33

1.3K 147 17
                                    

Masa lalu [2]

*

Kobaran api yang panas menerpa permukaan wajah Kathrina, membuat peluh mengalir begitu banyak hingga membuat sekujur tubuh Kathrina basah.

Benar seperti yang Feni katakan sebelumnya, mereka dibelakang sedang membakar mayat. Entah mayat siapa, tapi jumlahnya sangat banyak hingga tak terhitung. Kathrina menoleh, memperhatikan dua adiknya yang sedang kesusahan menarik mayat-mayat itu keluar dari karung. Kathrina terkekeh, lalu berjalan mendekati, hendak membantu mereka. "Bisa ga?"

Adel mengangguk tanpa ragu. Meski salah satu kakinya bergetar karena luka bakar yang belum sembuh, Adel tetap semangat menggeret mayat-mayat itu ke lubang yang berisi kobaran api.

"Cewe yang ini masih hidup," ucap Azizi, memperhatikan adanya pergerakan di perut perempuan yang ia bawa.

Kathrina mendelik, ikut memperhatikan perutnya, dan benar saja, perut perempuan itu bergerak. Kathrina mendekat, lalu menjulurkan tangannya ke bawah hidung perempuan itu dan merasakan adanya angin yang keluar, walau sedikit.

Perempuan itu sekarat.

"Bakar aja," ucap Adel sembari melempar mayat yang ia bawa ke lubang. "Toh, udah sekarat? Kita juga bukan para medis," sambungnya yang terdengar masuk akal.

"Siapa juga yang mau nyelamatin," celetuk Azizi lalu kembali menarik tubuh perempuan itu. Hampir saja Azizi melempar tubuhnya, perempuan itu membuka mata dan menarik kerah baju Azizi, membuat anak berusia 14 tahun itu menjorok hampir masuk ke dalam lubang.

Beruntung Kathrina dengan tanggap menahan tubuh Azizi, membuat anak itu hanya bertatapan dengan si jago merah.

"Njir, hidup," celetuk Adel terkejut melihat perempuan yang melempar Azizi itu berdiri dengan sempoyongan. Kepala perempuan itu terluka, mengucurkan darah dari pelipisnya dan mengotori seluruh tubuhnya hingga terlihat seperti orang yang habis dibantai.

"Panggil Kak Feni," titah Kathrina sembari mendorong Azizi. "Kayaknya dia jago," sambung Kathrina. Ia menggulung lengan kemejanya lalu melempar bilah kayu ke arah Adel.

"Aku juga mau ikut!" Pinta Azizi yang belum juga pergi dari situ.

"Zee, panggil Kak Feni!" Kathrina melotot, menatap Azizi dengan seram agar adiknya itu segera pergi untuk memanggil Feni. Kathrina merasa akan kalah meski dua lawan satu.

"Gak, aku juga ikut lawan. Dia hampir ngebakar aku barusan." Azizi membantah perintah Kathrina lalu ikut memasang kuda-kuda, siap untuk menghadapi perempuan yang sempoyongan di depannya.

"Terserah kamu, deh. Kalau kita kebakar hari ini, jangan marah sama aku di neraka." Kathrina mengepalkan kedua tangannya, mata Kathrina dengan tajam menatap perempuan itu, lalu dengan cepat ia berlari dan melompat, hendak memberi tinju ke bagian kepala perempuan itu yang sudah terluka.

---

"Loh, ke bantai?" Feni berjalan mendekat, memperhatikan tiga anak yang tergeletak di tanah dengan luka pukul yang cukup parah. "Ku pikir kalian udah hebat, ternyata ngurus cewe gila aja ga bisa," sambung Feni sembari menggerakkan bola matanya pada seorang perempuan yang sudah terluka parah namun masih bisa berdiri.

"Kita ketemu lagi ya, Jessi."

"Mau sampe seribu kali pun mencoba, kalian ga bakal bisa membunuh aku!" Pekik Jessi dengan raut wajah sakit yang marah. Giginya menggertak, dan darah baru segera mengalir banyak keluar dari kepala, mulut dan perutnya yang sempat tergores kayu karena Adel.

PENGASUHWhere stories live. Discover now