:: Bab LXXIV ::

371 46 7
                                    

"Tapi, bagaimana kamu bisa mendapatkan ini, Mita?"

Bram meletakkan pulpen itu kemudian bertanya. Mata memicingnya mendesak gadis di hadapannya itu untuk segera menjawab.

Mita sempat menunduk, memainkan tautan tangan, dan menghela napas sebelum akhirnya mulai bercerita.

Segera setelah Rian menarik tuas rem di atas halaman luas dari istana Putra Adiswara, Mita beranjak turun. Ia melihat kewaspadaan dari para penjaga rumah yang seketika merapatkan barisan.

"Siapa anda?" Salah seodang penjaga bertanya ketus. Melihat dari perawakannya yang masih segar dan muda, Mita asumsikan dia belum lama bekerja di sana. Sehingga wajar rasanya jika dia tidak mengenal sosok Mita.

"Apa saya tidak boleh masuk ke rumah Papa saya sendiri?" Mita membalas tak kalah ketus. Penjaga itu mengernyit, walau tak lama sebab setelahnya ia tertawa renyah. "'Papa'? Siapa anda sebenarnya?"

"Nona Mita."

Bagaikan penyelamat, Inem muncul dari balik pintu megah nan besar itu. Penjaga itu lantas menoleh pada Inem. Dengan sopan dan segan, ia bertanya, "Bu Inem kenal orang ini?"

Sebagai kepala pelayan yang jabatannya lebih senior daripada penjaga kemarin sore itu, Inem mengangguk angkuh, "Beliau adalah putri sulung Tuan Putra. Kenapa kamu menahannya? Biarkan Nona Mita masuk."

Seiring dengan pengenalan dari Inem, barisan penjaga yang tadinya begitu rapat hingga tidak menyisakan cela, menjadi renggang. Penjaga yang merasa malu atas sikap pongahnya barusan pun hanya bisa memalingkan wajah dan menyingkir dari hadapan Mita.

Mengurai langkah dengan bebas, sepatu hak tinggi yang Mita kenakan akhirnya menginjak lantai marmer bangunan tersebut. Begitu ia masuk, kenangan yang pernah didapatkannya selama tinggal di sana seperti diputar kembali. Sayangnya, saat ia mengedarkan pandangan dan menemukan foto Cheline yang terpajang hampir di setiap sisi, Mita merasa muak.

"Ada apa Nona Mita kemari? Ada yang bisa saya bantu?"

"Cheline ada di rumah?"

Inem menggeleng, "Nyonya Cheline belum pulang, Nona. Katanya beliau harus menyelesaikan beberapa pekerjaan dan baru akan pulang jam 8. Memangnya, Nona Mita tidak bertemu dengannya di kantor?"

Usai menilik jam tangannya untuk membuat perkiraan waktu yang akurat, Mita bisa bernapas lega. Masih ada 30 menit sebelum wanita itu pulang. Ini jelas akan jadi kesempatan yang bagus, pikir Mita.

"Bi, bisa tolong buatkan minum?"

Permintaan Mita membuat Inem terhenyak. Pantas ia merasa ada sesuatu yang terlupa. Harusnya ia  menawarkan minum kepada Mita sebelum menuntaskan rasa penasarannya terhadap kedatangan gadis itu yang tiba-tiba.

"O-oh, iya. Saya buatkan minum dulu, ya. Nona Mita mau minum apa? Jus? Atau teh?"

"Jus sepertinya enak. Kalau bisa, jus alpukat seperti yang sering Bi Inem buatkan dulu."

"Baiklah. Saya permisi dulu, Nona."

Mita membiarkan Inem menghilang dari hadapannya. Sementara wanita paruh baya itu sibuk di dapur, Mita pun bergegas menuju suatu ruangan.

Kamar tidur Putra dan Cheline.

Dengan hati yang mantap, Mita menarik kenop pintu untuk membuka ruangan di hadapannya. Namun, berkali-kali ia mencoba, pintu itu tidak mau terbuka.

"Dikunci."

Mita berusaha mencari alternatif lain. Ia menjelajah seisi rumah dengan sorot penuh ambisi. Hari ini, ia harus bisa menemukan bukti konkrit agar Cheline bisa mendapatkan balasan atas apa yang telah dilakukannya kepada Papanya.

4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz