Puisi: Pecundang yang Bersiasat

45 1 1
                                    

Aku mati terkoyak ragu,
Yang taringnya tak nampak,
Yang saban hari melemahkan rasa
Aku mati, tanpa nanti yang menemani.

Sukma kerap bertanya lewat bisik,
Bagaimana, bagaimana, dan mengapa panah cupid susah menembus jantungku,
Sedang wajahmu selalu kujumpa dalam angan;
Mungkin memang aku ini sudah mati.

Aku pecundang yang dulu merayap menyusuri jejak-jejak tak nampak kakimu.
Yang pasrah menggantung harap setinggi langit,
Padahal sang pujaan adalah seumpama arloji, melekat erat pada pergelangan tangan,
Namun si bodoh ini tak tahu caranya menggenggam.

Aku ini pecundang yang telah mati, sempurna terkoyak ragu.
Yang taringnya tak nampak, namun gencar merobek hati.
Aku ini dia yang kau kenal sejak zaman batu,
Yang kini mengubah siasat, demi mendapat cintamu kembali.

Kota Hujan, 25 September 2019

Antologi Cerpen Dan PuisiWhere stories live. Discover now