26

1.6K 175 18
                                    

Pertemuan

*

Di sudut kota yang gelap, tempat di mana sampah masyarakat berkumpul, kini sudah di tutupi oleh darah-darah segar akibat pertarungan tak masuk akal.

Satu perempuan bermodal tongkat besi, menghabisi semua preman yang menghuni gang-gang kecil di sana.

Masuk akal? Kalau di pikir dengan nalar mungkin itu mustahil. Tapi ini nyata adanya. Bermodal pengalaman dan amarah, serta kekuatan. Azizi Azabriel membuat lautan darah disana.

Bak orang yang kesurupan, Azizi buram akan pertarungan. Ia marah, sangat marah. Darahnya mendidih, butuh lebih banyak pelampiasan untuk meredakan rasa marahnya.

Salah satu preman yang Azizi hajar berlutut, meminta ampun agar Azizi tak membuat dirinya terluka lebih parah. Namun sayang, Azizi memang kesurupan malam ini.

Tangan Azizi terangkat, dengan tongkat besi di tangannya, berayun dengan kuat dan menghantam tengkorak milik sang preman.

Napas panas keluar berhembus dari mulut Azizi. Ia mendongak, menatap bulan purnama sempurna tepat berada di atasnya.

Azizi kacau.

Setelah ia memaki-maki Aldo tadi, ia langsung pergi meninggalkannya dan berkeluyuran mencari Marsha yang kabarnya menghilang dari TKP.

Namun di tengah pencariannya, datang sekelompok preman yang tak tahu bahwa mereka mengincar seorang perempuan yang salah.

Azizi yang sudah kalap pun langsung menghajar setiap preman yang ada di gang sana.

Dering ponsel berbunyi, membuat lamunan singkat Azizi buyar. Ia merogoh saku celananya dan menjawab panggilan itu.

"Rapat?"

...

"Gue kesana."

Azizi mematikan panggilan itu sepihak lalu menaruh kembali ponselnya. Di tatap sebentar orang-orang yang baru ia hajar itu lalu pergi meninggalkannya.

Malam masih panjang. Azizi berencana kembali mencari Marsha setelah rapat dadakan yang di sampaikan oleh temannya barusan.

Namun sayang, tak seperti rencana Azizi tadi. Rapat yang diadakan dadakan ini ternyata lebih panas dan mungkin akan berlangsung sangat lama.

Adel dan Freya saling memandang tak suka, melotot satu sama lain karena perbedaan pendapat.

Sejujurnya, semua yang di sana berbeda pendapat dengan Freya.

"Bukan Flora pelakunya, aku yakin!" Seru Freya masih mempertahankan pendapatnya.

"Lo ngebela dia cuma karna dia pacar lo, Fre!" Sanggah Adel tak mau kalah.

Suasananya panas. Semua tak lagi memakai akal pikiran mereka lagi. Hanya otot leher mereka yang mereka gunakan untuk membela pendapat mereka masing-masing.

"Kita ga butuh pendapat Freya buat ngejalani misi kita," lanjut Adel sembari menatap teman-temannya yang lain, yang kini sudah berada di ruang tengah, tak terkecuali Kathrina.

PENGASUHWhere stories live. Discover now