Catatan: Kembali Pada Waktu

116 3 0
                                    

Waktu itu yang ada di benakku hanyalah pulang. Kembali pada lelah dan rasa takut, mengumpulkan remah belas kasih lalu menyimpulkannya dalam sebuah senyuman. Kaukira sekadar mengumpulkan remahan adalah hal yang mudah. Dan aku hampir lupa, kau ini tak pernah sekali pun mencobanya. Namun aku di sana, berharap menjadi kijang yang berlarian, melewati koridor, menembus ruang waktu: lalu mendapatimu di dalam ruang kosong, dimana ratusan tubuh diam mematung, sedang hayatnya berkelana menuju angan. Di sana ada aku yang sempat menghentikan waktu. Membuat tatapan mereka terbagi. Padamu si badai hujan. Atau aku sang penuang air.

Waktu itu yang ada padaku adalah sebungkus biskuit, yang isinya terbagi, dari tangan satu ke tangan-tangan yang lain. Hingga bermuara padamu, sang pemilik mata sayu yang lelah dengan kata-kata dan tekanan. Sebagai orang baru kita hanya turut. Melewati jalur sesuai petuah para pendahulu. Bila diam adalah sang kekasih, maka gaduh adalah selirnya. Dan mungkin karena itu, diam-diam sepatah-dua kata akhirnya terucap dari bibir mereka, yang mengaku adalah sepasang dalam payung pertemanan. Mungkin begitu, sebelum rusuh akhirnya menyudahi sehari yang penat.

Waktu itu yang ada di benakku adalah pulang ke rumah. Sebab kekerasan nyata baru saja memacu laju jantungku. Dan tangis menjadi penutup atas hari yang penuh tekanan. Yang kuinginkan hanyalah bagaimana caranya bisa kembali dengan selamat. Tanpa rasa malu atau jenuh yang menggerogoti. Bagaimana caranya bisa menyelamatkan diri sebelum mentari kembali pada peraduannya. Aku punya duapuluh delapan kekhawatiran, yang sebagian besar akhirnya dilepaskan oleh dewi fortuna, walau pertolongan badai hujan adalah segala yang kuminta.

Dan waktu itu adalah empatratus tujuhpuluhlima hari kebelakang yang ada dibenakku, yang mungkin nanti takkan lagi berharap untuk pernah terlintas dibenakku. Atau sekiranya segalanya kembali ke pada waktu, sang pembawa jalan kebebasan.

Kota Hujan, 16 Januari 2020
Cloudee.

Antologi Cerpen Dan PuisiWhere stories live. Discover now