:: Bab XXIII ::

301 42 0
                                    

"Apa-apaan yang tadi? Itu berlebihan, Bram!"

Mita memprotes, begitu keduanya sudah ada di dalam mobil Bram dan dalam perjalanan menuju sebuah restoran yang telah direservasi oleh Putra Adiswara untuk makan siang bersama.

Ia benar-benar marah dengan tindakan Bram tadi yang menurutnya memalukan. Pria itu bahkan membuatnya tak sempat berpamitan pada Juan.

Sementara itu, respon Bram atas protesnya tersebut nyatanya tidak sesuai harapan. Pria itu hanya fokus pada setir kemudinya. Tak sedikitpun melirik Mita seakan-akan dia sedang berkendara sendirian.

"Jangan mentang-mentang kita berperan sebagai pasangan yang akan menikah, jadi kamu bisa seenaknya kepada saya seperti tadi."

Sepanjang perjalanan, Mita masih begitu vokal menyuarakan ketidaksukaannya atas sikap Bram. Tidak semestinya pria itu ikut campur dalam urusan pribadinya, terlepas dari status mereka sebagai calon suami istri.

Tak butuh waktu lama untuk mereka sampai di tempat tujuan. Bram sibuk melepas sabuk pengamannya dan baru membuka suara saat hendak membuka pintu.

"Harusnya kamu lebih berhati-hati dalam bersikap kepada siapapun. Kalau ada karyawan yang melihat kamu berpelukan dengan pria lain, itu akan memperburuk keadaan kita. Mengerti?"

Bum!

Bram membanting pintu dengan cukup keras. Hingga mampu membuat Mita melonjak kaget.

Untuk sesaat, ia tersadar akan satu hal tersirat yang Bram sampaikan. Menyadari hal tersebut, Mita langsung memaku pandangan pada Bram yang memutari mobil untuk membukakan pintunya.

'Jadi... dia lihat waktu Kak Juan peluk aku?'

...

"Welcome home, Mr. Juan."

Tidak. Itu bukanlah suara dari pelayan yang menyambut Juan. Bukan pula suara asisten yang bekerja untuknya. Itu hanyalah sambutan dari smart system yang sengaja ia pasang di apartemennya.

Ia kemudian melempar tas-nya ke atas sofa dan langsung menjatuhkan tubuhnya. Sejujurnya, ia agak lapar.

Memang salahnya yang tidak melipir membeli makanan saat di perjalanan tadi. Tapi, sungguh. Mood-nya terlanjur memburuk karena kehadiran seseorang yang menghancurkan momennya bersama Mita. Sehingga ia tak memikirkan hal lain kecuali cepat sampai ke apartemen.

Usai melepas jas dan menggulung lengan kemejanya, Juan pun beranjak ke dapur. Sebungkus ramen instan ia keluarkan dari lemari penyimpanan.

Pria itu menikmati momen memasak ramennya dengan penuh kesabaran. Aroma wangi yang menguap di sekitar Juan cukup ampuh mengusik cacing-cacing di dalam perutnya.

Ia tengah berpikir untuk menambahkan topping di ramennya. Alhasil, Juan menjelajah isi kulkasnya hingga ia bisa menemukan jejeran telur yang ada di rak bagian atas.

Entah kekuatan apa yang dimiliki oleh telur-telur itu, namun Juan memasrahkan dirinya dibawa oleh kenangan masa lalu saat menatap telur-telur itu. Senyumnya seketika mengembang.

"Mita punya resep enak buat kuah ramennya, Kak. Kak Juan mau tahu, gak?"

"Resep apa emangnya?"

"Pakai telur sama mayonais. Sini, deh, mangkuknya."

Saat itu, Mita yang baru saja pulang sekolah langsung menimbrung Juan di dapur. Sebenarnya, jadwal mereka hari itu adalah belajar bersama. Lebih tepatnya adalah jadwal Juan menjadi tutor cuma-cuma untuk Mita.

Tapi, Juan memutuskan membuat makanan untuk mereka berdua sebelum mulai belajar. Juan selaku tuan rumah pun menjadi sibuk di dapur. Setidaknya, sampai Mita datang dan berinisiatif membantunya.

4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang