:: Bab LXXXII ::

305 31 2
                                    

Silih berganti kurir meletakkan karangan bunga di sepanjang jalan menuju pemakaman. Iring-iringan mobil mewah terus berdatangan. Menunggu giliran untuk melewati gerbang usai dilakukan pemeriksaan. 

Beruntung, cuaca tak seburuk hati orang-orang yang datang ke sana. Kendati cahaya matahari menyorot, namun angin yang berhembus membuat suasana menjadi lebih sejuk. Kelopak bunga berguguran seiring dengan angin kencang yang menerjang mereka. 

Mobil pengangkut jenazah pun datang. Dua buah peti dikeluarkan dari sana secara bergantian sebelum akhirnya dimasukkan ke dalam liang lahat. 

Kacamata hitam berhasil menyembunyikan mata Mita yang sudah membengkak. Kendati ia tak punya tenaga untuk berdiri tegar di sana sebagai perwakilan keluarga, tapi ia mesti bertahan. Setidaknya, ia harus mengantarkan mereka. 

Di antara kerumunan pelayat, seseorang yang sebenarnya tak diundang berhasil menyusup. Dari balik topi hitamnya, ia menonton prosesi pemakaman layaknya menonton pertunjukkan drama musikal. Senyumnya mengembang sempurna, mengantar kepergian dua target utamanya dengan penuh kebahagiaan. 

Begitu kedua liang lahat itu tertutup sepenuhnya oleh tanah, barulah dia beranjak pergi. Seraya menelfon seseorang, ia masuk ke dalam mobilnya. Jeep hitam itu ia parkir agak jauh agar tidak terlalu mencolok di antara jejeran sedan yang mengkilap.

"Bagaimana? Dua jenazah itu benar-benar Tuan Putra dan Nyonya Anggi, kan?"

"Ah, memuakkan sekali. Kamu sudah menanyakan ini berkali-kali. Bukankah kamu sudah lihat foto yang saya kirimkan kemarin? Mereka tewas di tempat karena ledakan itu."

"Saya hanya ingin memastikan."

Hanya butuh sedetik untuk raut wajah penuh kekesalan itu berganti dengan binar bahagia, "Kamu seharusnya bisa datang ke sini. Melihat perempuan sialan itu pura-pura kuat sangatlah menyenangkan."

"Jangan terlalu senang. Kita belum menyingkirkan Sasmita sepenuhnya."

"Baiklah. Saya akan menyimpan sisa euphoria ini untuk besok."

"Pastikan tidak ada orang yang mengetahui kedatangan anda di sana."

"Kekhawatiranmu berlebihan, Ashraf. Lebih baik, kamu siapkan bagian untuk saya mulai dari sekarang. Jangan dikurangi, tapi kalau mau ditambah saya tidak akan menolak."

...

Tok! Tok! Tok!

"Nes, tolong buka pintunya, sayang. Kamu belum makan apapun sejak kemarin."

Sarat akan kekhawatiran, Ira berusaha menggugah hati Nesa. Sayangnya, hal itu tak cukup mempan untuk Nesa mau menuruti keinginannya. Gadis itu hanya duduk termenung di atas ranjang, diselimuti kegelapan tanpa membiarkan sedikitpun cahaya bisa menyelinap ke dalam kamarnya. 

Ratapan penuh maknanya tertuju pada kedua telapak tangan yang bergetar. Nesa terkurung dalam rasa bersalah yang besar. Seandainya ia bisa lebih cepat dalam mengambil keputusan, semua hal buruk itu tak akan kejadian. 

Nesa menyembunyikan wajah di balik tangan yang merengkuh lutut. Air mata pun jatuh tanpa bisa ia cegah. Hari terus berganti, namun ia tak kunjung bisa keluar dari penyesalan besarnya itu. 

...

"Prosesi pemakaman konglomerat sekaligus pengusaha sukses Putra Adiswara beserta mantan istrinya yaitu Anggita Ayu telah selesai dilakukan. Banyak pelayat yang berdatangan dari kalangan pejabat maupun sesama pengusaha. Putra Adiswara dan mantan istrinya diketahui sebagai korban jiwa dalam kejadian ledakan mobil mewah di persimpangan jalan kota tempo hari-"

4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]Where stories live. Discover now