:: Bab XX ::

344 31 2
                                    

Anggi sedang memasak makan malam ketika sebuah telfon dari Putra masuk ke ponselnya. Pria itu mengabarkan bahwa putri sulungnya sedang berada di IGD dan akan dibawa ke ruang operasi untuk mendapatkan pertolongan usai ditikam oleh seseorang.

Mustahil jika dirinya tidak cemas dan khawatir. Ia bahkan melupakan tangannya yang terluka karena tak sengaja teriris tadi. Kini, ia baru sadar mengapa hatinya terasa tidak tenang seharian ini.

Ia hendak menerobos pintu di hadapannya itu. Namun, Putra dengan cepat mencegahnya. Menahannya kendati dirinya terus meronta.

"Mita! Aku harus melihat Mita, Mas! Mita butuh aku!" teriaknya. Meski kesusahan, Putra tetap tidak melepaskan Anggi. Dirinya berusaha menenangkan sang mantan istri dengan dekapan hangat dan usapan lembut di punggungnya.

"Mita akan baik-baik saja. Dia gadis yang kuat. Percayalah."

Interaksi keduanya memantik api emosi dari seorang wanita yang sejak tadi mengintip di ujung lorong. Tangan wanita itu mengepal kuat.

"Sekarang, dia bahkan berani terang-terangan merayu Mas Putra? Sialan!"

Makian Cheline terbang bersama angin yang berhembus. Jika saja bisa, ia ingin sekali berlari dan menjambak rambut mantan istri dari suaminya itu sebagai pembalasan.

Akan tetapi, Cheline mencoba untuk tidak gegabah dalam mengambil langkah walau emosi membuatnya kalut. Alih-alih menunjukkan kedatangannya, ia memilih untuk tetap bersembunyi terlebih ketika ada seorang pria yang menyeret pria lain yang bersimbah darah untuk menghadap Putra.

Cheline buru-buru menutup mulutnya yang menganga saat ia berhasil mengenali pria yang diseret secara paksa itu.

"Johan?!" bisiknya, tertahan.

Ashraf dengan cepat berubah menjadi tameng saat Bram datang dalam keadaan yang kacau balau dan menyebabkan keributan karena menyeret Johan yang sudah tidak sadarkan diri.

Ada luka terbuka di leher Johan dan beberapa luka memar hingga membuat wajahnya membengkak. Meski samar, Putra masih bisa mengenali siapa pria itu sehingga ekspresi wajahnya langsung berubah.

Bram mengabaikan kondisinya yang juga babak belur karena dihantam oleh kendaraan. Ia melepaskan genggamannya pada kerah jaket yang Johan kenakan. Pria itu tak berdaya itu pun tergeletak begitu saja.

"Dia yang tadi menikam Mita," ujar Bram. Yang seketika mendapat reaksi marah dari Putra.

"Johan yang melakukannya?!"

Bram mengangguk singkat. Lantas, ia menoleh pada pintu tertutup milik IGD.

"Bagaimana keadaan Sasmita?"

...

Mata terbuka secara perlahan. Mita berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya kuat yang menyorot tepat ke wajahnya untuk beberapa saat. Sebelum akhirnya mengedarkan pandangan ke sekitar.

Sayangnya, yang bisa Mita temukan hanyalah kegelapan. Satu-satunya warna yang tertangkap oleh matanya adalah hitam.

Mita mengernyit. Mungkinkah ia sudah mati?

Berangkat dari pemikiran itu, Mita mengangkat tangan untuk merasakan denyut jantungnya sendiri. Ada detak kencang yang seolah menembus sampai ke telapak tangannya.

Rasanya seperti ia masih hidup.

Mita tentu saja dibuat kebingungan. Ia mencoba berjalan untuk mencari celah keluar. Namun ia tak menemukannya.

Di tengah pencariannya tersebut, Mita justru dipertemukan oleh orang-orang yang wajahnya tak bisa ia lihat dengan jelas. Yang pasti, orang-orang itu menertawakan dirinya kemudian berbondong-bondong mendorongnya hingga ia terpojokkan.

4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]Where stories live. Discover now