Catatan: Catatan Kecil Untukmu

434 8 9
                                    

Ketika kau masuk ke dalam rumahku, jangan harap kau 'kan dapatkan ketenangan di sana. Jangan juga bertanya padaku di mana mereka. Ketika kau masuk ke dalam rumahku, duduklah dan jangan ucapkan sepatah katapun. Biarkan angin yang berbicara lewat heningnya atmosfer yang tercipta. Ketika kau masuk ke dalam rumahku, kuharap kau tidak pernah berpikir akan menjumpai suatu kebahagiaan yang tiada habisnya antara kami. Jangan, kumohon jangan kau harapkan hal itu. Jangan juga mengajarkanku untuk pulang ke rumah dan beristirahat. Rumahku tidak berpenghuni. Tak ada bedanya berada di rumah dengan berada di luar. Nyatanya aku masih mendapati bayanganku tersenyum pilu mengikuti langkah kakiku.

Aku gadis sejuta topeng. Di manapun kau menemukanku, kau akan selalu takjub pada untaian kata yang selalu kugunakan untuk menyemangatimu. Bibirmu akan selalu tersenyum mendengar manisnya tuturanku tentang bagaimana hidup seharusnya berjalan. Seolah aku adalah tetuah yang sedang menasihati anak-cucunya agar kelak bisa memiliki kehidupan yang lebih baik daripada sekarang. Tidak, aku adalah pengecualiannya. Apalah yang kutahu tentang kehidupan, selain hanya sebuah ensiklopedi yang hanya mampu dibeli oleh tangan-tangan saudagar kaya?

Aku gadis sejuta topeng yang senang membalut tubuhnya lewat hangatnya cacian dan makian para pendusta. Aku gadis sejuta topeng dengan ribuan sayatan yang telah membekas menyatu bersama penggalan kisah masa lalu yang takkan pernah terulang kembali.

Tidak ada yang akan memberitahumu keberadaan seekor tikus kecil yang bersembunyi di bawah dinginnya gorong-gorong yang basah dan gelap. Sementara para pemburu itu gencar berjalan menyusuri lorong-lorong sambil memegang senapan mereka.

Mereka sibuk mencari dan menawan tikus-tikus jalanan; sesuatu yang hanya (akan) membuang waktu mereka saja. Lalu bagaimana kabar tikus-tikus rumahan yang tumbuh dan beranak cucu sebagai parasit dalam rumah mereka? Suara decitan mereka selalu membuat resah seisi rumah. Belum lagi remah-remah makanan yang mereka sisakan sebagai penanda bahwa besok mereka (masih) akan berulah kembali. Bagaimana mungkin tidak terbesit di pikiran sang pemilik rumah untuk segera memusnahkan mereka?

Jadi, malam ini aku kembali menyusuri malam yang pekat, tanpa bulan dan juga bintang. Kulihat kau berada di sana, berdiri menungguku di penghujung lorong tempat kita biasa bertemu. Kini kau telah mengetahui semuanya. Tentangku, tentang apa yang kusebut keluarga. Matamu lirih menatapku. Harta dan jabatan baru saja menamparmu dengan keras, betapa mereka mampu merenggut kebahagiaan seekor tikus kecil hanya demi memanipulasi mahakarya mereka yang (nantinya) hanya akan merusak reputasi dan juga kedamaian negeri ini.

Kau kembali memberiku dorongan yang kuat untuk melanjutkan hidup. Tak ada yang lebih baik daripada memaafkan. Namun kita terlibat dalam sebuah perdebatan kecil. Bagaimana mungkin hanya dengan sebuah kata maaf, kau dapat menyembuhkan luka yang telah robek? Bagaimana mungkin kau masih mampu membiarkan diri untuk ditindas oleh kaki para penyamun?

Dan untuk menutup malam ini, kukatakan padamu untuk berhenti menjadi seekor kelinci. Kukatakan padamu, aku lebih baik menjadi rerumputan beracun yang hidup liar di luar sana, daripada menjadi sekuntum Daisy palsu yang ditindas oleh uang dan kehormatan. Tidak, mereka tidak mampu membeli perkataanku.

Dan sekali lagi kukatakan padamu, untuk menutupi malam yang temaram ini, akan kubawa mereka kembali. 'Kan kukembalikan apa yang seharusnya menjadi milikku. Para bedebah itu takkan lagi menyesap hangatnya secangkir kopi di pagi hari. Mereka akan meringkuk memeluk lutut mereka. Berharap dapat mengembalikan waktu untuk mengatur kembali papan catur.

Kota Hujan, 18 Januari 2019

Antologi Cerpen Dan PuisiWhere stories live. Discover now