Chapter 45

43 19 12
                                    

Momo menatap jauh ke luar, sejauh mata memandang, yang terlihat hanya deretan makam, yang membuat ia mengerutkan keningnya, lantas gadis itu menoleh ke arah Gian yang duduk di sebelahnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Momo menatap jauh ke luar, sejauh mata memandang, yang terlihat hanya deretan makam, yang membuat ia mengerutkan keningnya, lantas gadis itu menoleh ke arah Gian yang duduk di sebelahnya.

"Kita ke TPU¹?" tanya Momo.

Gian mengangguk, laki-laki itu terlihat sangat tenang dari biasanya, meski Momo tidak leluasa melihat rupa Gian karena tertutup kacamata hitam yang dikenakannya. Bahkan, Momo belum sempat bertanya kenapa Gian pakai kacamata hitam di saat cuaca bahkan sedikit mendung seperti ini.

"Kenapa nggak bilang kalau kita mau ke makam? Tahu gitu gue nggak pakai baju ini," keluh Momo.

Gian menoleh, lalu membuka kacamata hitamnya sambil menatap Momo dari atas sampai bawah. Gadis itu tampak lucu dengan jeans abu-abu, dipadu dengan sweater over size polos berwarna pink, ia juga memakai topi baret yang berwarna senada dengan sweaternya, lalu tas sandang bulat berwarna putih dan juga sneakers dengan warna senada.

Pakaian yang dikenakan Momo lebih terlihat seperti gadis yang akan berkencan dengan kekasihnya ke tempat-tempat hiburan, tentu saja Momo protes jika ternyata Gian malah membawanya ke pemakaman.

"Lo berharap gue ajak kencan yah?" tanya Gian sambil memasang kembali kacamatanya.

Uhukkk!

Momo terbatuk, ucapan Gian membuat gadis itu tersedak air ludahnya sendiri, sepertinya sekarang darah juga sudah berkumpul di kepalanya, yang membuat wajah Momo ikut memerah.

"Ng...nggak kok!" teriak Momo salah tingkah.

Gian tersenyum, meski senyum itu sangat tipis, tapi Momo bisa dengan jelas melihatnya, karena saking jarangnya wajah datar dan dingin itu tersenyum, sekalinya tersenyum wajah itu seketika menghangat, yang membuat hati Momo yang memandanginya juga ikut mencair.

Taxi berhenti tidak jauh dari gerbang masuk ke pemakaman, Gian dan Momo segera turun, udara segar langsung menyapa hidung keduanya, karena pemakaman ini cukup jauh dari kota, udaranya masih sangat terjaga, belum lagi banyak pohon rindang di sekitar pemakaman yang menambah pasokan oksigen.

Cuaca yang mendung menyebabkan langit cukup gelap, namun sepertinya hujan masih belum akan turun dalam waktu dekat. Gian sudah berjalan lebih dulu, diikuti Momo dengan langkah tergesah. Pemakaman ini cukup sepi, hanya ada beberapa orang yang terlihat dari kejauhan, selebihnya hanya gundukan makam yang begitu dingin dan suram.

"Mo," panggil Gian.

Panggilan itu menyentak Momo dari lamunannya, lantas gadis itu menoleh dan baru menyadari jika ia sudah tertinggal cukup jauh dari Gian. Laki-laki itu berhenti dengan kedua tangan ia masukan ke celana chinonya, menunggu Momo yang sekarang terlihat berlari-lari kecil ke arahnya.

"Maaf yah," ujar Momo dengan napas memburu.

Gian tidak menjawab, lantas laki-laki itu mengeluarkan tangan kirinya dari saku, lalu mengulurkannya ke depan Momo, isyarat agar Momo menggenggam tangan yang ia ulurkan itu.

Mercusuar di Tengah Laut (On Going)Where stories live. Discover now