Puisi: Gadis Penuang Air

116 6 0
                                    

Bila mungkin langkahku bisa menahan deru sang waktu,
Atau sekedar melumpuhkannya dalam keabadian,
Barangkali takkan ada mendung berhias dalam bungkam,
Atau badai yang bersemayam dalam hatimu.

Bagimu, sunyi adalah napas hidup
Dan menjadi tak terlihat adalah doa yang tak henti kau ucap.
Bila begitu, tutuplah matamu dan melangkah lah.
Mungkin saja mereka membawa pedang dalam setiap lirikan mata,
Atau pisau yang selalu siap menghunus jantungmu ... kala mereka berujar

Katamu, haruslah kujadi sang penuang air,
Yang senantiasa membawa kehidupan bagi jiwa yang meratap
Serta dekomposer yang mengurai habis seluruh tangis yang ada.
Haruslah kututup rapat saluran air yang siap merembes melalui kelopak mataku.

Namun adanya aku di sini, Kasih,
Biarkan aku menjelma menjadi rasa sakitmu,
Biarku berganti menjadi parasit yang selalu menyandung kakimu.
Maka dengan begitu, 'kan kuhentar mereka berpulang pada asalnya.

Namun bukan dalam tubuhmu!

Lalu kembali kuingat, Kasih,
Takdir Ilahi seumpama karang kokoh yang menghalau amukan sang badai.
Aku ini hanyalah penuang air biasa,
Yang siap menuang kesedihan pada setiap kedipan matamu.
Dan nyatanya, aku ini yang (akan) siap menangis mengusung kepergianmu.

Sayang, kita ini bagai tubuh dan bayangan.
Lalu bagaimana nasibku kelak, saat bayangan harus berjalan tanpa tubuhnya?
Bila begitu, biarkan aku meredup,
Bersama derasnya sunyi yang memilukan hati.

Kota Hujan, 24 Mei 2019

Antologi Cerpen Dan PuisiWhere stories live. Discover now