46

1.1K 124 13
                                    

Pada akhirnya

*

Udara di pagi hari saat matahari belum terbit adalah udara yang cukup dingin untuk dinikmati. Tapi tidak untuk dua insan wanita yang kini dimabuk rasa rindu. Padahal mereka hanya tidak bertemu selama beberapa jam saja.

Diteras, satu selimut untuk berdua. Membungkus mereka yang duduk bersebelahan dengan Adel memegang secangkir susu cokelat hangat.

Mereka dirumah Frandika, paman Ashel yang menebus dirinya saat dipenjara tadi malam. Meski Ashel menganggap Frandika adalah pamannya, tapi sebenarnya laki-laki itu adalah kakak sepupunya. Demikian juga Tara dan Callie, mereka adalah sepupu Ashel karena ayah mereka adalah saudara kembar, Ari Ragustiro dan Ari Pamustiro.

Tangan Adel yang menganggur perlahan menyusup, menyatukan jemarinya dengan jemari Ashel yang terasa sangat dingin. Digenggamnya tangan Ashel, berusaha memberikan kehangatan melalui tangannya yang baru saja ia tempelkan pada permukaan gelas berisi susu hangat.

"Tangan kamu dingin," lontar Adel dengan suaranya yang lembut. Belum pernah sekalipun Adel berbicara selembut ini pada siapapun, bahkan pada adiknya sendiri.

Ashel mengangguk kala mendengar pernyataan Adel, menyadari bahwa tangannya memang dingin karena udara pagi. "Tangan kamu hangat," balas Ashel seraya menoleh untuk menyatukan netra mereka berdua.

"Ada yang lebih hangat dari tangan aku."

"Apa?" Satu alis Ashel terangkat, penasaran dengan yang lebih hangat dari genggaman tangannya.

Bibir Adel tersungging, tersenyum tanpa gigi seraya mengangkat tangan Ashel yang ada di genggaman. Dikeluarkannya jari telunjuk Ashel lalu Adel mengarahkannya pada bibirnya sendiri.

"Ini."

Apa ini? Adel sedang menggoda Ashel. Tak biasanya. Padahal dulu selalu Ashel yang menggoda Adel, namun pagi ini sebaliknya. Sungguh langka namun membuat wajah Ashel menjadi merah.

"Aku mau coba," jawab Ashel mengikuti permainan Adel, "aku mau coba kehangatan bibir kamu."

Tubuh Ashel beranjak, menaiki dan duduk di pangkuan Adek yang kini duduk bersila dilantai teras. Membiarkan perempuan yang dahulu ia tolak duduk menghadap dirinya.

Gelas yang Adel pegang langsung ia taruh di sebelah, takut nanti terjatuh dan mengenai Ashel.

Wajah Ashel mulai mendekat, ingin segera menyatukan bibirnya dengan bibir Adel. Hampir bersentuhan, tiba-tiba suara motor datang dari arah belakang Ashel, membuat kegiatan mereka jadi terganggu karena lampu motor Frandika menyorot mereka berdua langsung.

"Ck! Uncle!" Kesal Ashel pada Frandika yang seakan sengaja mengganggu mereka. "Gatau timing banget, sih!"

"Kalian itu yang ga tau timing!" Seru Frandika, "bisa-bisanya mau ciuman diteras! Kalau ada tetangga lihat gimana?"

"Yaudah, sih. Urusan mereka," ketus Ashel sembari membenarkan kembali posisi duduknya disebelah Adel. Sedangkan perempuan yang hendak dicium Ashel itu terdiam, bungkam karena ini pertama kalinya ia dipergoki sedang bermesraan. Sungguh ekstrim rasanya, seperti dipacu oleh api. Berdebar.

Frandika turun, mengangkat sebuah plastik hitam berisi sarapan yang sengaja ia beli untuk Ashel makan nanti. "Bubur ayam," ucap Frandika sembari melenggang masuk meninggalkan dua perempuan itu diteras.

PENGASUHWhere stories live. Discover now