:: Bab XXXI ::

335 37 1
                                    

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

.

.

.

"Saya akan menempati kamar yang di bawah."

Mita tak bisa melepaskan sedikitpun tatapannya dari Bram. Ia berusaha mencerna maksud perkataan pria itu. 

"Kamu setuju untuk tinggal di sini?" tanyanya, mencoba memastikan. 

"Saya tidak mau ada berita tidak enak tentang kita. Tadi, saya lihat sudah ada beberapa wartawan yang menunggu di taman dan sedang mengawasi gerak-gerik kita."

Kehangatan langsung menyerbu hati Mita. Menyingkirkan kehampaan yang sempat membuatnya murung selama beberapa saat. 

"Meskipun begitu, saya tetap-"

"Saya mengerti," sela Mita dengan cepat. Ia tahu Bram pasti akan memperingatinya kembali tentang perasaan pria itu yang sesungguhnya. Telinga Mita sudah tak mau mendengarnya lagi.

"Kamu sudah 2 kali mengingatkan saya. Saya tidak akan lupa."

Dipotong begitu membuat Bram kikuk sementara, sebelum akhirnya memilih untuk menutup mulutnya rapat-rapat. Hanya suara rintik hujan yang membuat hening tidak begitu terasa. Bram dan Mita sama-sama meneguk teh di cangkir masing-masing, baru kemudian teringat oleh tiket pesawat yang teronggok di samping mereka. 

"Kamu tahu darimana kalau itu tiket untuk bulan madu? Lalu, bagaimana bisa tiket itu kembali utuh?" Mita melempar pertanyaan untuk mengalihkan topik pembicaraan. 

"Note yang menempel di tiket itu belum kamu sobek. Saya menukarnya dengan bantuan seseorang," balas Bram dengan santai. Matanya sempat melirik pada jam dinding yang menggantung, "Besok pesawatnya jam 5 pagi. Sebaiknya kita berkemas dan istirahat."

"Apa yang akan kita lakukan selama di sana?" 

Pertanyaan lain yang Mita berikan hampir membuat Bram menyemburkan air teh di dalam mulutnya. Beruntung ia bisa mengontrol dirinya dengan baik. Ia menghardik respon tubuh yang terpengaruh oleh pikirannya yang terlanjur berkelana bebas itu. Pertanyaan Mita itu juga memancing ingatannya pada apa yang sempat Adam katakan ketika mereka sedang bersama.

"Mas Bram gak disuruh bulan madu?"

"Kenapa kamu tanya begitu, Dam?"

"Ya... bukannya biasanya orang tua akan memberi hadiah pernikahan untuk anaknya bulan madu supaya bisa cepat menghasilkan keturunan? Apalagi orang tua yang kaya raya seperti Putra Adiswara. Cuma modal jentikan jari, dia pasti bisa memberikan paket bulan madu mewah seperti tiket pesawat, reservasi hotel, dan lain sebagainya. Bukan begitu, Mas?"

Bram memilih untuk tak menanggapi Adam. Karena kalau ia menanggapi, ia akan terbayang-bayang oleh serpihan tiket pesawat yang ia lihat di tong sampah. 

4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora