Prolog

6.3K 478 35
                                    

Organisasi dan pembunuh bayaran

*

"Dilihat-lihat bapak ini tampan dan gagah sekali ya." Ucap seorang gadis berambut hitam panjang terurai. Wajahnya cantik, namun tertutup sebagian dengan kain tipis berwarna merah, tangan panjang dan lentiknya perlahan mengelus sensual dada seorang laki-laki yang sedang menikmati kemolekan gadis itu.

Napas terengah-engah menahan hasrat menerpa kulit, membuat dirinya merasakan hangat yang sedikit membuat risih. "Siapa namamu?" tanya lelaki itu sembari mengelus pipi sang gadis hingga ke dagu.

"Kathrina."

Gadis itu tersenyum setelah mengucapkan namanya. Tangannya yang  mengelus dada lelaki itu kini perlahan turun kebawah, menuju area terlarang milik para lelaki.

"Kathrina ya? Akan saya ingat nama cantik kamu." Ujarnya sambil menikmati elusan lembut diarea buah zakarnya. Kathrina menggelengkan kepalanya dengan pelan lalu menghapus senyuman diwajahnya.

"Najis!"

Tiba-tiba dari belakang sebuah ayunan tongkat baseball dengan keras menghantam kepala lelaki itu, tubuhnya terjatuh dengan keras di lantai. Darah segar segera mengalir dari luka di dahinya, menodai kemeja putih miliknya dan lantai dengan warna merah yang mencolok.

"Lama banget!" Protes Kathrina pada temannya yang sudah ia tunggu dari tadi. Tawa renyah terdengar dari mulut perempuan itu, ia meletakkan tongkat baseball yang ada ditangannya dan memberikan sapu tangan pada Kathrina.

"Jangan marah dong, ada hambatan tadi," ucap Adel memberi alasan atas keterlambatannya sembari mengambil buah apel yang ada diatas meja. "Tanya aja sama Zee!"

Manik mata Kathrina melirik pintu kamar yang tiba-tiba terbuka, tampak Azizi masuk dengan cengiran lebar tercetak di wajahnya. Baju putih yang ia kenakan terlihat sangat kotor karena bercak merah darah, menunjukkan bahwa ia habis bersenang-senang diluar sana.

"Sorry, Tin! Banyak penjaganya," ucap Azizi sambil menutup pintu dan melangkah masuk menghampiri dua temannya. "Lagian kenapa pilih hotel, sih? Susah tau masuknya," keluh Azizi, kini ia yang balik protes, sedikit kesal karena baju yang baru saja ia beli menjadi kotor.

"Permintaan boss, bisa apa gue?" ujar Kathrina, tangannya sibuk mengelap setiap inci kulitnya yang bersentuhan dengan lelaki tadi dengan sapu tangan milik Adel. "Balik nanti gue harus mandi kembang!"

Adel membuang sisa apel yang ia makan dengan sembarangan, lalu berjalan mendekati laki-laki yang ia pukul tadi, kakinya ia arahkan pada tubuh yang terbaring lemas itu. "Masih hidup, mau diapain?" tanyanya sembari menatap dua temannya.

"Bakar aja," jawab Kathrina tanpa keraguan. Ia masih merasa jijik mengingat apa yang dia lakukan tadi dengan laki-laki itu.

Azizi tertawa kecil sambil menatap Kathrina. "Lu yang ngelakuin, lu juga yang jijik," ledeknya dengan nada santai. "Kalau ga gue lakuin, gue bisa diusir dari kamar ini" ucap Kathrina memberi pembelaan atas apa yang dia lakukan, dan sekarang ia sangat menyesali nya.

"Tapi giliran cewe yang lu grepe, seneng!" sela Adel, heran dengan orientasi seksual temannya itu.

Katrina melempar senyum cengirnya lalu memasukkan sapu tangan Adel ke dalam sakunya. "So, what are we gonna do with this asshole?"

"Just throw him out the window," jawab Azizi memberi saran. "Kejam banget," ucap Adel, sambil sedikit tertawa.

"Jauh lebih baik daripada dibakar, kan?" Satir Azizi sambil tersenyum menatap Kathrina.


-


'Berita terkini, seorang pengusaha muda berinisial R tewas mengenaskan di kamar hotel X, polisi menduga bahwa korban dipukul di bagian kepala lalu dilemparkan dari jendela kamar lantai 5'

"Tugas kalian viral, tuh!" Ucap seorang laki-laki sambil mengutak-atik mengganti saluran televisi yang hanya menyiarkan berita yang sama dari tadi pagi.

"Emang kapan sih tugas kita ga pernah viral?" Tanya Kathrina, seolah membanggakan hal yang mereka lakukan. Adel dan Azizi saling memandang lalu ikut tersenyum bangga.

"Tugas lo ga pernah viral ya, dek?" Tanya Adel, sedikit meledek laki-laki yang wajahnya mirip dengan dirinya.

"Tugas kok cuma ngintai, itu tugas atau jualan bakso, Do?" Ledek Azizi pada Aldo, wajahnya memerah malu sekaligus kesal. Memang betul yang dikatakan dua perempuan itu, karena kelalaiannya dulu, ia jadi diberhentikan oleh atasannya untuk melakukan tugas inti, dan selalu disuruh mengintai korban yang akan di sikat oleh kakak-kakaknya.

"Jangan gitu dong, Zee. Adek gue ini," ucap Adel sembari mengusap punggung adiknya. "Lahk, lo duluan kok," Azizi membela dirinya sambil tertawa dengan riang.

"Kak, disuruh Bu boss kumpul!" Sela laki-laki yang terlihat lebih muda, memanggil mereka yang masih bersantai di ruang tengah untuk segera berkumpul di ruang rapat atas perintah bos mereka.

Dengan segera, mereka bangkit dari duduknya dan bergegas mengikuti Raizan menuju ruang rapat. Didalam, sudah ada Sello dan ibu Boss yang duduk menunggu kedatangan mereka.

"Kenapa, bos?" Tanya Kathrina sambil menarik kursi dan mendudukinya, menunggu penjelasan dari atasannya yang terlihat sedikit gelisah.

Gracia, ibu boss mereka memperhatikan anak didiknya yang telah ia besarkan selama bertahun-tahun itu dengan seksama. Tangannya mendorong sebuah surat ketengah meja yang berada ditengah-tengah mereka.

"Markas pusat ketahuan, dan polisi sudah menyebar pencarian untuk menangkap cabang organisasi" ucap Gracia menjelaskan isi surat tersebut. "Mau tak mau, kita harus me-"

"Gak! Ga bisa dibubarin gitu aja dong! Kita udah barengan selama ini loh! Masa mau dibubarin gitu aja?" Protes Kathrina, menyela penjelasan dari Gracia dengan nada keberatan yang tegas.

"Adel setuju sama Atin! Ga bisa main bubar gitu aja dong!" Dukung Adel, memberikan suara setuju kepada protes Kathrina.

Yang lain juga mengangguk, setuju untuk tidak membubarkan organisasi mereka yang telah menyatukan mereka seperti saudara.

"Siapa juga yang mau bubarin?" Tanya Gracia keheranan, menatap anak-anaknya yang sudah terlihat seperti pendemo di kampus-kampus yang begitu tegar dan solid.

Mereka berenam menatap Gracia dengan bingung, kalau bukan dibubarkan? Lantas apa?

Gracia menghela napasnya. "Makanya kalo orang tua ngomong itu jangan dipotong!" ujarnya, mengingatkan anak-anaknya untuk mendengarkan kalimatnya hingga selesai. "Kita itu masih butuh uang yang banyak! Ga mungkin kita bubarin organisasi kita"

"Jadi, alasan Bu boss ngumpulin kita itu apa?" Tanya Kathrina, terlihat bingung, mencari penjelasan atas pertemuan yang dadakan ini.

Gracia kembali melirik ke arah anak-anaknya lalu tersenyum tipis. "Kita ubah haluan, bukan menerima pekerjaan kotor lagi, tapi kita akan memberikan layanan penjagaan untuk keluarga kelas atas!" ujarnya dengan penuh semangat, mengumumkan perubahan arah bisnis yang akan dijalankan oleh tim mereka.

.
.
.
.
.

TERIMAKASIH TELAH MEMBACA!

PENGASUHWhere stories live. Discover now