Chapter 60

38 17 83
                                    

Cairan infus menetes konstan menuju selang yang langsung terhubung ke pembuluh vena di pergalangan tangan kanan Gian, sedangkan pergelangan tangan kirinya yang beberapa waktu lalu masih menganga tersayat cutter, sudah dibalut perban putih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cairan infus menetes konstan menuju selang yang langsung terhubung ke pembuluh vena di pergalangan tangan kanan Gian, sedangkan pergelangan tangan kirinya yang beberapa waktu lalu masih menganga tersayat cutter, sudah dibalut perban putih.

Bibir yang sebelumnya membiru, kini juga mulai sedikit memerah, suhu tubuh Gian juga kembali normal, meski tekanan darahnya sempat turun dengan sangat drastis, namun laki-laki itu berhasil melewati masa kritisnya dengan baik.

Deru napas Gian hampir tidak terdengar, tidur laki-laki itu terlihat amat nyaman dan tenang di atas ranjang king size milik Samuel di apartement laki-laki itu, sambil berselimut bed cover berwarna hijau army dengan alas kasur yang senada.

"Lo yakin dokter tadi bisa dipercaya?" tanya Momo dengan mata yang tidak lepas menatap tubuh Gian yang terbaring lemah tidak jauh dari tempatnya dan Samuel duduk.

"Dia dokter kepercayaan keluarga gue, dari gue belum lahir, dia udah kerja untuk keluarga gue, jadi lo tenang aja," yakin Samuel.

Momo menghela panjang, lantas gadis itu mengangguk, tampilannya masih kacau, ia masih mengenakan dress hitam robek dengan darah Gian yang sudah mengering di beberapa bagiannya, rambut gadis itu juga berantakan, dengan sisa keringat yang masih tampak mengkilap di sekitar kening, leher hingga tulang selangka.

"Dari semua tempat, kenapa apartement lo?" Momo menatap Samuel penasaran.

Laki-laki itu menoleh, lama ia diam, sebelum akhirnya menjawab.

"Lo pasti tahu jawabannya kan?"

Momo menunduk, lalu menatap nanar benang-benang sisa sobekan di ujung dressnya.

"Kenapa lo lebih mikirin karir Gian dari pada keselamatannya?"

"Gue hidup dan tumbuh besar bareng Gian, jadi gue tahu gimana dia. Percayalah, dia akan lebih benci jika dunia tahu penyakitnya."

Gadis itu lantas tertawa getir, lalu kembali menatap pria yang duduk di sampingnya itu.

"Sama halnya kayak lo dan keluarga besar lo, yang nggak mau dunia tahu tentang siapa Gian sebenarnya kan?"

"Lo sendiri? Kenapa nggak nelfon mas Avian atau ambulance sama sekali?" Tanya Samuel.

Momo bungkam seribu bahasa, bingung harus menjawab apa.

"Karena lo juga tahu kan? Jika Gian nggak ingin dunia tahu tentang penyakitnya," getir Samuel.

Lantas laki-laki itu menatap nanar tubuh Gian, laki-laki itu tak lagi menunggu jawaban dari Momo, ia larut dalam pikirannya sendiri.

Beberapa saat kemudian, ia bangkit dari duduknya, lalu berjalan menuju lemari di sebelah ranjang, lantas menjangkau handuk baru berwarna coklat tua, lalu melemparkannya ke arah gadis itu.

Momo refleks menyambut handuk itu, lalu menatap Samuel bingung.

"Sebaiknya lo bersih-bersih," titah laki-laki itu.

Mercusuar di Tengah Laut (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang