42

1.2K 140 14
                                    

Pembebasan

*

"Papa kamu sudah menunggu didepan." Seorang petugas polisi membukakan pintu sel sementara Flora dan menyuruhnya keluar, menemui sang ayahanda yang sudah menebus dirinya.

Flora mengangguk, berjalan perlahan sambil menunduk menuju ruang tunggu kantor polisi. Disana ia melihat seorang laki-laki jangkung duduk dan menatapnya dengan tatapan datar. "Papa," lirih Flora sedikit gemetar, menahan rasa takutnya pada sang ayah yang kini berdiri menghadap dirinya.

"Mau ngikutin jejak Radipati?" Sarkas Rinaldi pada anaknya yang ikut terlibat dalam kasus narkoba ini. "Sudah papa bilang 'kan?! Jauhi hal-hal seperti ini! Kamu sudah mencoreng nama baik keluarga kita, sama seperti paman mu, Oniel!" Rinaldi membentak Flora dengan kuat, membuat atensi orang-orang yang berada di kantor polisi itu beralih pada mereka berdua.

Telinga Flora memanas kala mendengar nama laki-laki yang Rinaldi sebut. Satu kegagalan yang membuat ia merasa malu pada ayahnya karena lalai mengurus Oniel dahulu. "Maafin Flora, Pa."

Tangan Flora mengepal dengan erat, kukunya melukai telapak tangannya sendiri hingga berdarah. Rinaldi yang melihat penyesalan yang amat mendalam dari putri satu-satunya pun memaafkannya, merasa bahwa anaknya ini hanyalah seorang gadis berusia 18 tahun pada umumnya.

Rinaldi telah menjerumuskan Flora terlalu dalam ke urusan politik keluarga. Bahkan diusia Flora yang masih terbilang cukup muda, Rinaldi sudah memberikan perintah untuk membunuh satu keluarga Radipati. Meski ada beberapa yang lolos, itu sudah termasuk perbuatan keji bagi seorang ayah untuk anaknya.

"Ayo pulang!" Rinaldi menggapai tangan anaknya, menyeret Flora keluar dari kantor polisi menuju mobilnya yang sudah hancur lembur karena ditabrak oleh mobil polisi yang ugal-ugalan.

Seorang perempuan dengan tampilan berdarah-darah keluar dari mobil polisi yang menabrak itu, membuat darah Rinaldi naik pitam saat seringai yang ditampilkan oleh wajah Azizi tertuju padanya.

"Selamat malam, Pak Rinaldi."

Azizi berjalan mendekat, berhadapan tepat didepan laki-laki paruh baya itu dengan tatapan menantang. Sedangkan Flora, ia melepaskan genggamannya dengan sang ayah dan melangkah mundur, ingin menghindari sesuatu yang buruk antara Rinaldi dan Azizi, pacar Marsha.

"Eits, mau kemana?" Tubuh Flora di tahan dari belakang, Raizan yang memegang kedua pundak Flora tersenyum tipis, membuatnya tak bisa berkutik dan kabur. "Kita butuh bantuan kalian," ujar Raizan sedikit berbisik ditelinga Flora.

Bulu kuduk Flora merinding kala mendengar bisik Raizan yang terdengar mengintimidasi. Pertama kali, seorang Flora merasa kalah oleh laki-laki yang bahkan terlihat lebih muda darinya.

Azizi yang masih bertatapan dengan Rinaldi langsung mengacungkan pisau miliknya, mengancam sang empu yang saat ini bisa dibunuh kapan saja.

Keributan yang terjadi diluar tentu saja mengundang polisi-polisi untuk keluar, menyaksikan kepala keluarga Rinaldi yang sedang ditodong sebuah pisau.

"Turunkan senjata mu! Atau kami tembak!" Seru seorang polisi yang sudah bersiap dengan pistol nya.

"Coba aja," tantang Azizi yang kemudian membalikkan tubuh Rinaldi dengan cepat, menyekapnya dengan pisau yang menempel dileher Rinaldi. Azizi menjadikan Rinaldi sebagai tahanan, membuat semua polisi jadi kebingungan karena tak ada celah untuk menembak.

PENGASUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang