Puisi: Untuk Nona yang Dirundung Sendu

151 4 0
                                    

Cobalah duduk sebentar, sekadar 'tuk tenangkan diri.
Nelangsa ini takkan bertahan dua kali duapuluh empat jam, Nona.
Kulitmu putih dan halus, lembut dan cerah
Jangan kau biarkan mengeriput, redup, dan pudar.

Kau tahu,
Langit akan senang, teramat senang atas kunjungamu.
Sebentar saja, cobalah tengok ke atas
Awan kemawan akan mendengarmu bercerita, apapun yang kau mau.

Hanya saja, Nona, jangan pernah kau gantikan tugas sang awan.
Jangan pernah ada mendung menghiasi wajah teduhmu.
Jangan juga hujan melunturkan maskaramu.
Oh, jangan ada badai atau petir mengguncang sukmamu, Sayang.

Kerap kulihat bedakmu beralaskan sendu, serta lipstickmu berbahan bungkam.
Tatapan itu tajam dan menusuk, siratkan kehancuran yang mendalam,
Dan terhadap sang pedih yang menyayat hati, akankah kau biarkan ia bernapas dalam jiwamu?
Adakah lagi kulihat bibir itu bersua, atau sekadar saja sunggingkan seulas senyuman?
Bilamanakah dapat kulihat kau menari, atas sang hujan yang telah menghidupkan semesta?

Nona, bayang wajahmu selalu terngiang dalam benakku.
Sepasang kaki yang berlari, meloncat, menari bersama sang angin.
Tatapanmu ribuan kali lebih lembut dari sang sutra, desirkan rasa yang selama ini kubawa dalam doa,
Pada heningnya malam tak berbintang.

Nona, pasang-surut adalah hal yang lumrah,
Kau tak berhak menyudutkan diri, menahan hujan pada kedua matamu.
Hidup bukan saja tentang derai air mata, atau kenangan yang telah pupus.
Bukan juga tentang sepucuk surat dari sang kekasih, atau hangat pelukan sang surya kala petang datang.
Dan atas nestapa yang telah meredupkanmu :

Biarkanlah berlalu.

Kota Hujan, 10 Mei 2019

Antologi Cerpen Dan PuisiWhere stories live. Discover now