14

45 19 32
                                    

Dont forget vote and coment, tengkyu.

Happy reading!

==============

Tiga hari sudah berlalu semenjak dua orang asing itu datang ke rumah Arata. Polisi telah melakukan upaya pencarian dari bukti yang ada, namun tidak mendapat hasil maksimal. Pengamatan CCTV di titik tertentu pun tidak menemukan mereka.

"Selamat pagi, Kak Arata."

"Oh, selamat pagi, Ayumi. Wah, kamu udah nyiapin makan aja, nih."

"Hehehe ... iya, Kak." Ayumi mengangkat sebuah kotak makan dan memberikannya kepada Arata. "Ini untuk bekal siangnya, Kak."

Senyuman Ayumi berhasil menularkan senyum juga kepada Arata. Walau ia sadar, bahwa hubungan mereka tidak akan sampai ke sana, tapi dia senang sudah menerima kehangatan ini.

"T--terima kasih, Ayumi. Aku akan makan nanti. Kakak berangkat, ya. Jangan lupa kunci pintunya.

"Baik, Kak."

Walaupun dia senang dengan situasi ini, tapi Arata khawatir dengan perasaan sesungguhnya Ayumi. Tentu, dia sebenarnya merasa tidak punya pilihan untuk melakukan hal lain selain berbuat ramah kepada tuan rumah yang ia tumpangi.

Meski begitu, kehangatan kebaikan Ayumi begitu nyata dirasakan oleh Arata. Tapi tetap saja masih terasa hal yang tersembunyi dari sikap Ayumi.

Ketika Arata bersiap untuk berlari ke jalan raya untuk menaiki kendaraan umum di sana,  tiba-tiba terlihat sosok motornya di depan rumah. Dia kaget bukan main, sampai terhening beberapa saat di depan pintu rumah.

Dilihatnya sekeliling, tidak ada nampak seorang pun di sana. Arata mencoba mendekat perlahan sepeda motornya. Hingga ketika sudah sangat dekat, terlihat kunci motornya sudah tergantung di sana.

"Hah?"

Kemudian, tidak lama setelah itu, berbunyi notifikasi pesan di ponselnya. Pesan itu dari nomor tidak dikenal yang berisi, 'Terima kasih, motornya Paman pinjam dulu sebentar. Toh, tangan kamu lagi terkilir di kanan 'kan. Jadi, emang gak bisa pake motor 'lah tu. Kalau kau mau bertemu aku, datanglah ke tempat ramen dekat bukit, esok sore.'

Arata terdiam dan berpikir sedikit dengan kuat, 'Bukit? Hm ...,' batin Arata, 'oh, aku tahu. Tapi, bukit di belakang ramen itu 'kan hutan.'

Arata tidak sengaja menoleh ke bagian atas yang menunjukkan waktu. "Ya, ampun. Aku bisa terlambat."

Akhirnya, Arata berangkat mengendarai motornya dengan kecepatan maksimum. "Syukurlah, bensin pun di isi penuh orang itu."

Di lorong sekolah, Arata merasa suatu keanehan. Entah kenapa, orang yang berselisih berjalan dengannya, menatap dengan lain dari biasanya.

Biasanya mereka acuh tidak peduli dengan Arata. Namun sekarang, terlihat sorot dengan perhatian dari sekelilingnya. Dia berpikir bahwa mungkin saja kasusnya waktu itu diberitakan.

Tapi, tidak ada reporter yang menanyainya. Dan juga, bisa gawat kalau reporter menyorot Ayumi. Arata berpikir bahwa mungkin saja karena alasan lainnya.

Sorot berbeda itu terlihat jelas dari teman-teman sekelasnya. Arata duduk si nomor tiga---barisan ke dua dari samping. Saat dia melewati, fokus yang lain tertuju padanya. Arata dibuat bingung dengan sikap mereka semua.

Sekitar lima menit lagi kelas akan dimulai, seorang kedua mendekat dan bertanya, "A--apa kamu sudah baikan, Arata?"

Arata menyorot dan menjawab, "Iya, sudah." Ingin rasanya Arata bertanya kenapa tidak ada yang datang melihat di kelas ini. Tapi, hal itu bisa dimaklumi Arata karena dirinya memang tidak memiliki teman selain Satoshi.

Arata tidak terlalu tertinggal dalam hal pelajaran sekolah karena dia meminta materi dari Satoshi dan membuat latihan subuh tadi. Ketika jam istirahat, Arata pergi mengumpulkan tugas-tugasnya kepada guru yang bersangkutan di ruang guru.

Sepulang sekolah, seperti biasa, Satoshi muncul untuk mengajak bermain game bersama sembari menumpang untuk pulang. Tapi, dia berubah pikiran hari ini, "Arata, gak jadi main deh. Kamu langsung pulang, aja. Aku khawtir sama Dik Ayumi."

"Tidak, aku ada urusan lain, kamu datang aja ke rumah," ucap Arata.

"Nanti, kamu antar aku pulang lagi?"

"Enak saja, kamu pake kendaraanmulah."

"Lah, kirain."

"Oh, iya. Apa ada yang aneh dariku hari ini?" taya Arata.

"Hm, mungkin bajumu yang setrikanya rapi dan aroma wanginya," jelas Arata.

"Iya, 'kah? Begitu rupanya."

"Kenapa?" tanya Satoshi berikutnya.

"Tidak apa, hehe ...."

Arata sudah mengantar Satoshi ke rumahnya. Langsung saja dia datang ke warung ramen yang dimaksud. Arata masuk dan menunggu sembari makan.

Setelah habis, orang itu belum kunjung datang. Arata keluar dan menunggu di kursi depan---bagian luar.

"Halo, assalamualaikum. Paket!" ujar Satoshi.

"Iya, taruh aja di depan. Nanti di ambil."

"COD ini. Uangnya belum."

"Orangnya lagi gak ada, balik sini aja lagi nanti."

Satoshi mengernyit dan tertawa geli, "Kamu 'kan orangnya juga."

"Eh, siapa?"

"Kak Satoshi. Buka pintunya, dong."

"Kata Kak Arata, jangan buka kecuali bilang kode yang dikatain, Kak Arata."

"Hah? Kodenya apa?" Satoshi keheranan.

Tidak ada sahutan dari pertanyaan Satoshi yang terakhir itu. Satoshi memutuskan untuk bertanya kepada Arata dengan ponselnya.

"Maaf, ponsel Kak Arata tinggal di sini," tutur Ayumi.

Satoshi putus harapan dan memutuskan untuk menjaga di kursi depan rumah Arata saja.

Sementara, di tempat Arata, dia menunggu sudah hampir satu jam. Merasa dipermainkan, Arata berniat memarahi orang itu lewat nomor pengirim pesan itu. Akan tetapi, Arata baru saja menyadari bahwa ponselnya tertinggal.

Arata pulang dengan kesal dan menemukan Satoshi yang setengah tertidur di kursi depan. Menyadari kedatangan Arata, Satoshi langsung bangkit dan berjalan ke arah Arata.

"Tugasku sepertinya sudah selesai hari ini, sisanya kuserahkan padamu." Satoshi berkata dengan memegang pundak Arata.

Satoshi berlalu dengan sepedanya, sedangkan Arata masuk ke dalam. Betapa kagetnya dia ketika melihat Ayumi yang menyorot dirinya dan ujung kaki sampai kepala.

Kemudian, Ayumi berkata, "Aku ikut prihatin dengan kisah cinta Kakak yang tragis, Kak."

Arata terbelalak mendengar ucapan yang keluar dari mulut Ayumi. Mencurigai kemungkinan terburuk terjadi, Arata mencari keberadaan ponselnya.

Ternyata benda pipih itu tergeletak di meja dalam keadaan tidak terkunci. Terlihat pada tampilan layarannya adalah chat medsos Arata.

Ayumi mengetahui itu dari medsos Arata. Hal yang tidak diinginkan terlanjur terjadi. Betapa terkejutnya Arata mendengar Ayumi menawarkan sesuatu.

"Apa kau mau aku bantu, Kak?"

Dengan pipi memerah, menahan malu, Arata mengangguk setuju dan berterima kasih.

To be continued~

================

Orang misterius itu siapa sebenarnya?

See you next part~

Thanks reading and dont forget vote, coment, and input in you library history for follow this next story. Thengkyu.

The Cage Destroyer HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang