16

1.9K 198 29
                                    

Sebuah tamparan mentah dari telapak tangan Marsha tepat mengenai pipi Adel, membuat perempuan dengan jaket kulit yang sedang menunduk itu merasakan perih di kulit pipi nya.

Gracia meringis melihat adegan itu, lalu beralih menatap seorang wanita paruh baya yang sedang menangis dihadapannya. "Bu, kejadian ini terjadi di luar jam kerja Adel. Ibu tidak bisa menyalahkan—"

"Gak!" Wanita itu menggeleng, masih tak terima dengan apa yang telah terjadi dengan anak perempuannya. "Ini salah kamu! Kenapa kamu ga jaga anak saya!" Pekik wanita itu sembari berdiri dan mendorong-dorong tubuh Adel.

Gadis itu masih menunduk, tak berani menampilkan wajahnya pada mama Ashel. "Pergi!"

"Bu, kontrak—"

"PERGI KALIAN!" Mama Ashel berteriak, membuat atensi orang-orang yang ada di rumah sakit menuju pada mereka. Seorang perawat datang, mencoba menenangkan mama Ashel dan membawanya pergi dari depan ruang rawat Ashel.

"Ini yang namanya penjaga?" Ketus Marsha. Kini ia menoleh pada Gracia lalu menyodorkan kertas kontrak perjanjian mereka. "Akhiri aja, kalian ga becus." Marsha melenggang pergi, meninggalkan dua perempuan itu di sana.

Gracia dengan pelan melangkah mendekati anak didiknya yang masih menunduk, lalu mengelus pundaknya mencoba menenangkan Adel bahwa ini semua bukanlah kesalahannya.

"Ini terjadi di luar jam kerja, bukan salah kamu, Del—"

"Yang di bilang kak Feni dulu emang bener."

Gracia menggeleng lalu memeluk tubuh Adel. "Noo, kamu ga salah, Del."

"Ini salah aku, Kak—"

"Adel."

Adel menggeleng, ia menatap Gracia dengan sedih. Matanya berair, dan bibirnya bergetar. "Ini salah aku, karna aku.. Ashel—"

"Adel yang kakak tahu ga mungkin nangis karna hal ini."

-

"DEMI?!"

Marsha mengangguk lalu menghembuskan asap rokok dari mulutnya. "Gegara Adel bangsat itu ga becus jagain nya."

Flora menggeleng tak percaya atas apa yang telah menimpa Ashel. Namun, melihat Marsha yang tiba-tiba kembali menghisap benda berbahaya itu, tampaknya apa yang gadis itu ceritakan tadi adalah suatu kebenaran.

"Badan Acel biru, kemungkinan dia di pukul karna berontak," urai Marsha lalu kembali menghisap batang berasap itu lagi.

"Anu nya masuk?"

Marsha mengangguk lagi, membuat Flora meringis kasihan dengan kondisi temannya yang sangat membenci benda itu. "Adel nya kamu apain?"

"Aku tampar doang."

"Lembut banget balasannya."

"Adel bukan pelaku," ucap Marsha sembari menggoyangkan batang rokoknya di atas asbak, membuang abu nya agar tetap menyala. "Gimanapun juga, Ashel sayang sama Adel. Bisa gawat kalo dia tahu aku ngelakuin lebih dari tamparan."

"Sesayang itu Acel sama Adel?"

"Adel itu, teman lama Acel."

Flora mengerutkan keningnya. "Teman lama?" Tanya Flora, bingung dengan pernyataan yang Marsha sampaikan barusan. Adel? Adalah teman lama Ashel? Flora pikir, Ashel baru mengenal Adel saat perempuan itu menjadi bodyguard nya. Tapi, fakta apa lagi ini, ia benar-benar terkejut saat Marsha mengungkap bahwa Ashel telah mengenal Adel dari dulu.

PENGASUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang