:: Bab XII ::

311 38 0
                                    

Kalau saja Mita tidak baik-baik saja, mungkin Putra Adiswara sudah menghancurkan seluruh isi restoran dan memecat semua staff hotel. Tak hanya staff operasional namun juga staff back office yang dianggap turut ambil bagian terkait maintenance setiap furniture yang ada.

Insiden jatuhnya lampu kristal itu bukanlah insiden yang bisa dianggap sepele. Jika tidak beruntung, nyawa yang menjadi taruhannya. Nama baik hotel pun akan tercemar.

Area restoran pun diclear-up dan sudah diamankan agar tidak bisa dimasuki tamu. Hanya staff yang berwenang yang bisa memasuki area tersebut.

Sementara itu, Putra bersama Mita dan juga Bram dipindahkan ke Royal Penthouse, tipe kamar paling mewah dan mahal di Royal Crown Hotel. Makan siang yang sudah terlanjur dipesan pun dibawa ke sana.

"Permisi, Pak Ashraf. Saya mau mengantarkan kotak P3K yang tadi diminta."

Kotak P3K yang dibawa oleh seorang staff itu kini berpindah ke tangan Ashraf. Sebelum akhirnya pria itu meletakkannya di atas meja, tepat di hadapan Mita dan Bram yang duduk bersebelahan.

Kendati ia teramat enggan untuk berdekatan dengan pria itu, namun keadaan memaksa Mita untuk mengobati luka yang ada di wajah Bram. Jika tidak menyelamatkannya tadi, mungkin wajah pria itu tidak akan ternodai oleh luka seperti ini. Paling tidak, ini cara yang bisa Mita lakukan untuk berterima kasih.

Mita mengambil selembar kapas dan menuangkan obat merah di atasnya, lalu mengusapnya ke atas luka gores di pipi kanan Bram dengan hati-hati. Begitu maksimal usaha Mita untuk mengontrol dirinya sendiri, terutama pandangannya agar tidak perlu bertemu dengan milik Bram.

Mita hanya fokus pada luka Bram, tak peduli meski Bram menatapnya dengan sangat intens. Jarak yang begitu dekat di antara mereka memudahkan Bram untuk meneliti wajah di hadapannya itu.

Begitu lukanya selesai dibalur obat merah, Mita mengipasinya sebentar agar cepat kering. Sesekali meniupinya dengan lembut. Satu buah plester pun ia buka lalu ia tempelkan di atas luka di wajah Bram setelahnya.

"Sudah selesai," gumam Mita, seraya terburu-buru mengemasi kembali kotak P3K yang ia gunakan. Lagi-lagi, tanpa repot membalas tatapan Bram untuknya.

Mita pun beralih kepada Ashraf. Sebenarnya, ia ingin langsung bertemu sang Papa namun Putra masih sibuk menghakimi General Manager yang bertanggung jawab terhadap keseluruhan operasional dan manajemen hotel.

"Saya akan balik ke kantor duluan. Ada sesuatu yang lupa saya kerjakan. Tolong sampaikan ke Papa saya, ya."

"Tapi, Nona Mita belum makan siang."

"Tidak apa-apa. Saya bisa pesan makanan nanti."

"Kalau begitu, biar saya antar."

"Tidak usah. Saya duluan, ya."

Tanpa mau mendengar kata-kata dari Ashraf yang jelas akan menahannya, Mita buru-buru keluar dari sana. Kedua kakinya membentuk langkah yang tergesa-gesa.

Ia hanya ingin menghindari Bram untuk saat ini.

...

Putra mengedarkan pandangannya ke seluruh sisi ruangan, "Kemana Mita?"

"Nona Mita sudah kembali ke kantor, Tuan." Ashraf menjawab.

"Sendirian? Kenapa?"

"Dia menghindari saya."

Bram akhirnya buka suara. Perhatian Putra Adiswara pun kini tertuju padanya.

"Maksudmu? Dia tahu sesuatu tentang perjanjian kita?"

4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin