:: Bab VIII ::

355 36 1
                                    

Sesuai jadwal yang sudah diberikan, kini Mita tengah menemani sang Mama yang sedang bersiap untuk sesi operasinya beberapa jam lagi. Gadis itu menatap Anggi ditemani senyum. "Mama tenang aja. Operasinya pasti berjalan lancar."

Ada getar ketakutan di dalam bola mata wanita paruh baya itu. Namun, Anggi memanfaatkan senyumannya semaksimal mungkin untuk menutupinya. Ia mengangguk lemah. 

"Terima kasih, sayang."

"Mita dan Warna akan selalu nemenin Mama. Jadi, Mama gak perlu takut, ya?"

"Selama kalian ada di sisi Mama, Mama tidak akan takut pada apapun."

Anggi meraih telapak tangan Mita dan juga Warna lalu mengusapnya perlahan sebelum menciumnya dengan hangat. Ia merasa dirinya adalah Ibu yang paling beruntung di dunia. Memiliki anak-anak yang mau mengerti dirinya dan keadaan yang mereka hadapi, adalah anugrah terindah yang ia punya. 

Kalau bukan karena mereka, ia tak yakin bisa bertahan sampai saat ini. Divonis kanker usai perpisahannya dengan Putra yang diwarnai ketidakadilan dan kesedihan mendalam, bukanlah jalan kehidupan yang mudah untuk dilaluinya seorang diri.

"Selamat pagi, pemirsa, Breaking News hari ini akan menemani pagi anda. Secara mengejutkan, pagi ini, Putra Adiswara selaku CEO dari Wara Group yang merupakan perusahaan dengan jaring bisnis perhotelan dan resort terbesar di Indonesia baru saja mengumumkan calon pewaris yang nantinya akan melanjutkan bisnis Wara Group.

Pengumuman ini diterbitkan melalui surat yang diunggah pada laman resmi situs web Wara Group. Sayangnya, dalam surat tersebut, tidak dicantumkan nama dari sosok pewaris. Mengingat total keuntungan yang dihasilkan dari seluruh bisnis yang dimiliki oleh Wara Group, membuat masyarakat semakin penasaran dengan sosok pewaris yang akan melanjutkan bisnis perusahan tersebut. Sampai saat ini, belum ada informasi lebih lanjut dari pihak Wara Group mengenai pengumuman yang telah diterbitkan."

Semua mata tertuju pada berita yang baru saja ditayangkan. Anggi dan Warna mendengarkan penjelasan sang pewarta berita dengan seksama, diselingi keterkejutan dan tidak percaya. Sementara Mita hanya mampu menyembunyikan kegelisahannya seorang diri.

"Pewaris...?" Anggi bergumam. 

Dengan gelagapan, wanita tersebut beralih pada Mita, "Mita, kamu tahu tentang ini? Bukannya kemarin kamu bilang mau bertemu Papa kamu? Apa Papa kamu menceritakan hal ini ke kamu, Sayang?"

Tak jauh beda dengan sang Mama, Mita juga gelagapan. Namun, gelagapannya itu bermakna lain. Nyalinya tak cukup besar untuk menceritakan apa yang terjadi tempo hari. Ia hanya berpikir bahwa Anggi mungkin saja marah ketika tahu dirinya memutuskan untuk mengiyakan tawaran Putra. 

Menjadi calon pewaris Wara Group, seperti yang diberitakan oleh acara berita beberapa detik yang lalu. 

"Kak."

Tepukan Warna di atas pundaknya menarik Mita dari jurang lamunan. Pemuda itu kompak bersama Anggi, menatapnya dengan bayang-bayang keingintahuan. "Itu, Mama nanya."

"O-oh, gak, Mah. Itu-"

Tok! Tok! Tok!

Pintu kamar rawat Anggi bergeser. Menampilkan sosok jangkung seorang pria berkacamata yang langsung menjatuhkan sorot mata yang dingin pada dirinya dan kedua anaknya. 

"Ashraf?"

"Maaf mengganggu, Nyonya Anggi. Saya diperintahkan Tuan Putra untuk menjemput Nona Mita. Sebentar lagi, rapat dewan direksi terkait penetapan pewaris Wara Group akan dimulai dan Nona Mita harus hadir di sana."

Tidak hanya penampilannya yang kaku, Ashraf juga melakukan segala hal tanpa banyak pertimbangan. Cara bicaranya yang tidak perlu basa-basi dan sangat to the point, seringkali membuat lawan bicaranya termangu. 

4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang