:: Bab XIII ::

318 38 2
                                    

Bram tengah mengancingkan satu persatu kancing kemejanya ketika terdengar pintu apartemennya terbuka. Ia dengan mudah menebak siapa yang datang tanpa harus memastikan.

"Bawa apa, Nes?" teriaknya dari dalam kamar.

"Bubur ayam buatan Bunda, Kak."

Setelah memastikan penampilannya rapih, Bram keluar dari kamar. Benar saja. Nesa yang sudah tampil cantik dan siap untuk berangkat kerja, kini disibukkan menata satu persatu tempat makan di atas meja makan.

"Spesial, nih, pakai cakwe sama ayam kampung. Favoritnya Kak Bram."

Bram tersenyum kecil, "Nanti Kakak bakal telfon Bunda buat bilang terima kasih."

Nesa sekedar mengangguk. Baru kemudian menyadari ada yang berbeda dari penampilan Bram pagi ini.

"Tumben Kak Bram pakai jas dari rumah. Bukannya uniform-nya Kak Bram ditinggal di hotel, ya?"

"Kakak udah resign."

"Resign?" Nesa mengulang, lengkap dengan kerutan di dahinya. "Kenapa tiba-tiba, Kak?"

Bram mengedikan bahu, "Ada sesuatu yang harus Kakak kerjakan."

Gadis itu sempat terdiam. Eskpresinya menunjukkan betapa kerasnya ia berpikir saat ini.

Tatapan Nesa pun seketika berubah saat ia menyadari maksud dibalik perkataan Bram, "Apa yang sedang Kak Bram rencanakan untuk menghancurkan Putra Adiswara?"

Bram tak menjawab sampai Nesa mengajukan pertanyaan lain, "Apakah yang lain tahu tentang rencana itu?"

Hanya membalas tatapan Nesa lalu menepuk pelan pucuk kepalanya, Bram memilih untuk sekali lagi tidak memberi jawaban. Membuat rasa penasaran dari dalam diri Nesa semakin menggebu-gebu.

"Kak Bram, jawab aku."

Bram lantas beralih dari Nesa. Ia menutup kembali semua tempat makan dan memasukannya ke dalam tas, "Kakak makan ini di rumah sakit aja. Sekalian nemenin Adam. Kakak berangkat, ya."

Tanpa diberitahu, Nesa tahu Bram tak ingin berbagi rencana itu padanya. Namun, ia berpikir bahwa tak seharusnya Bram melakukan hal tersebut.

"Kak Bram, Nesa juga harus tahu apa rencana Kak Bram. Begitu juga dengan yang lain. Kak Bram gak bisa bertindak sendiri seperti ini," tegur Nesa.

"Ketika waktunya tepat, akan Kak Bram beritahu ke kamu."

Entah Nesa bisa memegang kata-kata itu atau tidak, tapi hatinya mulai tak tenang. Meski masih banyak pertanyaan yang belum terjawab, mau tak mau Nesa harus membiarkan Bram pergi karena pria itu berjalan begitu cepat.

Nesa tak sempat mengejar. Walaupun jika ia berhasil mengejar, ia juga tak yakin bisa membuat Bram berbicara mengenai rencana yang sedang pria itu buat untuk menghancurkan musuh mereka, Putra Adiswara.

Nesa cukup paham seperti apa watak Bram. Hanya saja, ia tidak bisa tinggal diam ketika Bram nyatanya sudah memiliki rencana lain untuk melawan Putra Adiswara. Terlebih jika pria itu bertindak sendirian.

Kegagalan kemarin membuatnya takut terhadap berbagai kemungkinan. Bram memang selamat. Tapi, tak ada yang bisa menjamin jika di rencana kali ini, Bram bisa berhasil atau justru menjadi pihak yang dihancurkan.

Sekali lagi, musuh mereka adalah Putra Adiswara. Setiap langkah yang akan diambil harus diperhatikan betul-betul agar tidak menjadi boomerang bagi mereka.

...

Pemulihan Anggi pasca operasi berlangsung cukup cepat dibanding pasien-pasien yang lain. Kini, wanita itu sudah duduk di kursi roda sementara menunggu mobil yang akan mengantarnya pulang.

4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]Where stories live. Discover now