27

1.6K 172 15
                                    

Permintaan

*

"Aku ga bisa keluar, Del."

Setelah papanya memaksa Ashel untuk ikut tinggal bersamanya, Ashel jadi tak bisa keluar dari rumah, bahkan untuk sekolah pun, sang papa meminta home schooling.

"Karna Marsha, ya?" Tanya Adel melalui panggilan telepon. Ashel mengangguk tipis sambil berdeham menjawabnya. "Aku kangen," sambung Adel membuat gadis yang ada di seberang telepon tersenyum.

"Aku lebih kangen," balas Ashel.

"Aku mau peluk kamu, Shel."

"Aku juga, tapi aku ga bisa ketemu kamu sekarang ini. Papa takut aku bakal kena incar juga sama musuh-musuhnya," papar Ashel, kini ia menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang, matanya menatap pintu balkon kamar yang terbuka.

Pagi pun tiba, matahari sudah mulai menampakkan wujudnya, dan Ashel tak tidur sama sekali malam ini, begitu juga dengan Adel.

Setelah rapat dengan saudarinya tadi malam, hasil keputusan bersama di tetapkan memberikan Freya waktu untuk berpikir. Tentu, hal itu tak di sambut baik oleh Adel.

Ia langsung masuk ke kamar meninggalkan lima saudarinya, dan kebetulan sekali Ashel menelponnya. Rasa emosi yang meledak-ledak di hati adel tadi seketika menjadi redup. Sungguh, gadis ini adalah rumah bagi Adel.

"Kok diem?"

Adel mengerjabkan matanya, tersadar dari lamunan karena Ashel tiba-tiba bersuara.

"Udah ngantuk ya?"

"Kamu kali yang ngantuk, aku mah udah biasa ga tidur," jawab Adel sambil terkekeh.

"Aku ngantuk," ucap Ashel. "Tapi aku mau kamu tidur di samping aku," imbuhnya lagi, membuat Adel yang berada di kamarnya tak kuasa menahan rasa rindu pada gadisnya.

"Aku ke rumah kamu sekarang."

-

"Kemana, Del?"

"Bacot."

Adel melenggang melewati Freya yang berada di ruang tengah. Freya yakin, Adel masih marah dengan dirinya karna perkara semalam.

"Kerja kali," celetuk Fiony yang juga berada disana.

"Kontraknya kan udah di cabut? Yakali ada kerjaan," jawab Kathrina sembari membenarkan kemeja putihnya.

"Lu mau kemana?" Tanya Freya sembari duduk di sebelah Fiony, sambil memegang secangkir teh panas yang hendak ia minum di pagi hari.

"Kerja," jawabnya singkat, lalu mengambil tas hitam yang ada di sofa dan bergegas pergi.

Fiony memandang Freya, merasa tak enak karna semua saudarinya jadi berlaku dingin atas pilihannya semalam. "Kamu udah mutusin mau gimana?" Tanya Fiony membuat Freya yang sedang menyeruput tehnya jadi terbatuk.

Freya menggeleng pelan, lalu menaruh cangkir teh miliknya di meja. Di putar tubuhnya, menatap Fiony yang setia memperhatikan semua gerak-gerik dari Freya. "Pikiran aku masih sama, Fio. Aku ga mau bunuh Flora."

PENGASUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang