59

6 3 0
                                    

Please vote and coment~
Dont plagiat, please!

Happy reading, gaes!

====================

"Ichiro! Sadarlah! Kau sudah sampai sajauh ini. Jangan buat semuanya sia-sia! Bangkitlah tubuhku! Hentikanlah segera perbuatan keji adikmu!" batin Ichiro menjerit kepada dirinya sendiri. Tubuhnya penuh dengan luka sayatan membuat dirinya melemah dan tumbang.

****
Pada suatu hari, ada sebuah keluarga sederhana yang hidup bahagia. Aku adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Ibuku bekerja sebagai pedang, sedangkan ayah adalah pekerja kantoran.
Hal itu bertahan cukup lama sebelum hal itu terjadi. Ibu dengan keuletan perdagangan dan koneksinya, tiba-tiba diangkat menjadi seorang pejabat pada suatu partai politik. Dia memang aktif dalam bergaul dengan masyarakat sekitar.
Aku yang masih kelas 4 SD saat itu merasakan perubahan drastis dari keseharian kami. Ibu yang biasanya sudah sibuk, sekarang menjadi semakin sibuk. Berbeda dengan ayah, yang tampak lebih sering di rumah. Walau pun begitu, ibu lebih sering membawa makanan enak untuk rumah.
Hingga pada suatu ketika, sebuah konflik terjadi.
"Mas, kamu jangan di rumah terus dong. Cari kerja sana!"
"Hah? Ada apa ini? Kau menjadi sombong karena sudah sukses dariku?"
"Bukan begitu, Mas. Kamu 'kan kepala keluarga di rumah ini. Jadi, kamu harusnya jangan mau kalah sama aku dong. Malah, yang aku lihat, kamu sering bermalas-malasan di rumah. Tetangga juga sering ngomongin Mas, loh."
"Wah, oke ... oke. Kamu sudah angkuh dan tidak menghargai aku sekarang. Mulai sekarang, aku talak kamu!"
"Mas ... bukan begitu maksud aku. Aku mau --"
"Sudah, cukup! Aku akan tidur di kamar tamu sekarang. Besok, aku akan mengemas barang-barangku dan pergi dari rumah ini."
Aku dan kakak melihat kejadian itu. Masih teringat jelas dan terngiang olehku. Belum pernah ayah terlihat semarah itu kepada ibu.
Benar saja, keesokan harinya, ayah mengemas barang setelah ibu pergi berangkat kerja pagi-pagi sekali. Kakak tidak sadar dan lebih dulu pergi dengan sepeda motor.
Aku yang agak telat butuh sekali untuk diantarkan oleh ayah. Maka dari itu, aku meminta ayah untuk mengantarku dengan polosnya. Padahal, saat itu, ayah sudah benar-benar mengemaskan semua barang-barangnya untuk pindah.
Dengan wajah yang masih memendam marah dan raut sedihnya, ayah membawaku pergi dengan mobilnya. Saat itu, aku bertanya tentang tujuan pemberhentian kami. Aku beberapa kali mencoba mengingatkan ayah kalau aku terlambat sekolah. Namun, ayah cuma diam dan akhirnya berteriak, "Diam!" Aku terdiam dan tidak berani bertanya setelah itu.
Ayah berhenti ke pon bensin, mengantre untuk diisi bahan bakar mobilnya. Sangat banyak antreannya. Aku merasa tidak enak untuk bolos hari ini, karena ada ujian di jam kedua pelajaran.
Lalu, aku punya ide. Langsung saja, kujalankan ide tersebut.
"Ayah, aku mau kencing sebentar, ya."
"Ya, sudah. Cepat kembali."
Aku sebenarnya ingin sekali agar ayah saja yang mengantarkanku ke sekolah. Tapi, ayah tidak menanggapi dan terus jalan saat aku bertanya. Jadi, aku coba menelepon kakak untuk menjemputku. Dia sekarang bersekolah di tingkat sekolah menengah atas sekarang.
"Iya, Dek?"
"Kakak, aku boleh minta jemput tidak. Ayah tidak mau mengantarku ke sekolah. Padahal ada ujian sekarang."
"Hah? Kamu sekarang dimana? Di sana ada Ayah?"
"Iya, Kak. Sedang isi bensin. Aku izin ke ayah ke WC-nya."
"Sherlock, cepetan!"
"Baik, Kak."
"Oke, kamu tetap di WC, ya."
Beberapa menit kemudian, ayah datang menggedor pintu WC tempat aku berada.
"Cepet, Eiji! Kenapa kamu lama sekali!?" bentak Ayah padaku.
"Aku lagi berak, Ayah."
"Cepat!"
Tiba-tiba, suara yang aku nantikan datang.
"Ayah, dimana Eiji?" tanya kakak terdengar dari dalam.
"Ichiro ... kenapa kau bisa di sini? Bukannya kau sedang sekolah?!"
Lalu, aku keluar untuk menunjukkan diri karena kakak telah menungguku.
"Eiji, ternyata kau di sini. Kakak datang, Dek." Atensi kakak beralih ke ayah. "Apa kau mau pindah dengan membawa Eiji, Ayah?"
"Tentu saja. Ayah juga membawamu. Mama kalian sudah lupa diri karena harta. Bahkan, dia tidak berbicara hormat lagi kepada Ayah."
"Tidak, Ayah. Kau sudah salah paham terhadap Ibu."
"Jangan sok tahu kau bocah! Kau masih SMA, jangan coba mengajarkanku apa yang benar dan salah, kau!" Ayah tampak marah sekali kepada kakak.
"Baiklah. Tapi, aku masih tidak terima kalau ayah langsung bawa adik pergi begitu saja. Bahkan, dia belum pamit sama Ibu, bukan?!"
"Dia tidak perlu pamit sama wanita yang telah lupa diri itu."
"Jaga ucapanmu, Ayah!" bentak kakak kepada ayah.
Aku cuma bisa terdiam mematung melihat ketegangan itu.
PUSH
Tinju cepat ayah melesat tepat di perut kakak. Kakak langsung jatuh dan mencoba sekuat tenaga untuk menahan sakit yang dia rasakan. Ayah menarik tanganku dan menyuruh masuk ke mobil.
"T--tunggu! Jangan bawa Eiji!"
Kakak benar-benar tidak bisa bergerak saat itu. Aku juga takut untuk menentang ayah. Jadi, aku menurut dan berpisah dengan kakak. Kami pergi jauh meninggalkan kota, masuk ke sebuah desa yang belum pernah kusinggahi.
Ternyata, ayah adalah keturunan ketua gengster yang merupakan anak keempat dari 7 bersaudara. Aku disambung hangat oleh anggota-anggota genster yang tampak sangat sangar awalnya.
Beberapa tahun kemudian, aku telah berbaur dan terbiasa dengan suasana genster. Ayahku sering mengatakan kalau dia ingin membalas dendam kepada ibu yang telah mencampakkannya karena jabatan.
Bukannya membantu, ibu malah mencampakkan ayah sehingga hidup di dunia gelap ini kembali. Padahal, ayah sudah berusaha untuk menempuh hidup baik sedari kecil untuk bisa hidup normal di kota.
Alhasil, sikap ibu yang angkuh membuat ayah terpaksa kembali ke jalan gelap ini. Begitulah yang aku serap dari cerita ayah berulang-ulang kepadaku dengan raut sedih penuh penyesalan.
Satu minggu yang lalu, ayah disergap saat menyelundupkan obat terlarang saat menjalankan bisnis gelapnya. Kepalanya tertembak saat akan melarikan diri. Aku berpikir hal itu terjadi karena ibu.
Sikap ibu yang sudah sombong dan egois, membuat ayah tersinggung dan terpaksa untuk kembali ke dunia gelap ini.
Tidak terima hal ini terjadi dengan ayah yang sangat sayang kepadaku, aku berniat membalas dendam kepada ibu. Eh, jangan salah paham. Ayah sering marah, bukan berarti dia tidak sayang padaku. Dia menunjukkan kasih sayangnya dengan caranya sendiri.
Dengan empat anggota geng yang kupercaya, aku berangkat dengan mobil hitam organisasi kembali ke kota. Aku berniat merampas semua barang berharga, membuat ibu menyusuli ayah, lalu membakar hangus rumah itu.
Setelah lima tahun ditinggalkan, ternyata rumah itu sudah sangat besar sekadang. Terdapat satpam dan bodyguard di sana. Bahkan, rumahnya berpagar dengan sistem keamanan canggih. Shuji, salah seorang andalanku kusuruh untuk membobol sistem keamanannya dan berhasil.
Satpam yang berjaga di depan terheran dan bingung saat melihat kami yang dapat membuka pintunya. Aku langsung menembakkan pistol tepat di kepala pak satpam itu.
Aku benar-benar telah menjadi anak yang brutal sekarang. Lingkungan gelap yang melatihku menjadi seorang pembunuh berdarah dingin seperti ini, itu karena ibu --- begitulah pikirku.
Akhirnya kami berlima berhasil masuk ke rumah ini. Semua bodyguard, pembantu, dan penjaga berhasil kami bunuh. Koneksi dalam ruangan rumah diblokir oleh Shuji.
Shuji tidak ikut di dalam. Dia kusuruh untuk berjaga di depan pintu masuk. Yang berada di dalam rumah cuma bertiga orang denganku.
DOR ... DOR ... DOR ...!
Tiga tembakan berhasil mengenai paha sebelah kanan ketiga anak buahku. Hal itu membuat mereka meraung kesakitan dan tidak bisa memegang pistol dengan benar. Mereka seperti tidak mampu bertarung lagi.
"Menyerahlah!" ucap seseorang yang sedang bersembunyi. Orang itu tidak lain adalah Ichiro.
"Kakak, ayo bertarung dengan tangan kosong! Aku harap Kakakku bukan seorang pengecut." Aku melemparkan pistol ditanganku ke lantai.
Dengan gagah, kakakku melemparnya juga dan bersiap untuk bertarung.
"Kenapa kau bisa jadi seperti ini, Adikku? Kau telah terpengaruh parah oleh Ayah. Tenang saja, aku akan segera membuatmu kembali sadar!"
"Diam kau, Kak. Kau tidak tahu apa-apa tentang Ayah!" jawabku sembari berlari marah ke arah kakakku.
Tendangan melesat ke kepala kakak, ku arahkan. Tapi, hal itu berhasil ditangkis dan dia langsung memukul wajahku. Aku membalas dengan pukulan juga. Sehingga terjadi baku hantam yang cukup sengit.
Kakak cukup melemah, namun masih lebih kuat dariku. Keadaanku terasa tidak diuntungkan. Ingat akan tujuan utamaku bukan untuk menang secara adil dari kakak, aku mengambil pisau di sisi saku belakangku, dan menancapkannya ke perut kakak.
"Apa-apaan ini, Eiji? Kau bertarung curang!" Kakak Ichiro gemetar dan melemah dengan pisau yang tertancap di perutnya.
"Maaf, Kak. Tujuanku di sini bukan denganmu sebenarnya. Karena kau menghalangi, aku terpaksa menyingkirkanmu, Kak. Aku mengakui kehebatanmu bertarung lebih hebat dariku.
"Eiji ...?!" jawab dari kejauhan, seorang ibu yang sudah lama tidak aku jumpai. Jujur aku merindukannya, tapi amarahku terhadapnya lebih besar dari rasa rinduku sekarang.
DOR ...!
Aku berhasil menembak ibu dan berkata, "Selamat jalan Ibu. Ayah menunggumu di akherat. Aku akan segera menyusul kok, Bu."
Ibu tergeletak bersimbah darah. Entah kenapa, aku tidak begitu sedih karena amarah telah memguasai ragaku. Aku tertawa senang penuh kemenangan.
Hingga sampai disaat menggeledah mencari barang berharga di rumah itu, aku melihat diary yang ditinggalkan ibu. Isinya tentang  dia menyesal dan tidak bermaksud untuk membuat ayah merasa direndahkan. Niatnya cuma mau mendorong diri ayah menjadi terpacu dan berubah menjadi pribadi yang optimis, semangat, dan sukses seperti dulu.
Aku menangis dan menyesal dengan apa yang telah aku lakukan. Di surat tersebut juga ada mengatakan kalau ibu mencintai diriku, kakak, dan juga ayah.
Sesuai rencana, membakar rumah tersebut dan meninggalkannya begitu saja.
Setelah mengantarkan beberapa rekan aksiku tadi, aku pergi sendiri ke sebuah jurang. Berniat menyusul semua keluargaku. Aku ingin segera meminta maaf kepada mereka.

***

"Apa yang kau lakukan, Bos?" Suara seseorang menyentakkan Eiji yang hendak melemahkan badan untuk melompat ke jurang itu.

Eiji menoleh dan melihat. Ternyata dia adalah Medhaans, salah satu anak buah kepercayaan Eiji.

"Bukannya kau harusnya sudah kusuruh pulang?"

"Tentu saja belum, Bos. Kau tampak sedang tidak baik. Apa kau hanya akan mengakhiri semuanya sampai di sini saja?"

"Ya, apa lagi yang akan kulakukan? Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Tujuanku masuk geng sudah terpenuhi."

"Kau yakin? Mengakhiri hidup bukan penyelesaian yang baik, Bos. Kau yakin benar-benar tidak ada musuh lagi yang ingin kau hancurkan?" Medhaans beralih berjalan menjauh dariku. "Ah, sepertinya aku salah mengikuti orang. Aku kec--"

"Hahaha!" Eiji tiba-tiba tertawa mengerikan secara tiba-tiba.

Medhaans kembali menoleh kepada Eiji.

"Benar juga. Masih ada musuh yang paling cari gara-gara denganku."

"Huh?" Medhaans bingung apa yang dimaksud Eiji.

"Medhaans, kau menyadarkanku akan satu hal. Musuh yang paling bersalah pada hidupku dari awal adalah dunia ini. Aku akan menghancurkan dunia yang kejam ini. Huahahahahhaa!"

Medhaans tersenyum lega. "Dengan begini, ke depannya akan jadi lebih menarik."

****

Pandangan Eiji gelap dalam keadaan setengah sadarnya. Pukulan pada wajahnya tiba-tiba terhenti. Tubuhnya masih terhimpit oleh Arata yang masih terduduk. Ia mencoba dengan tenaga semampunya, membuka mata dengan penuh lebam di wajahnya itu.

Awalnya buram, setelah beberapa saat, terlihat Arata yang ditahan tangannya oleh seseorang yang tidak asing baginya.

"Ah, Kakak. Kau akhirnya menyelamatkanku," ucap Eiji.

Ichiro hanya diam dan mencoba memindahkan Arata yang ternyata pingsan dalam keadaan memukul tadi. Setelah dipindahkannya sedikit, dia mencoba meminimaliair pendarahan yang diterima Arata.

Kemudian, dengan penuh amarah, Ichiro mengepalkan tangannya dengan sekuat tenaga. Kemudian, langsung dengan cepat menghantamkannya ke wajah Eiji yang sedang bonyok.

Ichiro menggendong Arata, lalu berjalan segera mencari pertolongan.

"Bertahanlah, Nak!" pinta Ichiro dengan air mata yang telah membasahi wajahnya.








To be continued

=======

Thanks reading and dont forget vote, coment, and input in you library history for follow this next story. Thengkyu.

See you next part~

The Cage Destroyer HeroWhere stories live. Discover now