:: Bab LXXXIV ::

333 32 0
                                    

"Dia datang."

Mendengarkan pemberitahuan dari Harrish, Ashraf melirik pada spion mobil. Pantulan seorang pria yang berjalan ragu muncul di sana. Ia pun menyuruh sang supir untuk segera menyeret masuk pria itu karena ia tak punya banyak waktu. 

"Kondisimu terlihat lebih baik dari yang saya duga. Pak Harrish mengurus semua perawatanmu dengan baik, kan?"

Ashraf menyapa pria yang sudah lama tidak ia temui itu dengan cara yang agak lain. Senyum miringnya sukses membuat pria itu ketakutan setengah mati. Bayang-bayang mengenai apa yang telah Ashraf lakukan terakhir kali padanya menyebabkan bulu kuduknya bergidik ngeri. 

"J-jangan sakiti saya lagi, Pak."

"Ada apa dengan suaramu itu, Suryono? Seperti sedang melihat hantu saja," ledek Harrish, kemudian tertawa renyah. Di sampingnya, Ashraf turut mendengus dengan maksud mengejek. 

"Saya membutuhkan bantuanmu jadi kamu tidak perlu khawatir saya akan melukai kamu," terang Ashraf tanpa mau berlarut-larut. Suryono yang sejak tadi menundukkan kepala, berangsur-angsur mendongak dan membiarkan pandangan mereka bertemu. "B-bantuan...?"

Ashraf mengangguk singkat. Ia mengeluarkan selembar foto dari dalam jas-nya, yang kemudian ia berikan kepada Suryono.

"Kamu belum melupakan orang ini, kan?" tanyanya, yang dengan cepat ditambah dengan satu perintah tegas yang tak bisa terbantahkan.

"Bunuh dia untuk saya, Suryono."

...

Dengan beberapa paper bag berisi makanan di tangannya, Juan menguntai langkah. Ia memasuki apartemennya dan seketika dibuat takjub oleh meja makan yang tampak penuh. 

Tinggal sendirian membuatnya lebih sering membeli makanan di luar. Namun, sudah beberapa hari ini ia mendapatkan pengalaman yang berbeda karena selalu dijamu dengan baik meski tanpa ia minta. 

Tak mau makanan yang sudah dibelinya menjadi mubazir, Juan membuka satu persatu bungkusnya dan memajangnya di samping piring-piring berisi lauk yang masih hangat. Setelahnya, ia masuk ke dalam kamar karena tubuh yang terasa lengket meronta minta diguyur air dingin yang menyegarkan. 

Sudah membawa handuk di atas pundaknya, dering ponsel menghentikan langkah Juan menuju kamar mandi. Ia melihat nama penelfon pada benda pipih itu dan segera mengangkatnya tanpa pikir panjang. 

"Halo, Pah."

"Halo, Juan. Kamu dimana? Sudah pulang?"

"Iya, ini baru sampai di apartemen. Kenapa, Pah?"

"Ah, begitu. Bukan apa-apa sebenarnya. Hanya saja, Papa dapat informasi kalau Ashraf akan menggantikan Sasmita sebagai CEO Wara Group. Apa itu benar, Juan?"

Juan tak lekas menjawab. Ia terdiam sejenak sementara pikirannya berkelana pada apa yang terjadi tadi siang.

"Pak Juan, ada tamu yang meminta untuk bertemu dengan Bapak."

Salah seorang staff restoran menghentikan niat Juan yang hendak kembali ke kantornya karena restoran sudah lebih sepi. Ketika ia tahu kemana staff itu menunjuk, ia menghela napas panjang. 

Jika ia menolak, itu berarti Juan menunjukkan ke-tidak profesional-annya. Sehingga, mau semalas apapun ia menghadapi tamu yang dimaksud, ia tetap mengurai langkah menuju meja yang dekat dengan kolam ikan itu. 

Ia menilik satu piring yang isinya sudah tandas tak tersisa. Sebelum akhirnya membalas tatapan pria yang sedang menyeka sudut bibir menggunakan napkin. 

"Makanan di Dandelion's Hotel memang yang terbaik di antara merk hotel Wara Group lainnya. Inilah kenapa hotel ini bisa dengan cepat berkembang walau sudah beberapa lama terabaikan."

4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu