38

1.2K 135 8
                                    

Aldo dan Azizi

*

Kumparan asap putih beraroma tembakau mengepul di udara, mengenai tepat pada wajah Aldo. Ia tertunduk sesekali, mengambil napas kala udara yang ia hirup jadi engap karena Azizi terus melontarkan asap rokoknya pada Aldo yang duduk dihadapan.

Mereka berdua diam, terjebak dalam pikiran masing-masing, memikirkan kata-kata yang pas untuk mereka ucapkan saat ini.

Azizi bersandar pada sofa, masih menatap Aldo dengan serius. Sedang, Aldo sendiri sudah tegang karena intimidasi dari kakaknya ini tidaklah main-main.

"Gue minta maaf soal hari itu," ucap Azizi meminta maaf pada Aldo tentang hari dimana ia mengamuk padanya perihal hilangnya Marsha. "Gue kelepasan."

Aldo tertegun sejenak lalu mengangguk kecil. Sudut bibir Aldo sedikit terangkat, merasa lega karena kakaknya sudah tak lagi marah padanya.

"Gue juga minta maaf karna ga bisa jagain Marsha." Aldo menaikkan pandangannya perlahan, berniat melihat wajah Azizi. Namun, sebuah asbak kaca tiba-tiba melayang dan pecah tepat di dahi Aldo.

Kepalanya berdarah, membuat Aldo merasa pusing. Tubuh Aldo sejenak oleng membuatnya jadi tersandar pada sofa dan tak bertenaga.

"Sejujurnya gue masih dendam, Do. Tapi, gue butuh bantuan lo," imbuh Azizi dengan tatapan datar menatap Aldo yang duduk terkulai lemas di hadapannya.

Darah segar mengalir dan menetes dari keningnya yang bocor, membuat sekitaran tempat Aldo duduk menjadi ternodai.

Gracia yang mendengar keributan dari ruangannya pun keluar, memeriksa ada perihal apa lagi yang terjadi di ruang tengah.

Bukan sekali dua kali markas mereka ini ribut. Sedari dahulu, kalau sedang tidak kompak mereka selalu saja melakukan keributan dan hampir membunuh satu sama lain.

"Hancurkan aja semuanya!" Seru Gracia seraya berjalan terhentak menuju ruang tengah. Matanya mendelik, menatap dua anaknya yang masih duduk di sofa ruang tengah dengan tenang.

Azizi tersenyum kala melihat Gracia. Di buangnya putung rokok yang baru saja ia hisap ke arah Aldo, lalu berjalan mendekati Gracia. "Maaf Bu Boss, ada urusan." Azizi menepuk pundak Gracia sekilas lalu menoleh kembali pada Aldo yang masih duduk di tempatnya.

"Ikut gue," titah Azizi lalu berjalan keluar meninggalkan Gracia dan Aldo.

Aldo berusaha berdiri. Walau tubuh Aldo sempoyongan karena kepalanya bocor, ia tetap bisa berjalan dengan baik dan mengikuti langkah Azizi yang sudah berada di teras.

Beberapa langkah Aldo berjalan, Gracia dengan tangkas menahan tubuh Aldo, membuat empunya berhenti dan menatap Gracia dengan matanya yang berair menahan perih di kepalanya.

"Kamu buat masalah lagi?" Selidik Gracia sedikit mendongak karena perbedaan tinggi mereka. Aldo menggeleng dan menghela napasnya. "Kak Zee salah paham," jawab Aldo yang diberikan anggukan oleh Gracia.

Gracia melepaskan tangannya lalu membiarkan Aldo kembali berjalan.

Di luar, sudah ada Azizi yang bertengger di dinding dan menatap Aldo yang baru saja keluar dari pintu.

"Lama," keluh Azizi dengan wajah galaknya.

Aldo hanya menaikkan kedua bahunya perlahan, tak memberikan alasan lain atas keterlambatannya menyusul Azizi di luar.

"Gue butuh bantuan lo, Do."

"Apapun." Aldo menatap netra Azizi, memberi isyarat bahwa ia siap melaksanakan apapun yang Azizi perintahkan untuk menebus rasa bersalahnya pada Azizi.

PENGASUHDär berättelser lever. Upptäck nu