36

24 9 3
                                    

Happy reading!

=======

Sekolah kala itu telah sepi. Mungkin beberapa ada yang ikut kelas tambahan atau kegiatan ekstrakulikuler. Namun, letak gudang itu cukup jarang sekali ada yang ke sana dan lokasinya cukup jauh dari kelas-kelas termasuk ruangan guru.

"Oke, bangun juga kalian berdua. Aku akan membalas perbuatan kalian berdua karena telah berani mempermalukan Kakakku. Dia bahkan tidak bisa membawa motor karena telapak tangannya terluka akibat tembakan diterimanya," jelas Listia.

Ayumi dan Fiza hanya terdiam tidak melawan. Hal itu karena diri mereka baru saja sadar dengan keadaan masih lemas. Mereka baru saja dibius oleh teman-teman Listia.

"Oke, cukup. Kalian semua lihatlah! Di sini aku akan mempermalukan mereka dengan menggunduli rambut mereka selicin-licinnya. Ini adalah akibat karrna berani macam-macam dengan keluarga Yakuza."

Gunting mulai didekatkan kepada rambut Fiza. "Oke, aku mulai dari kau yang merupakan orang yang nemanin si anak baru hingga jadi membangkang juga kepada kami." Fiza berusaha berontak untuk lepas dari kursi tersebut. Tapi, apalah daya ikatannya begitu kuat sehingga air mata saja yang cukup mewakilkan dari kesedihan serta ketakutan yang akan dia terima.

Ayumi yang melihat temannya akan dibotaki cuma bisa terdiam kaku serta ikut mengeluarkan air mata. Ayumi masih dalam keadaan lemas karena pengaruh bius.

Listia menggunting dengan membuat suatu motif yang konyol. Rambutnya digunting membentuk segitiga sama kaki runcing ke belakang rambut Fiza. Fiza hanya bisa pasrah begitu juga Ayumi yang tidak bisa menolong temannya itu.

"Wahaha, sekarang mari kita foto model rambut memalukan ini!" seru Listia.

Teman Listia yang baru saja selesai berucap, "Oke, sudah."

"Oke, kita masuk ke sesi pembotakan. Hehe." Listia tertawa menyeramkan. Bersiap mengotak atik gunting sampai rambutnya memperlihatkan kepala tanpa rambut yang jelas. Baru akan melancarkan aksinya, tiba-tiba ada seorang mendobrak pintu.

BRAK!

Seseorang yang tidak terduga datang. Dia adalah Warner, sang guru olahraga SMP tempat Ayumi bersekolah sekaligus SMU tempat Arata.

"Saya dengar di sini berisik sekali. Apa-apaan perbuatan kalian ini?!" ucar Warner.

"Sial, mengganggu saja. Mati kau, Pak Tua!" sery Listia sambil berlari menyerang Warner dengan gunting yang ada padanya. Belum sempat sampai ditusukkan ke Warner, malah gunting tersebut berhasil ditendang ke atas. Listia berhenti merintih kesakitan, sayangnya Warner malah langsung menendang kuat ke perut Listia sehingga dia terpental jauh.

Dengan aksi heroiknya, Warner menyelamatkan Ayumi dan Fiza dengan menumbangkan Listia dan rombongannya. Kemudian, ikatan pada Ayumi dan Fiza dilepaskan dengan hati-hati.

"Apa kalian terluka, Nak?" tanya pak Warner.

"Tidak apa-apa, Pak. Cuma rambut Fiza yang hampir mereka botaki," tutur Ayumi.

Tatapan penuh cemas diarahkan Ayumi kepada Fiza. Terlihat sedikit potongan tidak rata pada rambutnya.

"Aku gak apa-apa kok, Pak, Ayumi. Ini bisa dipotong walau sedikit lebih pendek," ucap Fiza yang bertolak belakang dengan hatinya. Hatinya sebenarnya kurang rela akan dipotong pendek. Tapi apa boleh buat. Lagian pukulan dari pak warner bahkan sudah lebih dari cukup, bahkan terkesan berlebihan.

"Terima kasih, Pak," ucap Ayumi dan Fiza kepada pak Warner.

"Tidak masalah, sekarang kalian pulanglah. Bapak akan kurung mereka sementara di sini sebagai hukuman. Namun, tentu bapak akan kasih makan roti dan beli beberapa minuman, kok. Jika orang tua mereka tahu, pasti mereka akan mencari ke sekoalah."

Mendengar penjelasan dari pak Warner, Ayumi dan Fiza cuma mengiyakan dengan perasaan sedikit gundah. Mereka juga bingung namun masih berpikir hal itu wajar karena bapak Warner ini telah menyelamatkan diri mereka.

Setelah sampai di pagar sekolah, ternyata ayah Fiza telah menantinya sedari tadi. Fiza langsung naik meninggalkan Ayumi sendiri. Ayumi berkata "tidak apa-apa" karena dia akan menelepon Asami atau pun Arata untuk menjemputnya.

Setelah waktu menjelang sore, Warner datang mendekati gerbang sekolah, bersiap untuk pulang sepertinya. Warner menggunakan mobilnya yang terlihat sedikit bobrok.

Ketika di gerbang, ia menghentikan mobilnya, lalu membuka sedikit kaca ke arah Ayumi yang masih berusaha untuk menghubungi Asami atau pun Arata. Sayangnya tidak ada yang mengangkat teleponnya sedari tadi.

"Kamu nunggu siapa, Nak?"

Wajah yang sedikit panik sedikit diubah menjadi ramah. "Oh, Bapak. Tante dan Kakakku susah dihubungi dari tadi, Pak."

"Oh, kalau gitu sama Bapak saja. Gak apa-apa, kok."

"Eh, gak usah, Pak. Nanti ngerepotin. Aku nunggu jemputan aja, Pak."

"Mau sampai kapan, hm? Keadaan kamu masih lemas karena diikat tadi, 'kan. Ayo, naik aja, ya." Bapak Warner membukakan pintu kepada Ayumi. Merasa tidak enak menolak, juga keadaannya masih lemah karena obat bius tadi juga, dia menaiki mobil yang dibawa Warner.

Setelah dalam perjalanan ke rumah, mobil melaju dengan kecepatan sedang. Beberapa saat mobil berjalan, Ayumi teringat keadaan Listia dan teman-temannya. Ia pun bertanya, "Listia dan lainnya gimana, Pak?"

"Tentu saja mereka masih di dalam gudang dalam keadaan pingsan," jawab Warner.

Lalu, dilihatnya sekeliling, cuma ada hutan di kanan dan kiri jalan. Walau pun jalan yang mereka masuki adalah jalan aspal, sangat sedikit kendaraan di sekitar.

"Pak, kita mau kemana, Pak. Oh iya, Bapak emang tahu rumahku dimana, Pak."

"Tidak, ke kantor polisi dulu untuk laporin anak nakal tadi."

"Tapi, kantor polisi 'kan bukan ke arah sini, Pak."

Suatu hal yang tidak terduga terjadi, "Hahaha." Warner tertawa lebar cukup mengherankan. Ayumi mulai mencurigai hal yang tidak baik dari guru ini. "Padahal katanya kau baru sebentar di sini. Tapi, ternyata kau sudah cukup hafal jalan kota ini, ya. Bahkan kau melapor pun, polisi lembek itu tidak akan bisa membantu."

"M--maksud, Bapak?" Ayumi mulai bergetar ketakutan.

"Kau tahu kenapa Tante palsumu itu tidak datang seperti biasanya? Itu karena kami telah menangkapnya lebih dulu. Parah juga aku baru sadar kalau murid baru yang manis ini memang seperti artis yang baru naik daun itu."

"Si--siapa Bapak sebenarnya? Mau dibawa kemana saya?" Ayumi mencoba memberontak membuka sabung pengaman mobil itu.

"Sayang sekali, sabuknya memang sengaja dibuat terkunci begitu setelah dipasang. Perlu kata kunci otomatis untuk membukanya. Walau mobil ini kelihatan bobrok dari luar, tapi di dalamnya cukup megah dan canggih. Kau yang tidak menyadari ini menunjukkan kalau obat bius dari bocah itu masih ada efek sampingnya, ya. Haha!"

Dari kalimat itu, terungkap kalau Warner menguntit Ayumi yang dibius oleh teman Lidatang

Ayumi menembakkan peluru bius tepat di leher Warner. Warner pingsan kemudian kemudinya tak terkendali.

Brak!!

Mobil menabrak polon di tepi jalan. Kepala mereka berdarang kemudian dengan sisa kekuatannya Ayumi menelepon Arata.

Arata langsung bergegas ke sana. Namun, belum sempat sampai, malah mobilnya meledak.

Di markas geng gagak merah Asami dilekatkan helm buatan oleh  seorang jenius dalam geng. Helm itu bisa membuat semua ingatan ke dalam bentuk file computer mereka.

Di rumah sakit, Arata geram dan benar benar murka kepada geng gagak merah.

To be continued~

================

See you next part~

Thanks reading and dont forget vote, coment, and input in you library history for follow this next story. Thengkyu.

The Cage Destroyer HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang