35

1.4K 151 32
                                    

Pertemuan ini

*

"Aku masih bingung kenapa Jessi begitu berarti." Sello menoleh ke Feni yang sedang menyetir. Setelah dari apotek, Feni menawarkan Sello untuk pulang bersamanya. "Panjang banget ceritanya, Sel. Mungkin bisa sampai sepuluh chapter kalau aku ceritakan," balas Feni sambil terkekeh.

Sello mengangguk kecil lalu kembali menoleh ke depan melihat jalan raya yang tidak terlalu padat siang ini. "Loh, ini bukan ke arah markas, kak." Sello mengerutkan keningnya menyadari kalau jalanan yang mereka lewati ini bukanlah jalan menuju markas.

"Temenin kakak sebentar, ya. Ada yang mau kakak tunjukkin," ujar Feni sedikit menyeringai.

Mobil mereka terus melaju, melintasi jalanan aspal yang kini berubah menjadi jalan tanah yang berbatu. Mereka meninggalkan kota, pergi menuju tengah hutan lebat yang memiliki jalan setapak di tengahnya.

"Ngapain?" Sello bertanya, penasaran kenapa Feni membawanya ke gudang reyot di tengah hutan seperti ini. Sello menerka, kalau Feni membawanya kesini untuk menjalankan misi, tapi setelah dipikir-pikir lagi mungkin tidak. Organisasi mereka 'kan sedang tidak aktif menerima tugas.

"Ikut aja," titah Feni seraya turun dari mobilnya dan berjalan menuju gudang reyot itu. Sello pun menurut, ia turun dan berjalan di belakang Feni yang kini sedang membuka pintu gudang.

Mata Sello membulat sempurna, tertegun melihat seorang perempuan yang lehernya di rantai di dalam gudang. Lebih terkejutnya lagi, perempuan yang Sello lihat itu adalah anak menteri yang dikabarkan menghilang, Marsha.

Mulutnya di bungkam dengan isolasi, dan tangannya juga di borgol membuat Marsha tak bisa berteriak dan bergerak leluasa, apalagi lehernya dikaitkan dengan rantai besi yang tidak terlalu panjang.

Keadaan Marsha berantakan dengan luka bakar yang tertera di wajah sebelah kirinya.

Sello meringis ketika Feni menarik rantai Marsha, membuat perempuan itu mau tak mau jalan terpincang menuju Feni.

"Menurut kamu aku jahat, ga?" Feni menatap wajah Marsha, tapi pertanyaan yang ia lontarkan itu untuk Sello.

Sello mengulum kedua bibirnya sekilas lalu berjalan mendekat dan berdiri di belakang Feni. "Sedari awal perbuatan kita ga ada yang baik," jawab Sello dengan datar sambil ikut memperhatikan Marsha yang terlihat sangat lemas.

"Menurut aku, perbuatan aku yang ini justru sangat baik," balas Feni sembari mengusap luka lecet di tangan dan leher Marsha dengan betadine yang ia beli tadi. "Aku nyelamatin dia," sambungnya lagi.

"Nyelamatin?"

Feni mengangguk. Memang, Feni memang menyelamatkan nyawa Marsha. Tapi tindakannya juga salah karena menyekap Marsha di tengah hutan seperti ini. "Ada beberapa hal yang ga akan kamu mengerti tentang tindakan kami."

"Kami?" Sello kembali membeo, semakin bingung dengan kalimat-kalimat Feni yang terdengar rumit.

Feni diam, tak berniat menjawab pertanyaan Sello yang terdengar sangat penasaran dengan jawaban yang disimpan didalam benak Feni.

"Dia pacar kak Zee," ucap Sello tiba-tiba, membuat Feni memberhentikan tangannya yang sedang mengobati luka lecet Marsha.

"Azizi?" Ulang Feni sembari menoleh kebelakang dan menatap Sello dengan mata yang melotot. "Kamu bilang dia ini pacar Azizi?"

PENGASUHWhere stories live. Discover now