak seusia itu. Baru saja Arata muncul, mereka sudah menatap fokus kepada Arata. Seakan-akan, Arata sudah ditunggu sejak lama oleh mereka.

Mata Yuka terlihat sangat tajam. Dia seakan meminta penjelasan mengenai siapa wanita satu lagi ini. Arata paham betul bahwa dia perlu menerangkannya.

"Wah, rame, nih," ujar Arata.

Sosok lain datang menyusul di belakang Arata. Dia adalah Ichiro. Diri Ichiro yang telah menyelamatkan Ayumi, membuat Ayumi menjadi gemetar dan bergerak berlari ke arah Ichiro.

"Paman!" Ayumi memeluk erat tubuh Ichiro dan menangis dengan deraian air mata di wajah.

Sontak, membuat semua yang melihat, termasuk Ichiro tidak menyangka.

'Eh, Ayumi kenapa sampai menangis begitu? Apa dia sedang berakting, ya? Hebat banget, sih. Udah kayak film aja,' batin Arata.

Padahal Ayumi sebenarnya benar-benar dalam keadaan bersyukur kalau Ichiro dan Asami benar-benar berhasil selamat dari pengejaran brutal waktu itu.

'Apa yang baru saja terjadi? Kenapa Ayumi sebegitu menangisnya, ya? Apa mereka sudah lama tidak bertemu atau Ayumi itu anak yang cengeng, ya?"

"Ar, kamu gak salam sama Tante?"

Arata kaget mendengar seruan rekan Ichiro itu. Kecurigaan Arata terhadap Ayumi yang sedang berakting itu pun seakan semakin yakin bagi Arata.

"Baik, Tante," balas Arata.

Kakinya dapat melangkah ke Asami, namun tangannya susah sekali untuk terangkat. Tiba-tiba, seorang pria sudah mencium punggung tangan Asami.

Asami yang kaget dengan tingkah Ichiro langsung mengkarate kepala Ichiro. Sakit yang dihasilkan bukan main sehingga Ichiro terkapar ke bawah.

Dalam keadaan ini, hawa keberadaan yang lain menjadi sebuah keluarga. Yuka yang di sana mulai mempercayai kalau Arata kedatangan kerabat jauh. Banyak sekali pertanyaan dibenaknya hingga dirinya bingung mulai dari mana.

Akan tetapi, Yuka merasa ini bukan waktu yang tepat untuk bertanya kepada Arata. Mungkin dia akan bertanya lain waktu atau juga bertanya kepada kakeknya yang dekat dengan keluarga Arata.

"Ada apa, Yuka?"

Atensi mata semua orang tertuju kepada Yuka. Melihat orang-orang baru ini membuat Yuka sempat lupa akan tujuannya ke rumah Arata untuk memastikan kebonyokan wajah Arata itu. Diamati kembali wajah Arata. Benar saja, dia terlihat bonyok.

"Wajahmu kenapa, Arata? Kamu habis berkelahi?"

Pegal dengan agak sakit di tangan Arata membuat dirinya lupa akan luka bonyok yang mulai membaik.

"Oh, ini. Aku habis latihan berkelahi kok." Arata jelas berbohong.

"Hah?" Yuka berpikir dengan siapa dia latihan berkelahi. Kemudian, sorot tajam diarahkan kepada Ichiro.

"Bapak jangan terlalu keras dong sama Arata. Itu berlebihan tau?! Sampe bonyok gitu ...!"

Reaksi Yuka tidak salah dan logis. Sebagai seorang teman dekat semenjak kecilnya Arata, dia tahu betul kalau Arata lumayan pemalas dalam berolahraga maupun berkelahi dan cari gara-gara. Ichiro yang dituduh pun hanya bisa melongo.

"Bukan kok. Aku cobain gelut sama preman di jalan. Hahah ...." Raut wajahnya tersenyum terpaksa. Dengan wajah bonyoknya terlihat seperti senyum tersiksa.

"Hah? Yang benar yang mana, sih?"

"Hoah, mengantuknya. Aku mau tidur dulu." Ichiro bangkit dan berjalan menuju kamar Arata.

"A--aku juga," sambung Arata, "hoam." Kuapannya seperti dibuat-buat.

Arata dan Ichiro menghilanh ke dalam kamar dan keadaan ruang itu hening tak bersuara beberapa saat. Namun, sesekali Ayumi terisak menahan ingusnya karena habis menangis sungguhan.

"Apa kau mau menginap?" tanya Asami kepada Yuka.

Yuka kaget dan menjawab, "Eh, gak, Tante. Lain kali aja, hehe. Aku pulang dulu, Tante."

"Okey." Punggung tangan Asami disalami juga oleh Yuka

Hari baru menunjukkan jam 5 sore. Arata dan Ichiro langsung tertidur pulas di kasur.

Ketika sudah malam, Arata bangun dalam keadaan yang mengejutkan. Tangannya tiba-tiba dililitkan perban juga pada tubuhnya.

Kakinya masih aman dan bisa dengan mudah bergerak. Dia mencoba membuka pintu dengan kakinya, baru saja kakinya akan terangkat untuk membuka gagang pintu, pintu terbuka dan Arata spontan mundur.

Yang membuka pintu tersebut adalah Ayumi rupanya.

"Kakak udah bangun, Kak?"

"Baru bangun. Paman dan Tante kemana?" Arata masih menghayati peran bahwa mereka seolah keluarga.

"Hahaha ... Kakak kebawa terus manggil mereka paman dan tantenya."

"Hehe ... oh iya, ada apa kamu ke kamarku, Ay?"

"Anu, Kak. Makanan udah siap. Mari makan!"

"Wah, skuy lah."

Di meja makan, sudah duduk Ichiro dengan Asami menyiapkan piring dan menaruh lauk di meja makan. Arata dipersilakan duduk dan disambut hangat. Suasananya cukup nyaman.

Ichiro dan Asami duduk di meja berseberangan dengan Arata dan Ayumi. Dua orang dewasa itu mulai menyantap makanan masing-masing. Ayumi juga menyiapkan makanan dipiringnya.

Arata bingung harus bagaimana dengan tubuh diikat ini.

"Aaa' ...," ucap Ayumi ke depan wajah Arata, tepatnya di depan mulutnya. Ayumi sedikit terlihat canggung melakukan itu. Wajahnya memerah, namun Arata tidak kalah merahnya.

Sorot mata kedua orang dewasa itu melihat dengan senyum geli karena gemas akan kedekatan Arata dan Ayumi.

Tidak enak membuat Ayumi lama menunggu, Arata membuka mulutnya dan menerima suapan lembut dari Ayumi.

To be continued~

================

See you next part~

Thanks reading and dont forget vote, coment, and input in you library history for follow this next story. Thengkyu.

The Cage Destroyer HeroWhere stories live. Discover now