45

7 7 2
                                    

Dont forget vote (klick star) and coment for make me keep spirit for next and ending this story.

Please dont plagiariasi.

Happy reading!

========

Kobaran api telah menyelimuti rumah Deon yang tidak kedinginan di malam itu. Entah kenapa, ayah Deon masuk ke dalam rumah yang sudah sangat jauh dari kata hangat. Apakah dia sebegitu kedinginannya?

Deon setia menunggu bersama dengan sang adik menyaksikan rumah mereka perlahan dilahap api. Mereka percaya bahwa ayah mereka akan segera keluar dan selamat.

Beberapa saat, waktu sudah berlalu hampir satu jam. Sang ayah belum juga kunjung keluar dari api yang semakin membara. Kemudian, terdengar suara ambulans menghampiri.

Mereka sampai dan langsung bergegas memadamkan apinya dengan tergesa-gesa dan pasti. Deon dan Listia diungsikan menjauh dari tempat itu.

Ketika seorang pemadam bergerak dan menjauhkan Deon serta Listia dengan cepat, Deon menolak.

"Lepaskan! Kami masih menunggu ayah kami!" bentak Deon.

Listia hanya diam tak bergeming. Dirinya masih menatap ayahnya dan menunggu akan keluar lagi.

"Jangan banyak bacot. Kalian bisa gosong dan terbakar kalau dekat kebakaran itu. Menjauhlah untuk keselamatan kalian."

Walau Deon membentak, dia yang hanya anak kecil tidak dapat berbuat apa-apa. Dia cuma menahan derai air mata karena khawatir akan keadaan ayahnya.

"Kakak, ayah masih di dalam 'kan. Ayah akan keluar 'kan?" tanya Listia.

"Iya, dia pasti selamat!" Dia berusaha untuk berpikir bahwa ayahnya masih akan selamat. Walaupun begitu, air matanya berjatuhan deras karena mengerti bahwa kemungkinan itu sangat mustahil melihat puing-puing rumah yang hangus terbakar serta tidak berbentuk lagi.

Beberapa menit berlalu, akhirnya api dapat dipadamkan. Banyak orang beramai di sekeliling menyaksikan padamnya dan aksi heroik pemadam kebakaran. Malah, dua anak kecil itu tidak ikut terpana karena ayahnya belum juga kunjung kembali. Deon dan Listia diungsikan menjauh dari lokasi.

Dikarenakan mereka tidak punya rumah dan orang tua lagi, untungnya masih ada keluarga dari ayahnya. Deon dan adiknya kemudian mulai diasuh di rumah neneknya yang sudah sangat tua. Bisa dikatan kalau umurnya 70 tahun.

Tidak tahu pasti berapa orang di rumah neneknya itu, karena tidak hanya saudara, tapi juga sepupu dari ayahnya juga banyak yang tinggal di sana.

Entah kenapa suasana di rumah itu sungguh tidak ada yang peduli dengan dua anak yang kena musibah ini. Dua anak pendatang baru sungguh butuh perhatian. Sayangnya, tidak ada banyak dari mereka yang peduli. Kecuali dua orang, yaitu saudara laki-laki ayah dan nenek mereka.

"Cucu Nenek, ayo makan!" seru nenek di meja makan kepada Deon dan Listia. Mereka makan berempat bersama saudara laki-laki ayah mereka yang mereka panggil paman.

Rumahnya sungguh megang dan mewah. Saking besarnya, di satu kamar sudah seperti rumah tersendiri. Pada saat makan, mereka biasanya makan di kamar masing-masing karena tidak ingin repot dan membatasi privasi mereka.

"Baik, Nenek." Deon memulai sarapannya dengan tidak lupa berdoa dan membasuh makan terlebih dahulu.

Semua diam fokus pada makanan masing-masing. Sayangnya, sang adik menunduk tidak untuk makan dan itu disadari oleh pamannya.

"Listia, kenapa gak dimakan, atuh? Nanti perutnya sakit," ujar sang paman.

"Tidak, aku mau nungguin papa dulu."

The Cage Destroyer HeroWhere stories live. Discover now