(Kembalinya) sang Puan

72 4 0
                                    

Aku pernah mengendap, bernapas dalam hening yang menyelimuti malam, kala mentari berpulang pada peraduannya, saat rindu dibekap sadis oleh teguhnya hati yang mendendam. Bunyi langkahku terpaut jauh degupan jantung yang berbisik, agar bagaimana bila kusudahi saja perjalanan ini, perjalanan yang tadi-tadinya kuharap dapat menemukanku denganmu.

Lalu pada malam itu, masih dalam hening yang menyelimuti malam, kala mentari berpulang pada peraduannya, sepasang kakiku akhirnya menapak tepat di depan pintu maafmu. Namun ternyata di sana tidak kudapati seorang pun. Aku sendiri, berperan sebagai tamu, yang tidak tahu perihal sang tuan rumah yang rupa-rupanya tidak lagi menetap di situ, pada alamat yang kutuju : Hatimu yang dulu.

Tok, tok, tok. Kucoba saja 'tuk mengetuk pintumu. Berandai kalau saja tuan rumah itu belum benar-benar berpindah tempat. Kau tahu, bunyi ketukannya tidak keras, tidak juga terlalu pelan. Bunyinya masih sama seperti dulu, seperti kala kau berusaha mengetuk pintu hatiku, yang terkunci rapat, menolak untuk dibuka. Namun Tuan, malam kala itu semakin larut, udaranya dingin menusuk kulit. Kupikir lebih baik aku bertahan saja di sini, namun tiba-tiba bayang seseorang datang menghampiriku.

Rupa-rupanya dia adalah seorang wanita. Kurasa Tuanku sekarang telah menemukan Puannya.

Masih tentang malam yang dingin saat rindu dibekap sadis oleh teguhnya hati yang mendendam, wanita itu berbisik padaku. Katanya, "Pintu itu sama sekali tidak dikunci. Ia hanya tertutup. Menunggu sang Puan untuk kembali."

Dan aku tersenyum. Batinku berhasil mengembalikan sang Puan yang lelah dalam pelariannya.

Kota Hujan, 2 Juli 2019

Antologi Cerpen Dan PuisiWhere stories live. Discover now