:: Bab XXXIV ::

283 38 2
                                    

Begitu keluar dari kamar mandi, Mita melihat Bram baru saja menutup kopernya. Pria itu telah selesai mengemas barang-barangnya untuk kembali ke Indonesia.

Sejak di kamar mandi tadi, Mita berpikir untuk mengajak Bram pergi jalan-jalan bersama. Melihat matahari terbenam di Oia, salah satu kota ikonik di Santorini dengan bangunan putih berkubah biru-nya yang khas. Setidaknya, agar mereka punya kenangan berdua sebelum waktu bulan madu singkat mereka ini habis.

Tapi, rasanya mustahil Bram mau menyetujuinya. Hanya dengan melihat bagaimana pria itu tergesa-gesa meraih koper dan siap dengan segala keperluan imigrasi, Mita tahu bahwa Bram sudah tak betah berlama-lama di sana.

Entah tak suka dengan tempatnya. Atau tak suka karena harus bersamanya.

Lagipula, Mita juga bodoh. Untuk apa ia menginginkan kenangan bersama pria itu sementara mereka bukan pasangan yang saling mencintai.

Memikirkan itu, Mita terjun ke dalam lamunannya. Baru tersadar ketika Bram melewatinya begitu saja untuk masuk ke dalam kamar mandi.

Mita pun memupuk keinginannya dalam-dalam. Berharap di lain waktu ia bisa mengunjungi Oia bersama orang yang ia cinta dan mencintainya apa adanya.

"Gantungan kuncinya bagus."

Mita pikir, Bram sudah masuk ke dalam kamar mandi. Tapi, ketika ia menoleh, Bram masih berdiri di ambang pintu. Tengah menatapnya.

"Bunda suka koleksi gantungan kunci," sambung Bram, yang lantas masuk ke dalam kamar mandi dan menutup pintunya rapat-rapat. Meninggalkan Mita yang termenung, berupaya memahami konteks pembicaraan pria itu.

Setelah beberapa lama, akhirnya Mita ingat. Ia menyambar ponselnya yang sudah dicas —dengan cas-an hasil pinjam pada Bram— dan segera membuka aplikasi pesan.

To : Bramasta [semua pesan telah dibaca]

Saya ingin membelikan Bunda Ira oleh-oleh. Kira-kira, apa yang Bunda Ira suka? [14.15]

[gambar terlampir] Bagaimana dengan gantungan kunci? Atau magnet kulkas? [14.37]

Kalau Vanesa suka apa? [14.38]

[gambar terlampir] Vanesa suka dengan pernak-pernik kamar atau tidak, ya? Sepertinya, dreamcatcher ini akan cocok untuknya. [14.45]

Kamu dimana? Sudah makan siang? [15.01]

Saya sedang di restoran di luar hotel. Pastanya enak. Mau saya bawakan? [15.08]

Saya akan makan malam di hotel. [16.17]

Mita kembali menilik pintu kamar mandi. Ada gurat ketidakpercayaan yang terlukis di wajahnya saat ini.

Ia terlanjur berpikir Bram akan mengabaikan pesannya. Tapi, lagi-lagi, kenyataan tidak sesuai yang ia pikirkan.

Mita berusaha keras, menahan diri agar senyum lebarnya tak membuat tulang pipinya retak.

...

"Jadi, Wara Construction sedang kehilangan pemimpinnya?"

Seraya menancapkan setangkai bunga mawar pada gabus, Cheline mencari kepastian. Seorang pria yang berdiri di belakangnya pun mengangguk kendati Cheline tak bisa melihatnya.

"Lalu? Kenapa kamu memberikan informasi ini pada saya, Ashraf?"

Melepas kacamatanya, Ashraf bergerak maju. Mendekati posisi Cheline.

"Ini bisa jadi kesempatan Nyonya untuk membuktikan pada Tuan Putra."

Sudut bibir Cheline terangkat sedikit. Wanita itu membiarkan tangannya sibuk dengan tangkai-tangkai mawar lain yang belum dibersihkan.

4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang