:: Bab LXXV ::

288 43 0
                                    

Cheline berusaha mempertahankan kewarasannya meski sudah terkurung di dalam ruang remang-remang itu selama hampir 24 jam. Petugas polisi sudah menawarinya makan serta minum. Namun, dia hanya membisu. Secara tidak langsung menyatakan penolakan atas apapun yang dilakukan terhadapnya.

Krisna pun masuk. Di tangannya ada satu map berisi laporan bukti yang sudah terkumpul.

"Anda gak lapar, Bu Cheline?" Pria itu bertanya kendati tahu jawaban yang didapat selalu sama. Cheline tetap bungkam.

Napas Krisna terhela panjang. Menghadapi seorang tersangka yang tidak mau berkoordinasi dengan baik macam Cheline ini bukanlah pengalaman pertama. Namun, Krisna tetap membutuhkan pengakuan Cheline sebagai bukti pendukung agar kasus ini bisa segera dilimpahkan ke pengadilan.

Mata sipit pria itu sempat melirik jam di tangan. Hari sudah berganti dan Cheline masih betah dengan diam-nya.

Krisna jadi tidak punya pilihan. Terlebih ketika ia melihat wajah pucat Cheline. Begitu pula dengan mata merah wanita itu. Dia jelas butuh istirahat.

Sebuah keputusan akhirnya dibuat. Krisna menyuruh beberapa petugas polisi untuk membawa Cheline ke sel agar bisa mempersiapkan diri di proses pemeriksaan selanjutnya.

Brak! Plak!

Sekeluarnya mereka dari ruangan, kegaduhan terjadi. Sebuah flashdisk dilempar ke arah Cheline, diikuti tamparan kencang hingga meninggalkan bekas kemerahan di pipi wanita tersebut.

"Mita?!"

Sesungguhnya, Mita tak mau melewati batas seperti ini. Namun, emosinya terlanjur memuncak. Harusnya ia puas melihat kacaunya kondisi Cheline sekarang akan tetapi, ia berpikir bahwa wanita itu lebih baik mati.

"Setelah yang sudah Papa saya berikan, kenapa kamu bisa begitu tega sama dia, Cheline? KENAPA?! DASAR MENJIJIKAN!"

Bersamaan dengan air mata kemarahan yang menggenang di pelupuk matanya, Mita menuntut jawaban. Ia tak sedikitpun menghiraukan Krisna yang tidak berhenti mempertanyakan alasan di balik sikapnya. Dirinya hanya tertuju pada Cheline, yang kini melakoni peran perempuan nelangsa yang memprihatinkan.

"Mita, tolong jelaskan ke saya! Ada apa ini?!" desak Krisna, membawa Mita menjauh dari Cheline. Hanya dengan melihat sorot penuh dendam gadis itu, ia tahu Mita tak akan berhenti begitu saja.

Sayangnya, alih-alih menjawab, Mita justru menghempaskan tangan Krisna kemudian berbalik pergi. Bahkan setelah kegaduhan yang diciptakannya itu, Mita menghilang begitu saja usai masuk ke dalam mobil. Mobil sedan mewahnya pun meninggalkan halaman kantor polisi.

Krisna harus terima bahwa Mita tak memberinya jawaban. Meski begitu, masih ada hal lain yang bisa menjawab pertanyaannya.

Flashdisk yang tergeletak di dekat kaki Cheline.

...

"Rian, tolong menepi sebentar."

Mita butuh udara segar untuk mengisi energi sekaligus memperbaiki kondisi hatinya yang teramat berantakan. Ia menghalau Rian untuk mengikutinya begitu ia turun dan memilih duduk di tepi danau. Cukup bagi Rian untuk mengawasinya dari kejauhan.

Membiarkan bagian belakang celananya kotor oleh lumut, Mita duduk di tepi danau. Pandangan kosong yang berpusat pada riak air membawanya pada apa yang baru saja ia dapatkan.

"Saya akan ambil beberapa baju Tuan Putra yang masih tertinggal di villa, Nona Mita."

Karena pernyataan Inem itu, Mita pun menawarkan untuk diantar olehnya. Sekaligus ingin membantu Inem membersihkan villa yang pasti mulai berdebu itu.

4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]Where stories live. Discover now