Catatan: Tentang Gadis Teratai dan Hari Kemarin yang Telah Menjadi Milik Venus

123 4 0
                                    

Tadi-tadinya doa dan harapan tersemat sempurna dalam benakku perihal kedatangan tahun ini. Tadi-tadinya, segala yang kupikirkan adalah apa yang baik dari segala yang baik, yang akan terjadi pada tahun ini. Namun tak disangka, lima purnama berhasil kutapaki tanpa satupun kesan manis yang memikat hati. Memang benar adanya jika kita tidak boleh bersikap egois. Tak selamanya apa yang baik dari segala yang baik itu harus menjadi milik kita dalam suatu putaran siklus. Jika saja tahun ini adalah sesosok yang bisa kuamati rupanya, mungkin saja ia akan mendapatiku bersimpuh di bawah kakinya. Sebab waktu ini adalah waktu terakhir, waktu paling akhir atas apa yang akhirnya harus berakhir tanpa ratap, walau bayang kematian kadang membayang pada malam yang pekat.

Aku sama sekali tidak berniat memperkeruh suasana atau apapun itu yang sekiranya mengganggu penglihatan mereka selama ini. Lagipula, bilamanakah mereka akan berhenti sejenak dan mulai memperhatikanku? Kurasa itu takkan pernah terjadi. Mereka terbiasa melihat figur gadis ceria yang selalu menceritakan kisah konyolnya serta menyentil sukma para pejuang cinta dengan gurauannya yang hampir sama setiap harinya. Mereka terbiasa melihat tingkah sang gadis yang senang menyemangati setiap orang dan sebisa mungkin mencegah kesedihan datang menghampiri mereka. Mereka pun terbiasa mendengar tuturnya yang dianggap selalu berlebihan. Bahkan bila mungkin ia akan meredup bagai awan hujan, mereka pun akan mengganggapnya sebagai angin lalu. Ia bukan apa-apa.

Namun sekiranya ada hal-hal yang perlu kuperjelas mengenai gadis itu. Ini mungkin takkan membantu banyak, namun kupastikan akan mengurai kesedihannya. Sebab terkadang kita butuh seseorang untuk menyampaikan apa yang sesungguhnya terpendam dalam hati. Sebab kita sendiri belum tentu mampu untuk mengutarakannya pada mereka. Lalu mengapa harus aku yang dipilih, bukan yang lain? Nyatanya, tidak ada yang benar-benar mengenal gadis itu sebaik aku mengenalnya. Entah, harus mulai dari mana kalimat pembelaanku terhadap gadis itu, namun aku mengenalnya sebagai gadis teratai. Tak seperti kebanyakan kembang pada umumnya, ia lebih senang hidup di atas air. Menjadi perteduhan bagi biota yang ada di dalamnya. Dan tak seperti kebanyakan orang lainnya, ia pun cenderung menjauhkan dirinya dari siapapun. Beberapa dari mereka mungkin akan menganggap bahwa merekalah yang tahu segalanya tentang gadis itu. Namun sekali lagi kutekankan, mereka tidak benar-benar mengenal gadis itu sebaik aku mengenalnya.

Adalah sehari penuh venus berotasi, membuat dampak yang cukup signifikan bagi bumi, bagi mereka yang menyebut kenangan sebagai bumi, dan tentu pula bagi gadis itu. Namun bagaimana mungkin aku dapat bersimpuh pada sang waktu, memintanya untuk mengembalikan gadis itu pada hari kemarin yang telah menjadi milik venus? Sepuluh bulan yang telah berlalu takkan pernah bisa digenggam gadis itu. Dan sekiranya hari-hari ini berangsur lebih liar dari yang pernah ia lewati. Lebih kejam dari yang pernah ia bayangkan, bahkan hampir pula membunuh kebahagiaannya ... seutuhnya.

Dan tadinya aku ingin menuturkannya secara detail tanpa melewatkan setitikpun kenangan yang telah dilalui gadis itu. Namun nyatanya, merajut kalimat ternyata tak semudah rajutan sang nalar. Aku hanya bisa menggambarkan secara buram perihal gadis itu dan masa lalunya, yang sekiranya pernah kusinggahi pula.

Kembali, dalam bayanganku aku melihat sebuah rumah yang cukup sederhana, namun cukup layak untuk dihuni. Sayangnya rumah tersebut kosong. Dan selalu kosong. Tak ada kasih yang melingkupi rumah itu lagi. Seharinya yang kutahu, ia hanya bernapas di bawah cahaya lampu kamarnya. Simpan saja pertanyaanmu bila itu menyangkut mereka yang hidup di dalam rumah tersebut. Nyatanya, air mata adalah penopang utama sang gadis teratai 'tuk selalu meratap dalam duka yang sama setiap harinya. Tidak ada yang benar-benar peduli padanya.

Bohong. Ceritamu ini pastilah bohong!

Sayangnya aku tidak sempat berpikir untuk melakukannya bila saja kalimat itu terlintas dalam benakmu. Apa perlu kutekankan sekali lagi? Aku tahu segalanya tentang gadis itu!

Pikirkan sendiri bagaimana rasanya menari dalam tangis saat usiamu masih berupa jemari yang hendak menggenggam gelas kaca untuk pertama kalinya? Pikirkan sendiri bagaimana rasanya menghirup aroma rokok yang terlalu menyesakkan dada setiap harinya, setiap tahunnya. Bagaimana mungkin ada yang mengaku menyayangi gadis itu bila sejatinya yang selalu mereka berikan adalah kepulan asap duka dan juga dusta? Pikirkan sendiri bagaimana rasanya dipermainkan dengan sadis saat yang kau tahu ketulusan yang kau beri mampu menghidupkan banyak jiwa, namun ternyata nihil yang menjadi balasannya? Pikirkan sendiri rasanya menjadi sosok yang tak pernah dianggap keberadaannya sebab mereka telah dibutakan oleh harta, takhta, atau pula karena cinta?

Oh, aku memang naif! Bukankah itu adalah hal yang lumrah? Namun sekali lagi, bila ada yang berkata ia lebih mengetahui gadis itu lebih dari yang pernah kuketahui, maka berikan aku bukti nyatanya!

Baiklah, kini kita bermain bersama kasih sayang yang sekiranya pasti melingkupi mereka yang selalu ia sebut sebagai orang tua. Perihal ini mungkin adalah perkiraan yang sepertinya takkan bisa kupastikan presentasi kebenarannya. Di sini pula aku takkan menyalahkan siapapun, dan sama sekali tidak berniat memperkeruh suasana. Namun sepertinya aku perlu memperbaiki kalimatku. Gadis itu tak punya lagi rumah, tiada kasih yang menyertainya selain kepulan asap yang telah bersemayam dalam dadanya yang mungkin pula akan merenggut jiwanya.

Yakinkan aku bahwa kau benar berpikir, mereka yang kusebut pada awal torehan tinta ini adalah mereka yang lebih dari mereka yang sedang kau terka jumlahnya. Kasih, mereka ini adalah orang-orang yang senang datang dan pergi seperti ombak yang menggulung pada bibir pantai, lalu kemudian kembali lagi pada samudra, kembali lagi pada dunia antah-berantah mereka.

Ada ... banyak dari mereka yang mencoba mendekati sang gadis teratai, berharap bisa melihatnya menutup kala malam datang. Bagi mereka, ia adalah kembang yang unik. Namun pujian mereka hanya sejauh mata memandang. Sesungguhnya ia menyimpan banyak kenangan dan asa, serta doa-doa yang tengah berproses menurut takdirnya. Ia adalah teratai yang (seharusnya) kuat, di mana rimpangnya terbenam dalam lumpur, sehingga tak ada yang tahu pasti apa yang kini tengah meremuk jantungnya. Namun nyatanya batin sang insan pun memiliki batasnya tersendiri. Ia tak mampu lagi untuk dilukai.

Dan lagi, bila saja sang waktu adalah sesosok yang dapat kulihat rupanya, mungkin aku akan serta-merta bersimpuh padanya, memohon agar gadis itu mendapatkan sekali lagi hari kemarin yang telah menjadi milik venus. Setidaknya, atas duka yang saban tahun menemani tangisnya, hari kemarin adalah hal yang selalu ia rindukan. Sebab hanya pada hari itu, penawar lukanya berada.

Seharusnya, bila saja ia dapat kembali pada saat di mana semuanya belum sejauh neptunus pada matahari, mungkin saja ia akan memilih untuk melangkah jauh, berdiri di atas kakinya sendiri, serta meyakinkan keraguannya untuk segera pergi. Namun nyatanya, ketakutan akan perubahan dan anggapan orang selalu menjadi tumpuan pemikirannya. Ia ... terlalu memikirkan perasaan dan reaksi setiap orang yang dijumpainya. Hingga akhirnya, ia malah menyakiti diri sendiri.

Kukatakan padamu, sama halnya seperti teratai yang sesungguhnya tak pernah tidur dan hanya memejamkan matanya sekadar 'tuk menyesuaikan diri dengan tamparan lingkungan yang menyentuhnya, begitu pula kisah gadis teratai saat ini. Batinnya teramat terluka, entah tentang keluarganya, atau sadisnya pengkhianatan para sahabatnya, ataupula tentang penyakit yang sedang mengguncang batinnya. Namun untaian doa dan pengharapan masih pula ia genggam erat. Siapa tahu saja mukjizat akan terjadi pada penghujung tahun ini.

Dan aku di sini, kembali membayangkan bahwa benar waktu adalah sesosok yang dapat kulihat rupanya. Dengan begitu, aku akan bersimpuh padanya. Memintanya untuk berjalan mundur saja ke belakang, pada hari kemarin yang telah menjadi milik venus, pada kemarin yang sempat menghidupkan jiwanya atau pada kemarin yang memang datang dari segala yang baik untuknya.



Hanya, biarkan ia hidup satu kali lagi....

Kota Hujan, 30 Juni 2019




Antologi Cerpen Dan PuisiWhere stories live. Discover now