Chapter 44

39 20 5
                                    

Prak!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Prak!

Suara piring pecah menggema di seluruh ruang makan keluarga Adiwiyata. Natalie menatap nyalang Nara yang tertunduk pasi dengan tubuh bergetar sambil mencengkram kuat bagian bawah kaos lusuh yang ia kenakan.

Di lantai, sudah berserakan makanan dan pecahan piring yang sebelumnya ditepis Natalie dari atas meja makan dengan sengaja, sekarang perempuan itu berdiri dari kursinya sambil bersedekap dada.

"Apa yang kamu tunggu? Bereskan kekacauan ini!" teriaknya sambil memukul kepala Nara berulang kali.

Nara kemudian berjongkok sambil memunguti makanan dan pecahan piring yang berserakan di lantai, matanya menatap liar ke sekeliling meski tangannya masih terus memunguti kekacauan yang disebabkan Natalie.

Aaakkh!

Teriak Nara tertahan, pecahan kaca menggores telunjuk tangannya, yang membuat perempuan itu kemudian menghisap jarinya yang sudah mengeluarkan darah. Melihat itu, Natalie bergidik geli, sambil berdecak kesal, dan lantas menendang Nara sampai membuat wanita itu terjungkal.

"Dasar jalang gila!" Makinya sambil meludahi Nara, dan lantas pergi begitu saja tanpa rasa iba.

Nara bangkit, tatapannya masih liar menatap sekeliling, lalu ia kembali memunguti pecahan piring dengan jari telunjuk yang masih meneteskan darah.

Dari kejauhan, diam-diam Gian menyaksikan kejadian itu, meski dengan wajah datar tanpa ekspresi, namun mata jernih anak itu menatap nanar ibunya yang diperlakukan seperti binatang oleh Natalie.

Gian hanya bisa diam, menangis pun ia tidak, matanya melihat semuanya dengan jelas, dan sampai kapan pun anak itu akan mengingat semuanya, tanpa melupakan sedikit pun perlakuan Natalie kepada ibunya, meski belum genap delapan tahun, tapi dendam itu sudah bersarang jauh di lubuk hati Gian.

"Ma," panggil Gian yang sudah berdiri di sisi Nara.

Perempuan itu menoleh, namun matanya tidak fokus menatap Gian, beberapa keringat menetes dari keningnya, wajah yang kian hari kian terlihat pucat dan kurus itu melukai hati Gian.

Belum genap setahun sejak mereka tinggal di kediaman mewah Adiwiyata, namun Gian hampir tidak mengenali ibunya sendiri. Wajah cantik Nara telah hilang entah ke mana, berganti dengan wajah yang selalu terlihat pucat, bibir kering, bahkan ia juga kehikangan banyak berat badannya, yang membuat tubuh Nara yang dulu berisi, sekarang kurus kering.

"Gi...gi...gian tidak se...se...sekolah?" tanya Nara dengan mata liarnya.

Gian memegang kedua pipi ibunya itu, lalu menarik lembut kepala Nara ke arahnya. Kepala Nara acap kali bergerak acak, meski sekarang kepala perempuan itu sudah diam, namun netra almond Nara masih bergerak liar, mata itu terus bergerak tidak fokus, yang membuat Gian tidak lagi bisa melihat mata cantik ibunya itu menatapnya lekat dengan penuh kasih sayang seperti dulu.

Mercusuar di Tengah Laut (On Going)Where stories live. Discover now